Komisi I DPR: Jangan Sampai Isu Asmat Dimanfaatkan Kepentingan Asing

Komisi I DPR: Jangan Sampai Isu Asmat Dimanfaatkan Kepentingan Asing

JAKARTA - Komisi I DPR RI meminta kepada pemerintah untuk mengantisipasi agar kasus kematian bayi gizi buruk seperti di Papua, tidak digunakan kepentingan asing melalui tangan kelompok separatis. Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi I, DPR RI Abdul Kharis Al-Masyhari, kemarin. Atas dasar basis aktual bahwa anggaran yang digelontorkan cukup besar untuk Papua, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menuturkan, ada baiknya pemerintah tidak hanya terfokus kepada bantuan sosial. Tetapi juga memerhatikan citra bangsa di hadapan dunia. \"Maka, jangan sampai sudut pemberitaan media yang salah nantinya digunakan kepentingan asing, yang tentunya dapat memiliki efek domino negatif bagi Indonesia,\" kata Kharis. Salah satu media nasional memberitakan bahwa tiap tahun terjadi kasus kematian bayi di Papua. Pada tahun 2015, 71 bayi di Kecamatan Mbuwa, Kabupaten Nduga, meninggal dunia akibat busung lapar. Kemudian, di tahun 2016, sebanyak 60 bayi meninggal di Kabupaten Deiyai. Menurut Kharis, peristiwa kematian bayi di Papua harus dicermati dengan seksama. Pasalnya, di tahun 2015, pemerintah pusat telah menyalurkan dana sosial sebesar Rp 761,65 miliar, untuk bidang kesehatan di Papua. Dana meningkat untuk tahun anggaran 2016 berjumlah Rp 1,4 triliun. Kalau anggaran di bidang kesehatan yang besar dan terus meningkat, seharusnya pelayanan kesehatan di Papua dapat berjalan dengan maksimal. Sehingga, apabila masih terdapat kasus kematian bayi, itu artinya birokrasi lokal Papua yang harus dievaluasi. Kementerian Luar Negeri, Badan Intelijen Negara (BIN), Tentara Nasional Indonesia (TNI), TVRI, dan RRI adalah mitra Komisi I. Semestinya berperan agar pesan kepada publik di dalam negeri juga konten diplomasi ke masyarakat Indonesia di luar negeri ataupun dunia internasional, tersampaikan secara tepat dan akurat. \"Sehingga bilamana ada negara tetangga atau sahabat yang jail atau iseng mengkritisi, Indonesia dapat menjawab secara gamblang tanpa terkesan memiliki kelemahan yang seakan tidak memiliki antisipasi sebelumnya,\" tuturnya. Kharis juga mengatakan, bahwa peristiwa ini harus disampaikan dengan hati-hati agar tidak disalahgunakan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Seperti kelompok-kelompok separatis Papua, baik yang beroperasi di luar negeri ataupun di dalam negeri. \"Peristiwa ini dapat digunakan secara politis bagi pihak-pihak yang ingin memisahkan Papua dari Indonesia. Untuk itu, masyarakat diharapkan memandang peristiwa ini dari berbagai sisi,\" harapnya. Berdasarkan data kesehatan dasar tahun 2008, persentasi gizi buruk di Papua berjumlah 7,1 persen. Tahun 2010 persentase tersebut menurun hingga berada di posisi 6,3 persen. Bahkan, di tahun 2016 persentase gizi buruk di Papua hanya berjumlah 3,2 persen. Walaupun masih ada kasus kematian bayi di Papua akibat gizi buruk, namun persentasenya semakin berkurang. Hal itu kemudian juga perlu digaris bawahi, mengingat pemerintah pusat juga terus berusaha memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat Papua. Pemerintah daerah juga harus mendukung upaya Pemerintah Pusat, melalui kinerja birokrasi yang maksimal. Kharis menambahkan, pemerintah pusat juga harus mengawasi programnya secara ketat. Tidak bisa hanya menyalurkan anggaran saja. Karena keberhasilan tidak hanya diukur dari anggaran yang dikeluarkan, tetapi juga dari hasil kegiatan tersebut. Supaya lebih berimbang dan tidak hanya menyalahkan pemerintah daerah. PERAN DAN KONTRIBUSI TNI Kontribusi TNI menanggulangi permasalahan di Asmat, Papua, yaitu dengan mengirimkan sejumlah tim personel yang tergabung dalam Satuan Tugas Kesehatan ke Provinsi Papua. Hal ini sebagai tindak lanjut dari kejadian luar biasa yang terjadi di Papua. Mereka ditugaskan memberikan bantuan kesehatan serta logistik berupa obat-obatan dan makanan untuk masyarakat di titik rawan. Komisi I mendukung penuh upaya TNI tersebut. Apalagi pengiriman Satgas Kesehatan TNI ini merupakan bagian dari operasi militer selain perang (OMSP). Menurut Kharis, bila diperlukan TNI bisa meminta dukungan politik dan anggaran dari Komisi I, demi optimalisasi misi tersebut. Kontribusi itu sekaligus sebagai upaya kehumasan TNI untuk memenangkan hati dan pikiran rakyat Papua. Bahwa TNI selalu bersama rakyat Papua dan membantu kesulitan mereka. Dengan begitu, harapannya gerakan separatis Papua akan semakin sempit ruang geraknya dalam memanfaatkan isu Asmat untuk tujuan politik mereka. (frn/adv)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: