Soal Bawaslu Atur Materi Khotbah, Bisa Perkeruh Situasi

Soal Bawaslu Atur Materi Khotbah, Bisa Perkeruh Situasi

JAKARTA - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) berencana membuat aturan soal materi dakwah/khotbah. Ini terkait dengan penyelenggaraan Pilkada 2018, Pemilu dan Pilpres 2019. Tujuannya, agar ceramah agama tak menyinggung SARA. Bagaimana reaksi politisi? Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Taufik Kurniawan, menilai adanya pengaturan materi khotbah saat kampanye masih belum tepat. Sebab, bila hal itu ditekniskan maka akan sangat sensitif dan bisa semakin memanaskan situasi. \"Bawaslu sebaiknya lebih banyak merujuk pada ketentuan peraturan yang berlaku. Misalnya, bekerja sama dengan aparat yang terkait, yaitu kepolisian,\" kata Taufik di Gedung DPR Jakarta, Senin (12/2). Menurut Taufik, terkait SARA dan black campaign sudah ada aturannya. Jadi, tidak usah bikin aturan baru. \"Lebih efisien kalau bisa ditindaklanjuti di kejaksaan, secara institusi bersama penegak hukum,\" tuturnya. Senada dengan Taufik, Wakil Ketua Dewan Pakar Golkar, Mahyudin, menilai bila hal itu tidak tepat. “Kementerian agama dulu juga pernah mau mengeluarkan sertifikasi para pendakwah. Hasilnya, banyak yang menentang. Akhirnya, kan nggak jadi. Kalau sekarang Bawaslu hendak mengatur materi khotbah, saya kira kurang pas,” ujar Mahyudin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/2). Menurut Mahyudin, semestinya Bawaslu melakukan pengawasan di tempat-tempat ibadah, agar tidak dijadikan ajang kampanye. “Justru ada baiknya mereka mengawasi tempat ibadah seperti gereja, masjid, agar tidak dijadikan ajang kampanye bagi calon-calon peserta pilkada. Jadi, saya kira silakan Bawaslu untuk mengawasi. Bukan hanya khotbah Jumat, tapi khotbah-khotbah di rumah ibadah seperti gereja juga harus diawasin. Tapi kalau untuk mengatur secara detail, saya kira belum pas,” jelasnya. Secara terpisah anggota Komisi II DPR RI, Ace Hasan Syadzili, meminta Bawaslu segera mengklarifikasi pada masyarakat, serta berkoordinasi dengan pihak terkait mengenai isu keagamaan itu. Misalnya dengan NU, Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan juga dengan Kemenag, agar tidak menimbulkan penafsiran berbeda. \"Saya kira perlu klarifikasi yang lebih detail dari pihak Bawaslu tentang pengaturan pedoman khotbah itu,\" katanya. Selain itu, Ace juga akan minta klarifikasi pada KPU, terkait batasan-batasan SARA. \"Misalnya, kalau dilihat dari perspektif agama, umat Islam atau pemuka agama Islam menyampaikan ajaran agamanya tentang memilih pemimpin. Apakah itu dianggap sebagai politisasi SARA atau bukan? Kan itu harus ada batasannya yang jelas. Kalau misalnya masih dalam koridor-koridor kita harus memilih pemimpin yang bersih, kita harus memilih pemimpin yang baik dan amanah, saya kira masih dalam konteks yang bisa diterima,\" jelasnya. Legislator Dapil Banten ini menambahkan, yang jadi permasalahan bila menjelek-jelekkan pasangan atau calon tertentu di dalam masjid. \"Nah itu kan tidak boleh. Karena masjid bukan tempat untuk kampanye. Kalau dari segi aturan, itu jelas tidak boleh,\" tutupnya. (bis)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: