Arsitektur Cirebon Masa Lalu Mirip dengan Demak

Arsitektur Cirebon Masa Lalu Mirip dengan Demak

CIREBON - Nilai Arsitektur Cirebon memiliki ciri khas, nilai sejarahnya se-zaman dengan Demak. Kemudian dari tata kotanya, termasuk tata kota kuno Jawa. Kajian sejarah dan arsitektur Cirebon ini diulas dalam seminar yang diselenggarakan Sekolah Tinggi Arsitektur Cirebon (STTC). Ketua Pelaksana, Mudhofar ST MT menjelaskan, dalam tata kota kuno Jawa, ada beberapa ciri mendasar. Masjid selalu sebelah barat, keraton di sebelah selatan dan sebelah timur pasar. \"Kota Cirebon polanya seperti di Keraton Kasepuhan modelnya hampir sama seperti Demak,\" ujar Mudhofar, kepada Radar, Jumat (8/12). Kendati demikian, Mudhofar menyebut, tata kota dan arsitektur Cirebon memiliki perpaduan Jawa-Sunda. Temuan-temuan ini yang nantinya akan dikaji dan diteliti lebih mendalam. Kemudian nantinya menjadi rekomendasi yang diharapkan bisa diterapkan dalam pemanfaatan ruang. Pembicara seminar, DR Ir Siti Rukayah MT mengamini asumsi itu. Menurut Siti, konsep tata kota di era Majapahit berlanjut di era Kesultanan Islam meliputi Demak, Cirebon, Banten bahkan Semarang sebagai kota bawahan Kesultanan Demak. Konsep sumbu utara selatan yang masih dipertahankan di era Islam, diperkirakan karena letak kota di pesisir Pantai Utara Jawa. \"Sisi sumbu utara menjadi waterfront dari kota-kota di Jawa,\" ujar Akademisi Universitas Diponegoro itu. Untuk mengungkapkan keunikan tersbeut, Siti menyarankan metode penelitian sejarah dan grounded research dilakukan. Apalagi, sekarang sangat mudah untuk mendapatkan arsip, peta, data dan foto atau lukisan Indonesia terutama era kolonialisme. “Riset ini akan memberikan pengetahuan baru yang bisa diimplementasikan sebagai upaya perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian arsitektur dan kota pesisir di Pulau Jawa,” ujarnya. Sementara itu Filolog Cirebon, DR Raffan S Hasyim M Hum menambahkan, Cirebon memiliki panduan arsitektur tersendiri melalui naskah kuno. Dia mencontohkan Naskah Suluk Bangun Umah yang ditulis R Dulliyas Bratakusuma dari Desa Suranenggala Kulon tahun 1956. Meski tergolong naskah muda, akan tetapi teksnya berisi ilmu pengetahuan arsitektur lokal yang telah berusia ratusan tahun. \"Rumah menurut konsep Cirebon tidak hanya sekesar bangunan mati yang tidak memiliki makna,\" katanya. Rumah Pancu Lanang dan Pencu Wadon, kata Raffan, banyak digunakan untuk model bangunan keraton atau rumah bangsawan di Cirebon. Bahkan Pangeran Teja Subrata dalam Naskah Cirebon Kawedar hanya menggunakan dua jenis tipe bangunan keraton, yaitu Keraton Kasepuhan yang bertipe Gajah Ngoling dan Keraton Kanoman  yang bertipe Macan Dedemek. Gajah ngoling memiliki karakter sempit di depan lebar di belakang. Sedangkan Macan Dedemek, memiliki karakter lebar di bagian depan dan sempit dibagian belakang. Tipe Macan Dedemek ini di Desa Mertasinga sering disebut buaya mangap. (abd)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: