Saat Krisis Air di Indramayu, Keberadaan Embung Belum Jadi Harapan Petani

Saat Krisis Air di Indramayu, Keberadaan Embung Belum Jadi Harapan Petani

INDRAMAYU - Keberadaan embung atau penampungan air pada beberapa wilayah di Kabupaten Indramayu secara umum jadi solusi pasokan air ketika kekeringan. Namun saat ini, solusi tersebut belum sampai kepada petani di Jatibarang dan Widasari. Sebab, embung yang terdapat di wilayah tersebut masih terbatas. Selain keterbatasan adanya embung, kondisi fondasi bangunan embung lebih tinggi dibanding lahan petani. Hal itu membuat petani harus menggunakan popma ketika akan menggunakan air embung. Embung di dua kecamatan tersebut juga tidak memiliki irigasi sehingga petani harus mengambil air sendiri. Tatang (60), petani asal Kecamatan Jatibarang mengatakan, keberadaan embung di Desa Krasak, Kecamatan Jatibarang sebenarnya menjadi harapan petani. Dengan luas 300 hektare, embung bisa mengairi sawah tiga desa, yakni Kalimati, Lobener dan Krasak. “Sawah petani yang letaknya jauh dari saluran irigasi masih belum menerima air embung. Selama ini hanya mengandalkan jatah dari pembagian air saja. Waktunya terbatas. Apalagi, sawah yang letaknya di tengah berisiko tinggi tak kebagian air. Meski dilakukan pompanisasi, cuaca juga sering berubah. Anginnya kencang. Jadi, kita sedot air itu paling tiga hari. Lalu kering lagi. Butuh dana yang cukup besar,” tuturnya. Seno, penyuluh pertanian mengatakan, embung merupakan salah satu solusi yang dapat diandalkan petani saat krisis air. Menurutnya, embung bukan harus ada per kecamatan. Embung seharusnya ada di setiap desa. Letaknya harus strategis sehingga dapat digunakan oleh semua petani di sekitar. Untuk Kecamatan Widasari, kini sudah ada tiga embung, yakni di Desa Widasari, Lewih Gede, dan Ujung Garis. “Bagaimanapun juga, daya tampung embung terbatas. Ditambah, butuh biaya besar jika ingi air dari embung agar sampai ke sawah petani,” tuturnya. (oni)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: