Akmi Suaka Bahari Cirebon Cetak Pelaut Andal dan Profesional
Program pemerintah yang menggenjot sektor maritim, memberi dampak tersendiri bagi Cirebon. Keberadaan Cirebon dianggap straegis untuk mencetak pelaut yang andal dan profesional. KEPALA Pusat Pengembangan Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Arifin Soenardjo berharap Akademi Maritim (Akmi) Suaka Bahari Cirebon terus mencetak pelaut andal dan profesional. “Sekarang, menempuh studi maritim tidak harus ke Jakarta, Semarang atau Surabaya. Di Cirebon juga sudah ada,” ujar Arifin, kepada Radar Cirebon, Senin (27/11). Menurut Arifin, keberadan Pelabuhan Patimban di Subang membutuhkan pelaut-pelaut yang profesional. Apalagi pelabuhan internasional itu nantinya akan menjadi sangat berkembang. Hal itu didukung dengan akses masuk ke Tol Cikopo-Palimanan (Cipali). “Luasnya laut Indonesia membuat Indonesia ini membutuhkan aset yang banyak. Khususnya aset anak bangsa yang menjadi pelaut, khususnya di Cirebon,” katanya. Keberadan AKMI Suaka Bahari yang memiliki dosen yang berkuaitas bisa menjadi daya ungkit untuk menaikkan citra institusi. “Kalau taruna lulus bisa kerja sebagai pelaut malah gaji di Dubai menggunakan dolar. Minimal bisa menyumbang devisa negara. Dan kualifikasi dosennya bagus-bagus,” kata Arifin. Arifin berharap, keberadaan akademisi maritim untuk terus dikembangkan. Termasuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris. Apalagi bahasa Inggris keseharian dengan maritim sangat berbeda. Dia mengajak masyarakat Cirebon dan sekitarnya untuk menaruh perhatian pada kelautan. Termasuk menjadikan putra-putrinya sebagai pelaut. Sehingga ada rangsangan bagaimana caranya minimal tergugah untuk menjadi seorang pelaut. Yang membuatnya prihatin justru pelaut di Indonesia malah didominasi dari luar Jawa. Dalam rangka mendorong pencetak pelaut, Kementerian Perhubungan sampai membuat empat sekolah pelayaran, mulai di Sorong, Aceh, Padang Pariaman, dan rencananya akan membuat di NTT dan Ambon. “Tujuannya hanya satu, yakni mencetak pelaut yang andal dan profesional. Sampai saat ini masih dibutuhkan 4-8 ribu pelaut,” kata Arifin. Setahun, kata dia, Indonesia disinggahi 6.500 kapal tapi didominasi luar negeri dan banyak di Singapura.Masalah lainnya, pelaut Indonesia kurang mengikuti perkembangan teknologi informasi. Terkadang bahasa Inggris mereka juga buruk. “Selama ini kita hanya mengirim pelaut di kapal ikan di Taiwan, Korea. Mestinya menjadi pelaut perwira. Keberadaan Akmi ini bisa menjadi salah satu solusi, bagaimana caranya kita menguasai dunia, karena pelaut selama ini didominasi Filipina,” bebernya. Kebutuhan pelaut dari jumlah kapal di Indonesia tidak berbanding lurus setiap tahunnya. Karena itu perlu ekspansi keluar negeri seperti Eropa. Sebab, masyarakat Eropa kurang suka berlayar. Kemudian untuk calon pelaut, Arifin menyarankan untuk melengkapi diri dengan sertifikasi. Termasuk izin pelaut baik perikanan maupun kargo. (abd)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: