Bawaslu Kaji Mekanisme untuk Calon Perseorangan

Bawaslu Kaji Mekanisme untuk Calon Perseorangan

JAKARTA–Upaya menertibkan para pelanggar kontestasi demokrasi terus dilakukan dalam rangkaian pemilihan kepala daerah (pilkada) 2018. Tidak hanya menyasar pelaku dari gerbong partai politik, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga membidik calon peserta dari jalur perseorangan. Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin menyatakan, potensi pelanggaran yang dilakukan calon perseorangan sangat terbuka. Khususnya dalam tahap penyerahan berkas dukungan. Merujuk pengalaman sebelumnya, bentuk pelanggaran yang paling banyak dilakukan di tahap tersebut adalah manipulasi KTP. Salah satu opsi yang sedang dibahas, kata Afif, sapaan Afifuddin, adalah memidanakan pelaku manipulasi. Bawaslu juga sudah mengomunikasikan klausul itu dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Insya Allah komitmen sudah ada. Kita (baca: Bawaslu) bersama KPU sedang membahas itu juga,” ujarnya. Rencana tersebut masih dikaji. Salah satu poin krusialnya, harus didetailkan kategorisasi apakah manipulasi sengaja dilakukan atau karena kekeliruan data. Waktu untuk pembahasan masalah itu masih ada, mengingat tahapan bagi calon perseorangan belum sampai pada tahap verifikasi faktual. Bahkan, untuk level kabupaten/kota, hingga kemarin prosesnya masih berlangsung. “Kalau sudah verifikasi faktual kan nanti terlihat. Klaim KTP orang atau tidak,” imbuhnya. Sementara itu, Direktur Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Syamsudin Alimsyah mendukung rencana pemidanaan pelaku manipulasi data dukungan dalam pilkada. Menurut dia, sudah semestinya Bawaslu bisa ikut menjamah calon perseorangan yang terbukti melakukan manipulasi. Selain money politics, menurut Syamsudin, manipulasi dukungan juga bagian dari kejahatan demokrasi. Mengingat ada upaya untuk mencacatkan proses yang semestinya berintegritas dan akuntabel. Jika prosesnya saja tidak baik, akan dihasilkan pemimpin yang tidak baik pula. “Masak calon pemimpin melakukan pencurian dukungan KTP? Jadi, dia harus diperlakukan sebagai penjahat demokrasi,” tegasnya. Bahkan, lanjut Syamsudin, sanksi yang diberikan kepada penjahat demokrasi semestinya bukan hanya pidana, tapi juga sanksi administrasi. Misalnya dengan mencabut hak keikutsertaannya dalam kontestasi selanjutnya. Hukuman berat dibutuhkan untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku lain. Menurut Syamsudin, calon perseorangan memang dibutuhkan untuk menciptakan pilihan pemimpin alternatif. Hanya, mekanismenya harus dijalankan melalui proses yang jujur. Karena itu, dia mengimbau calon perseorangan bisa membangun konsolidasi dukungan jauh-jauh hari sehingga terhindar dari cara-cara manipulasi. (far/c9/fat)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: