Yusril Ringankan Hartati Murdaya

Yusril Ringankan Hartati Murdaya

Sebut Sumbangan Pilkada Bukan Suap JAKARTA - Sidang lanjutan kasus suap Rp3 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu dengan terdakwa Direktur PT Hardaya Inti Plantations (HIP) Hartati Murdaya kembali dilaksanakan. Dalam sidang di Pengadilan Tipikor kemarin (7/1), mantan Menkeh Yusril Ihza Mahendra dihadirkan sebagai saksi ahli. Dalam kesaksiannya, Yusril menilai sumbangan kepada peserta pilkada tidak serta-merta berkategori suap. Termasuk, pemberian kepada calon incumbent. Dia beralasan bahwa dalam pasal 83 UU No 32/2004 tentang Pemda disebutkan, seseorang yang telah ditetapkan KPU sebagai calon bupati (cabup) berhak meminta atau menerima sumbangan dari pribadi atau badan usaha yang besarnya sesuai dengan ketentuan. \"Kalau incumbent telah ditetapkan menjadi calon bupati dan menerima sumbangan, artinya sumbangan itu diberikan untuk pribadi calon. Sebab, yang bersangkutan sudah ditetapkan sebagai calon (peserta) pilkada dan sah menerima sumbangan sesuai dengan aturan,\" kata Yusril dalam kesaksiannya kemarin. Pakar hukum tata negara itu menilai, sepanjang telah ditetapkan sebagai calon peserta pemilu sesuai dengan pasal 83, cabup bisa meminta atau mendapat sumbangan dari masyarakat. Karena itu, bila yang dimintai sumbangan pengusaha dan calon yang meminta kebetulan berstatus penyelenggara negara, posisi pengusaha serbasalah. Dalam pasal 83 ayat 3 disebutkan, sumbangan dana kampanye pilkada dari perseorangan dilarang melebihi Rp50 juta dan sumbangan dari badan hukum swasta dilarang melebihi Rp350 juta. Bila ada seseorang yang menyumbang melebihi ketentuan, pria yang kini berprofesi sebagai pengacara tersebut menilai tidak tepat penyidik menerapkan ketentuan UU Tindak Pidana Korupsi. Penyidik seharusnya menerapkan pasal pelanggaran aturan besaran sumbangan dalam UU Pilkada, bukan pidana suap atau korupsi. \"Kalau pengusaha ditangkapi, perusahaan-perusahaan bisa bangkrut karena tidak terurus. Kalau perusahaan hancur, pengangguran terjadi, negara tidak mendapat pajak, keresahan terjadi di daerah, maling menjadi-jadi. Menegakkan hukum harus bijaksana, jangan satu pengusaha ditangkap, sepuluh ribu karyawan kehilangan pekerjaan,\" kata Yusril setelah sidang. Sebelumnya, jaksa KPK mendakwa Hartati menyuap Amran Rp3 miliar. Menurut jaksa, suap tersebut diberikan untuk mendapat surat izin usaha perkebunan (IUP) dan hak guna usaha (HGU) lahan seluas 4.500 hektare dan sisa lahan 75.090 hektare yang masuk dalam izin usaha, tetapi belum memiliki HGU. Amran adalah calon incumbent dalam Pilbup Buol. Secara terpisah, Wakil Ketua Fraksi Demokrat Sutan Bhatoegana mengakui sistem pilkada langsung saat ini membutuhkan biaya politik tinggi, sehingga kandidat harus memiliki modal besar. Karena itu, Sutan menilai sudah saatnya sistem pilkada diubah agar lebih sederhana dan memberikan manfaat bagi rakyat, pelaku ekonomi, dan para pemangku kepentingan. Sutan menyatakan, posisi pengusaha seperti Hartati sangat dilematis. Sebagai pengusaha, dia didesak untuk menyediakan dana politik bagi bupati yang hendak maju lagi dalam pilkada. Bila permintaan itu tidak dipenuhi, bisnisnya akan terdampak sehingga berpengaruh pada kelangsungan hidup pekerjanya. \"Memang serbasulit kalau pengusaha dimintai sumbangan incumbent,\" jelasnya. (dim/c7/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: