Petani Cemas Peredaran Garam Impor, Lahan Tergusur Jadi Kawasan Indrustri

Petani Cemas Peredaran Garam Impor, Lahan Tergusur Jadi Kawasan Indrustri

CIREBON - Harga garam di tingkat petani saat ini sedang tinggi. Perkilogramnya tidak kurang dari Rp2.500. Namun, kondisi tersebut dipastikan bakal berubah jika nanti 3,7 juta ton garam impor masuk dan beredar di pasaran. Meski saat ini sedang tidak musim garap lahan tambak, namun rupanya masih banyak simpanan garam milik para petani yang disimpan di beberapa lokasi. Dari mulai gudang sampai lahan pinggir jalan. Padahal, waktu-waktu tidak produksi ini adalah yang ditunggu-tunggu petani. Pasalnya, mereka berharap harga garam bisa naik dan sedikit mahal saat sudah tidak ada produksi. Namun, impor yang dilakukan saat ini diklaim melebihi kuota konsumsi nasional, sehingga dikhawatirkan akan merembes ke pasaran dan memukul harga garam di tingkat petani. Keresahan membayangi wajah-wajah petani garam dan para pengusaha pengepul garam. Stok garam yang kini disimpan pun, sudah sulit untuk keluar karena banyak industri dan konsumen yang memilih menahan harga. “Garamnya sulit dijual. Sudah beberapa hari sejak ada ramai-ramai impor garam, konsumen rata-rata tahan harga. Mereka beli tapi tidak banyak. Khawatir sewaktu-waktu anjlok karena desakan garam impor,” ungkap petani garam Sabri kepada Radar, kemarin. Pihaknya juga khawatir kondisi ini akan membunuh semangat petani garam untuk mengurus tambak. Lebih khawatir lagi, semangat petani untuk menjadi petani garam juga luntur. Secara tegas, Sabri menyatakan menolak apapun bentuk impor, terutama untuk produk pangan. Ia menilai, Indonesia sebagai negara agraris dengan wilayah laut yang lebih luas dari daratan, harusnya punya potensi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. “Kalau persoalan cuaca sehingga tidak bisa produksi garam, kenapa tidak bikin pabriknya? Pertanyaan lainnya kenapa sedikit-sedikit main impor?” imbuhnya. Terpisah, petani garam asal Desa Kanci Kulon, Suhendar mengeluhkan banyaknya lahan garam yang berubah menjadi kawasan industri. “Sekarang banyak petani garam nganggur, mengingat lahan garapan garam sudah berpindah menjadi lahan industri,\" ujarnya di sela-sela audiensi dengan DPRD Kabupaten Cirebon, kemarin. Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Pemberdayaan Dislakan Kabupaten Cirebon, Drs Yanto menuturkan, petani garam di Kabupaten Cirebon khususnya wilayah Astanajapura dan Kanci sebenarnya sudah tidak ada.  Sebab, sudah terkena imbas pembangunan industri. Dia mengungkapkan, untuk di Kecamatan Mundu masih ada 4 kelompok petani garam dengan jumlah 40 petambak. Sementara jumlah lahan untuk Kecamatan Mundu sebanyak 62 ha. \"Luas lahan itu campur dengan kelompok petani garam dan petani yang mengelola lahannya secara mandiri,\" terangnya. Untuk harga, lanjut Yanto, harga standar produksi dari kementerian Rp750 per kilo untuk yang kualitas bagus atau kelas 1. Sedangkan, yang kelas 2 -nya Rp550 per kilo. Tapi kenyataan di lapangan, harga garam perkilo mencapai Rp2.200. \"Artinya, harga garam saat ini masih sangat bagus dan menjadi keuntungan petani. Tapi, kalau harganya tidak stabil, petani pun malas untuk menggarap garam,\" paparnya. (dri/sam)          

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: