Menag Minta Umat Tidak Terprovokasi Sejumlah Kasus Kekerasan Simbol Agama

Menag Minta Umat Tidak Terprovokasi Sejumlah Kasus Kekerasan Simbol Agama

POLRI harus bergerak cepat mengungkap serangan oleh pria bernama Suliono di Gereja Katolik Santa Lidwina Jogjakarta kemarin (11/2). Tidak hanya melukai Pastor Karl Edmund Prier SJ dan beberapa jemaat, aksi brutal itu juga bisa mencederai kerukunan umat beragama di tanah air. Kejadian di Sleman, Jogjakarta, itu berdekatan dengan serangkaian kekerasan kepada tokoh agama lainnya. KH Umar Basri, pengasuh Ponpes Al Hidayah Cicalengka, pada 27 Januari lalu dianiaya seseorang bernama Asep setelah menunaikan salat Subuh. Beberapa hari kemudian, Ustad Prawoto, komandan Brigade PP Persis, meninggal setelah dianiaya Asep Maftuh. Berselang sepekan, 7 Februari, Biksu Mulyanto Nurhalim mengalami persekusi oleh warga Kampung Kebon Baru, Desa Babat, Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang. Mulyanto dan umatnya dilarang beribadah oleh beberapa warga. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berharap Polri segera mengungkap rangkaian kekerasan terhadap simbol agama itu. Bukan hanya kekerasan yang terjadi di Sleman, tapi juga aksi-aksi sebelumnya. Dia menegaskan, aksi penyerangan kepada pemuka agama, apalagi dilakukan di rumah ibadah, tidak bisa dibenarkan atas dasar alasan apa pun. “Umat dapat saling menahan diri dan tidak terprovokasi untuk melakukan tindakan main hakim sendiri,” tuturnya kemarin. Dia juga mengajak masyarakat meningkatkan kewaspadaan dalam mengamankan rumah ibadah dan pemuka agama. Utamanya saat kegiatan keagamaan sedang berlangsung. Sementara itu, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafi’i Maarif mengecam keras serangan tersebut. Sosok yang akrab disapa Buya Syafi’i itu kemarin mendatangi Gereja Katolik Santa Lidwina untuk memberikan dukungan moral. Buya begitu kaget atas insiden tersebut. Sebab, lokasi gereja tempat peristiwa itu terjadi tidak jauh dari tempat tinggalnya. Selama tinggal di wilayah tersebut, Syafi’i tak pernah mendengar tindakan anarkistis separah itu. “Kok di sini itu lho, motifnya apa? Selama ini tidak pernah ada persoalan, baik lingkup umum maupun antarumat beragama,” paparnya. Syafi’i menilai aksi penyerangan tersebut sebagai bentuk terorisme. Aksi Suliono telah mencederai semangat Bhinneka Tunggal Ika. “Tindakannya (Suliono, red) biadab dan tidak bisa dimaafkan,” kecamnya. Anggota Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden untuk Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) Romo Antonius Benny Susetyo meminta masyarakat, khususnya umat Katolik, tidak terprovokasi atas aksi tersebut. “Umat beragama tidak boleh terpancing. Percayakan kepada pihak kepolisian,” tuturnya. Karena itu, Romo Benny berharap polisi bisa mengusut kasus tersebut. Bukan hanya yang terjadi di Gereja Santa Lidwina, tapi juga semua kasus yang berentetan itu. “Harus dicari akar masalahnya apa,” tuntutnya. Benny menilai rentetan kasus yang belakangan terjadi sangat ganjil. Pasalnya, selama ini relasi yang terjalin di antara umat beragama terbilang sudah cukup harmonis. Tak terkecuali di lingkungan Gereja Santa Lidwina. “Selama ini relasi tidak ada masalah. Jadi, mungkin ada faktor lain. Kita harap Polri akan mengungkap itu,” imbuhnya. Sementara itu, Romo Prier, sapaan Pastor Karl Edmund Prier, sampai tadi malam masih harus dirawat di RS Panti Rapih Jogja. Beberapa tokoh di Jogjakarta, termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X, menjenguknya. Dia mengalami luka cukup parah pada bagian belakang kepala. Romo Madya Utama, rekan Romo Prier, menyatakan bahwa kondisi koleganya makin baik. “Batok (tempurung) kepala belakangnya ada yang gempil kena sabetan, tapi bisa dioperasi,” katanya kepada Radar Jogja (Radar Cirebon Group). “Romo Prier dalam kondisi sadar dan bisa berbincang dengan ceria seperti biasa,” lanjutnya. Ketua Gereja Katolik Santa Lidwina Y.N. Sukatno turut menyaksikan langsung serangan Suliono. Saat itu misa hendak dimulai sekitar pukul 07.30. Seusai prosesi kemuliaan, tiba-tiba terdengar suara gaduh dari arah belakang, tepatnya di pintu barat gereja. Kapolres Sleman AKBP M. Firman Lukmanul Hakim menjelaskan, korban pertama yang kena sabetan pedang Suliono adalah Martinus Parmadi Subiantara yang hendak masuk gereja. Setelah membacok Parmadi, Suliono terus merangsek ke dalam dan membacok Budijono. Budijono kena bacok saat melindungi anaknya yang tengah bersama dirinya. Saat pembacokan itu pula sang ayah pasang badan untuk menyelamatkan anaknya tersebut. “Setelah masuk ke gereja melalui pintu barat, pelaku berjalan ke depan dan menyasar Romo Prier. Sempat merusak dua patung yang berada di mimbar,” jelas Firman. Agar pelaku tidak melarikan diri, seluruh pintu gereja ditutup. Suliono disudutkan di mimbar gereja. ”Hingga datanglah anggota Polsek Gamping Aiptu Munir. Peringatan lisan dahulu. Karena tidak digubris, lalu tembakan ke udara. Pelaku ternyata semakin nekat. Bahkan, Aiptu Munir sempat dibacok tangannya. Akhirnya dilumpuhkan kedua kakinya dengan timah panas,” paparnya. Apa motif pelaku? Firman menyatakan, saat ini penyidik masih melakukan pengembangan. Yang bisa dipastikan, pelaku bertindak sendirian. “Semua masih dalam penyelidikan. Baik jumlah pelaku, motif, termasuk apakah pelaku ini mengalami gangguan jiwa atau tidak. Kami tidak bisa berspekulasi, apalagi kondisi pelaku masih belum sadar,” jelasnya. Selain pedang sepanjang 40 cm, pelaku membawa sebuah tas. Di dalam tas itu ditemukan identitas atas nama Suliono, warga Krajan, RT 02 RW 01, Kandangan, Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur. Pria kelahiran 16 Maret 1995 itu berstatus mahasiswa. Di dalam tas tersebut juga ditemukan dokumen imigrasi. Diduga, pelaku akan membuat paspor untuk kepentingan pergi ke luar negeri. Data-data dalam dokumen imigrasi itu juga atas nama pelaku. “Tempat tinggal pelaku ini pindah-pindah,” ungkapnya. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto kemarin meninjau Gereja Santa Lidwina. Dia didampingi Kabareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto. Ari Dono meminta masyarakat tidak terpancing emosi menanggapi insiden tersebut. Kasus itu, tutur dia, sudah ditangani Polri sehingga jangan sampai ada yang menyimpulkan berdasar analisis masing-masing. “Jangan mengambil langkah yang gegabah,” tandasnya. Ari memastikan bahwa instansinya bakal menyelesaikan kasus tersebut. Khusus untuk mengungkap kasus di Sleman, Polri sudah meminta Polda Jogjakarta mengumpulkan seluruh organisasi kemasyarakatan (ormas). ”Untuk menginformasikan peristiwa apa yang sebenarnya terjadi,” ujarnya. (wan/lum/idr/syn/far/pra/dwi/JPR/c9/ang)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: