Tuntutan Siswa Langsung Dievaluasi Disdik Jabar dan Kemendikbud

Tuntutan Siswa Langsung Dievaluasi Disdik Jabar dan Kemendikbud

CIREBON - Kepala Balai Pelayanan dan Pengawasan Pendidikan Wilayah V Jabar, Dewi Nurhulaela mengaku sudah bertemu dengan pihak SMKN 1 Lemahabang serta komite. Mereka duduk satu meja untuk membicarakan tuntutan para siswa. “Sudah ketemu tadi pagi (kemarin, red). Saya langsung ke SMKN 1 Lemahabang, klarifikasi langsung dengan guru dan komite. Ada hasilnya. Beberapa poin sudah kita sepakati dan saya minta itu dilaksanakan,” tutur Dewi kepada Radar. Dewi mengatakan persoalan yang terjadi di SMKN 1 Lemahabang sudah menjadi atensi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Bahkan berita acara dari pertemuan dirinya dengan pihak sekolah dan komite pun langsung dikirimkan ke kementerian dan Disdik Jabar untuk bahan evaluasi. “Salah satu poin pentingnya adalah soal dana partisipasi. Nanti diganti dengan iuran pendidikan. Saya juga minta untuk menunda dan mencoret RKAS yang tidak terlalu berpengaruh ke pendidikan anak. Salah satunya soal pembangunan gapura,” tandasnya. (Baca: Siswa SMKN 1 Lemahabang Protes Dana Partisipasi Pendidikan) Dijelaskan Dewi, antara iuran pendidikan dan sumbangan sangat berbeda sekali. Dari mulai rencana alokasi hingga pengelolaannya. Untuk iuran, sambung Dewi, langsung dikelola sekolah. Sementara komite akan mengelola sumbangan yang tak mengikat dan sumber anggarannya bukan dari iuran pendidikan. “Jadi ini yang penting dan harus dipahami.  Sudah saya sampaikan teguran secara lisan, harus diperhatikan. Harus dipisahkan. Tidak boleh digabung. Mana biaya untuk iuran, mana sumbangan, mana untuk keperluan lainnya. Karena pengelolaannya beda-beda,” kilahnya. Disampaikan, karena BOS yang ada saat ini tidak bisa mengcover seluruh biaya pendidikan, maka sekolah dibolehkan untuk membuka partisipasi dari semua pihak, baik untuk iuaran ataupun sumbangan. Namun yang perlu digaris bawahi tidak boleh membebankan biaya apapun apapun kepada siswa miskin. “Kuotanya minimal 20 persen untuk siswa miskin yang dicover dan tidak boleh dibebankan biaya. Kalau sekolah bisa lebih banyak dan mampu lebih dari itu sangat bagus. Untuk SMK Lemahabang, 20 persen itu sekitar 350 siswa. Tapi setelah diverifikasi lagi, rupanya angkanya lebih. Ada sekitar 500 siswa. Kita minta yang 500 siswa ini tidak dibebankan biaya apapun,” tegasnya. Saat ini, menurut Dewi, ada sedikitnya 108 sekolah negeri dan ada sekitar 481 sekolah swasta di wilayah kerja balai V. Paling banyak sekolah-sekolah tersebut berada di Indramayu. Menurutnya, angka ideal untuk biaya pendidikan seorang siswa adalah Rp2,5 juta sampai dengan Rp4,2 juta. Sehingga jika hanya dicover dari BOS pusat dan provinsi akan sangat jelas kurang dan tidak sesuai. “Kasus yang terjadi di Lemahabang ini merupakan yang pertama, khususnya di wilayah kerja Balai V. Mungkin ke depan komunikasi antara sekolah dan siswa harus diperbaiki lagi. Kalau ada yang dirasa tidak pas sampaikan dengan cara-cara yang tepat dan santun. Yang jelas, perkembangann di SMK Lemahabang akan terus kita pantau dan kita awasi,” pungkasnya. (dri)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: