2019, Target Indeks Keuangan Inklusif 75 Persen

2019, Target Indeks Keuangan Inklusif 75 Persen

CIREBON-Pemerintah secara nasional mencanangkan target Indeks Keuangan Inklusif (IKI) mencapai 75 persen pada 2019 mendatang. Berdasarkan data dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan Indonesia oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada 2016 lalu, hasil tingkat inklusi sebesar 67,8 persen. Kepala OJK Cirebon Muhamad Lutfi menjelaskan, inklusi keuangan bukan lagi menjadi target pihaknya semata. Pemerintah telah mencanangkan peningkatan inklusi keuangan melalui Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Di mana, salah satu pasalnya menyatakan tentang pembentukan Dewan Nasional Keuangan Inklusif yang diketuai langsung oleh Presiden RI, Wakil Ketua Harian Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, serta beranggotakan 13 kementerian/badan terkait. ”Didukung dengan strategi yang terarah, kami meyakini target inklusi keuangan sebesar 75 persen di tahun 2019 dapat tercapai,” ujar Lutfi. Data literasi keuangan sendiri dapat dilihat berdasarkan dua indikator survei. Dari survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan Indonesia oleh OJK yang diukur tiga tahunan, hasil yang didapat pada 2013 sebesar 59,7 persen. Lalu, di 2016 sebesar 67,8 persen. Sedangkan data dari survei Global Financial Index oleh World Bank, hasil tingkat inklusi 2011 sebesar 20 persen dan 2014 sebesar 36 persen. Untuk data 2017, belum dipublikasikan. Guna mencapai target inklusi keuangan mencapai 75 persen pada 2019, strategi yang dilakukan sudah ditetapkan di SNKI. Pada SNKI telah ditetapkan pilar, fondasi, indikator, dan mekanisme koordinasi antarlembaga. ”Serta yang tidak kalah penting adalah aksi keuangan inklusif yang menjadi pilar-pilar agar SNKI dapat diterapkan sampai level teknis,” jelasnya. Aksi keuangan inklusif juga merupakan strategi dan pedoman jangka menengah sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Hal tersebut meliputi edukasi keuangan, hak properti masyarakat, fasilitas intermediasi dan saluran distribusi keuangan, layanan keuangan pada sektor pemerintah, perlindungan konsumen, kebijakan dan regulasi yang kondusif, infrastruktur dan teknologi keuangan yang mendukung, serta organisasi dan implementasi yang efektif. Saat ini, salah satu tantangan utama program inklusi keuangan adalah maraknya penawaran investasi yang berujung pada penipuan atau dikenal dengan investasi bodong. Investasi tersebut yang membuat mindset masyarakat menuju pada arah yang keliru tentang sebuah produk keuangan. \"Setiap produk keuangan pasti memiliki fitur manfaat, risiko, biaya, hak, dan kewajiban. Pada investasi bodong yang ditonjolkan hanya manfaat dan hak bagi pemegang produk tersebut, ditambah lagi tidak ada regulator yang megawasi dan melindungi produk tersebut,\" paparnya. (swn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: