Publik Tunggu Capres Kuda Hitam, Jokowi-Prabowo Masih Idola Publik

Publik Tunggu Capres Kuda Hitam, Jokowi-Prabowo Masih Idola Publik

JAKARTA–Kans munculnya calon presiden (capres) alternatif yang bisa menjadi kuda hitam dalam Pilpres 2019 belum signifikan. Merujuk survei Poltracking Indonesia, sosok Jokowi dan Prabowo Subianto masih memiliki elektabilitas terbaik dengan 41,5 persen untuk petahana dan 18,2 untuk sang penantang. Sebetulnya, ada banyak nama di luar keduanya yang disebut-sebut pemilih. Mulai Jusuf Kalla, Gatot Nurmantyo, Hary Tanoesoedibjo, Agus Harimurti, Anies Baswedan, Basuki Tjahaja Purnama, hingga Yusril Ihza Mahendra. Hanya, elektabilitasnya masih rendah. Bahkan, berdasar beberapa simulasi Poltracking, tidak ada satu pun capres kuda hitam yang mampu menembus elektabilitas 5 persen. Baik itu dalam simulasi 30 nama, 20 nama, 10 nama, maupun 5 nama. Direktur Eksekutif Poltracking Hanta Yudha mengatakan, jika kondisi tersebut berjalan stagnan, potensi adanya capres alternatif selain Jokowi dan Prabowo sangat minim. “Kalau lihat grafiknya, jauh sekali. Ada dua yang sangat tinggi, kemudian yang lain di bawah 5 persen,” ujarnya. Menurut Hanta, untuk layak diajukan sebagai capres, elektabilitas yang dimiliki seseorang setidaknya di atas 10 persen. “Seperti munculnya nama Pak Jokowi pada 2012–2013,” imbuhnya. Potensi lahirnya kuda hitam baru akan datang jika Prabowo memilih menjadi king maker dan mengusung calon lain. Hal itu, lanjut dia, tidak terlepas dari angka presidential threshold yang dipatok 20 persen. Dengan peta politik di Senayan saat ini, munculnya satu capres tambahan sangat sulit. Kalaupun PAN keluar dari lingkaran pendukung pemerintah dan berkoalisi dengan Partai Demokrat, total kursi yang dimiliki tidak mencapai 20 persen. Mau tidak mau, keduanya harus memilih ke kubu poros Prabowo yang dimotori PKS-Gerindra atau poros Jokowi yang berisi Golkar, PDIP, PPP, Nasdem, Hanura, dan PKB. Meski demikian, dengan adanya turbulensi di Golkar, peta politik masih serbacair. “Mungkin kita tunggu sampai Agustus 2018,” tuturnya. Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, tingginya angka presidential threshold memang membuat partai tidak percaya diri untuk memunculkan kadernya sebagai calon presiden. Akibatnya, tidak banyak nama yang mengorbit dan menjadi pilihan masyarakat. Karena alasan itu pula, pihaknya mendorong sejumlah kalangan untuk melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. “Apa artinya? Agar tiap parpol bisa menunjukkan kader terbaiknya untuk jadi capres,” ujarnya. Terkait sosok yang akan diajukan Gerindra di Pilpres 2019, Muzani menyebut nama Prabowo. Keinginan mencalonkan kembali mantan Danjen Kopassus tersebut sudah disampaikan para kader secara bulat. Sementara itu, meski elektabilitas Jokowi tinggi, PDIP belum mau buru-buru menetapkannya kembali sebagai calon presiden. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengungkapkan, pihaknya memilih untuk berfokus membantu presiden dalam menjalankan tugasnya. Adapun, untuk keputusan atau deklarasi dukungan, pihaknya masih mencari waktu yang tepat. “Tentu akan kita lihat. Kan kita mau adakan rakernas pada 10–12 Januari 2018. Di situ kita akan bahas,” kata alumnus Universitas Gadjah Mada tersebut. Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid menambahkan, meski dalam simulasi head-to-head Jokowi unggul 20 persen atas Prabowo, dia menilai kondisi belum aman. Karena itu, partai beringin berupaya meningkatkan kinerja pemerintah, khususnya dalam sektor ekonomi yang masih minor.(far/c7/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: