Soal Shelter PKL Stadion Bima, Disperindag: Warga Kota Sudah Terdata

Soal Shelter PKL Stadion Bima, Disperindag: Warga Kota Sudah Terdata

CIREBON – Kabar adanya Pedagang Kaki Lima (PKL) warga Kota Cirebon yang tidak tertampung kedalam shelter di Kompleks Stadion Bima, ternyata mendapatkan bantahan dari Dinas Perdagangan Koperasi Usaha Kecil Menengah (Disdagkop-UKM). Kepala Bidang UKM, Saefudin Jupri menegaskan, PKL yang ada di Stadion Bima semuanya sudah terdata. Bahkan mereka akan ditempatkan di shelter yang sebentar lagi akan diresmikan walikota. Karena itu dia kaget muncul pemberitaan ada PKL warga Kota di Kompleks Stadion Bima tidak tertampung. \"Semuanya sudah terdata kok dan warga kota masuk semua ke dalam shelter,\" ujar Jupri, kepada Radar Cirebon. Kalaupun ada yang mengaku belum terdata, Jupri menduga, yang bersakutan warga kabupaten tapi saat diwawancara mengaku warga kota. Apalagi Stadion Bima lokasinya berbatasan dengan Desa Kalikoa, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon. Tapi dia mengakui, PKL yang terdata tidak semuanya tertampung dalam shelter. Sebab, dari data 80 orang kemudian yang masuk dalam shelter baru 65 PKL. Hal itu terjadi karena keterbatasan lahan dan anggaran. Sisanya masih menunggu kemungkinan direlokasi ke tempat lain. \"Yang belum tertampung masih kita pikirkan akan direlokasi ke mana,\" katanya. Bagi Jupri yang terpenrting saat ini PKL tertampung dan bisa berjualan di Komplek Stadion Bima, tanpa harus menganggu estetika. Sebab, Stadion Bima sedang ditata sehingga PKL yang berjualan tidak semarang berjualan. Sementara temuan koran ini, Ida (43) mengaku belum mendapatkan jatah lapak di shelter. Meski diwajibkan membongkar lapak dagang yang ia tempati selama 13 tahun, ia justru luput dari pendataan. \"Padahal saya ini sudah jualan di sini sebelum ada forum,” katanya. Menurut dia, PKL yang mendapat jatah di shelter ialah mereka yang tergusur saat pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON). Warga Gunungsari itu kebingungan karena belum memiliki tempat berjualan. Di sisi lain, dia juga lega dengan penertiban itu. Mengingat lapak dagangnya kerap dijadikan tempat mojok muda-mudi. Dia jadi merasa bersalah dan menyadari, usahanya seperti menyediakan tempat untuk berdua-duaan. Namun ia juga masih berharap ada keadilan. Terutama mendapatkan jatah di lapak shelter. \"Yang kaya saya ini gimana? Intinya saya minta ada keadilan dari pemerintah. Bagaimana nasib orang kecil seperti saya ini nantinya,\" paparnya. Kebalikannya, Fatkana (40) yang mengaku warga Desa Megu, Kecamatan Plered justru mendapat tempat di shelter. Hampir selama 10 tahun Fatkana berjualan minuman dingin dan mi instan di kawasan Bima. Dia kini tengah bersiap menempati lapak baru di shelter dan berharap dagangannya bisa laku seperti dulu. (abd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: