Minta Penataan Tiru Surabaya, Forum PKL: Kami Hanya Mengkritik

Minta Penataan Tiru Surabaya, Forum PKL: Kami Hanya Mengkritik

CIREBON – Forum Pedagang Kaki Lima (FPKL) meminta Pemerintah Kota Cirebon meniru apa yang dilakukan Kota Surabaya dalam melakukan penataan PKL. Dengan 18 ribu pedagang di 488 titik, Walikota Tri Rismaharini berhasil melakukan relokasi tanpa ekses. Bahkan dalam studi banding yang dilaksanakan Dinas Perdagangan Koperasi UKM (Disdagkop-UKM), sentra PKL buatan pemerintah terlihat sangat menarik dan manusiawi. “Kita berharap Pemkot Cirebon menerapkan hasil studi banding yang di Surabaya. Waktu itu FPKL juga ikut dan melihat langsung,” ujar Ketua FPKL, Erlinus Thahar, kepada Radar, Selasa (16/1). Disebutkan dia, dari empat shelter yang sudah dibangun oleh pemerintah kota, hanya Alun-alun Kejaksan yang paling layak. Diharapkan, pembangunan shelter selanjutnya meniru konsep itu. Melihat tempat yang layak dan akses memadai, FPKL bahkan turut berkontribusi dalam sosialisasi ke pedagang. Kemudian turut membawa sponsor untuk pengembangan lokasi berjualan. “WC di Shelter Alun-alun Kejaksan itu sponsor. Kita ingin semua shelter konsepnya seperti itu,” tuturnya. Mengenai shelter di Jl Cipto Mk, Erlinus mengaku tak bermaksud melecehkan. Apalagi memprovokasi pedagang untuk melakukan penolakan. FPKL hanya berusaha mewadahi aspirasi kemudian menyampaikannya. Tapi diakui, bisa saja cara yang ditempuh kurang bisa diterima. “Kami mengapresiasi pemkot. Kami sudah melayangkan kritik tapi tidak didengar. Ya akhirnya aksi seperti itu,” katanya. Erlinus menegaskan, FPKL sangat mengapresiasi pemerintah kota yang bersedia menganggarkan ratusan juta hingga miliaran untuk menata PKL. Hanya saja sangat disayangkan di tataran teknis dan pelaksanaan justru tidak mengaplikasikan semangat pemkot menata. Imbasnya seperti yang terjadi saat ini. Ke depan, dia sangat mengharapkan PKL dan pemkot bisa saling mendengarkan. Salah satu contohnya sebelum pembuatan shelter di Jl Cipto Mk. Ketika dalam tahap perencanaan sudah dilakukan sosialisasi. Pedagang pun diajak bicara dan didengarkan. Bahkan setelah itu melakukan studi banding ke Surabaya untuk menyaksikan bahwa kawasan relokasi berkembang pesat. Tetapi setelah pembangunan shelter di Alun-alun Kejaksan, tidak pernah ada pembicaraan lagi. Sosialisasi dilakukan setelah pembangunan selesai. Sehingga wajar ketika pedagang cemas dengan nasibnya. Apalagi melihat kondisi bangunan shelter Jl Cipto Mk yang sejak awal dipersoalkan banyak pihak. “Sebelum PKL yang protes itu sudah ramai diperbincangkan di mana-mana. Kenapa atapnya rendah dan lainnya,” tandasnya. Erlinus menegaskan, FPKL memberi kebebasan kepada pedagang. Apakah mereka akan menempati shelter itu, atau justru menolak. Tapi, ada beberapa opsi. Misal menempati untuk jangka waktu tertentu sambil menunggu pembenahan. Kemudian keluar dari shelter andai penataan tidak konsisten atau usaha pedagang jadi bangkrut. “Bisa saja coba dulu dua bulan. Tapi kita bebaskan ke pedagang. Kalau mereka mau menerima ya silakan,” tuturnya. Kemudian untuk PKL nonkuliner. Erlinus juga meminta pemerintah memberi perhatian tersendiri. Sebab tidak mungkin mereka dipaksakan menempati shelter yang konsep bangunannya lebih cocok untuk kuliner. Apalagi kalau mereka dipaksa untuk jadi pedagang makanan. “Tukang jok, tukang kunci, kan nggak cocok di situ. Bisa saja mereka menatanya dengan cara lain. Tapi ini perlu juga dibicarakan,” katanya. Sekretaris Daerah Kota Cirebon, Drs Asep Deddi MSi juga menyarankan PKL untuk bersabar karena akan ada pembenahan untuk shelter Jl Cipto Mk. \"Terima saja dulu, nanti akan ada pembenahan untuk atapnya, ditinggikan,\" ujar Asep, saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (15/1). Rencananya, kata Sekda, pembenahan tersebut akan melibatkan pihak ketiga dengan dana corporate social responsibility (CSR). Peninggian atap ini dilakukan untuk membuat shelter nyaman ditempati para PKL. \"Kerja sama dengan pihak ketiga, desain sudah ada, untuk peninggian atap itu,\" jelasnya. (myg/mik)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: