Ciayumajakuning, Kantong Peredaran Rokok Ilegal

Ciayumajakuning, Kantong Peredaran Rokok Ilegal

PADA tahun 2016 penerimaan cukai mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2015. Walaupun pada tahun 2017 mengalami kenaikan, namun fenomena menurunnya penerimaan cukai ini menarik untuk dicermati. Berdasarkan pengumpulan informasi dari para pelaku usaha rokok, penyebabnya  diantaranya adalah kendala pemasaran produk rokok yang legal. Penyebabnya, serbuan rokok ilegal yang beredar di pasaran. Hasil survei yang dilaksanakan Universitas Gadjah Mada (UGM) memunculkan data bahwa pada tahun 2016 kebocoran cukai (excise loss) sekitar 12 persen dari total penerimaan negara di bidang cukai. Jadi atas penerimaan cukai tahun 2016 yang sebesar Rp143 Triliun, excise loss sekitar Rp 17 Triliun. Survei UGM ini dilakukan secara rutin dari tahun 2010 sampai dengan 2016. Menanggapi hasil survei itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan, Pemerintah Indonesia harus mampu menekan peredaran rokok ilegal ini sampai dengan 6 persen atau lebih kecil lagi pada tahun ini. Mengapa pemerintah begitu concern dengan masalah ini? Penerimaan cukai menyumbang sekitar 27 persen dari penerimaan pajak negara. ROKOK ILEGAL DAN DILEMATIKANYA DI WILAYAH CIAYUMAJAKUNING Rokok ilegal adalah rokok yang tidak dilekati pita cukai, atau dilekati pita cukai palsu, atau dilekati pita cukai yang tidak sesuai dengan jenis rokoknya ataupun bukan untuk perusahaan rokok yang tertulis pada pita cukai (yang memesan pita cukai)dan/atau rokok yang dilekati pita cukai bekas. Keberadaan rokok ilegal ini masih menjadi permasalahan yang serius karena supply and demand–nya masih tinggi. Usaha keras penegakan hukum berupa operasi pasar yang telah dilaksanakan Bea dan Cukai saat ini masih belum mampu menghapus peredaran rokok ilegal. Kantong-kantong supplier dan kantong-kantong demand/peredaran rokok ilegal ibarat sebuah balon. Apabila dipencet salah satu ujungnya, isi udara di dalamnya akan berpindah menggelumbung ke ujung lainnya. Salah satu kantong peredaran rokok ilegal tersebut adalah wilayah Cirebon,Indramayu, Majalengka dan Kuningan (Ciayumajakuning). Sebaran peredaran rokok ilegal ini dapat berada di wilayah pesisir, wilayah tengah hingga di dataran tinggi. Harga yang murah menjadi daya tarik bagi konsumen, walaupun kualitas tidak terjamin, atau bahkan dibuat dengan menggunakan bahan yang sangat membahayakan kesehatan. UPAYA MEMBERANTAS ROKOK ILEGAL DI CIAYUMAJAKUNING Kantor Bea dan Cukai Cirebon telah giat memberantas peredaran rokok ilegal ini. Tahun 2016 Kantor Bea dan Cukai Cirebon telah melaksanakan penindakan dan menerbitkan 39 Surat Bukti Penindakan atas illegal. Sedangkan pada tahun 2017 Kantor Bea dan Cukai Cirebon melaksanakan penindakan dan menerbitkan 66 Surat Bukti Penindakan. Dari jumlah tersebut, beberapa pelakunya telah divonis pengadilan. Menurut pendapat penulis, dengan wilayah yang sangat luas tentunya tidak mungkin Bea dan Cukai Cirebon dapat menjangkau seluruh pelosok wilayah Ciayumajakuning untuk melaksanakan penegakan hukum kepada para pengedar rokok ilegal. Upaya pemberantasan peredaran rokok ilegal di wilayah Ciayumajakuning ini perlu keterlibatan Pemerintah Daerah Ciayumajakuning secara aktif. Pemerintah daerah mempunyai kewajiban ikut menjaga wilayahnya dari serbuan rokok ilegal. Namun, berdasarkan data dari masing-masing pemerintah daerah, upaya yang telah dilaksanakan masih sangat minim, bahkan beberapa pemerintah daerah malah tidak ada kegiatan operasi pasar rokok ilegal sama sekali. DBHCHT DAN PAJAK ROKOK UNTUK MEMBERANTAS ROKOK ILEGAL Sudah sekitar sepuluh tahun terakhir pemerintah pusat menggelontorkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dan sudah sekitar lima tahun ini pajak rokok juga telah mengalir ke pemerintah daerah. Dana ini digunakan untuk pemberantasan barang kena cukai ilegal yang didalamnya termasuk rokok ilegal serta melaksanakan sosialisasi peraturan cukai dan kampanye anti rokok ilegal. DBHCHT adalah sebuah mekanisme transfer dana dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang diatur dalam UU 39/2007 tentang perubahan atas UU 11/1995. DBHCHT merupakan specific grant yang penggunaannya sudah ditentukan dalam peraturan oleh Menteri Keuangan RI. Sedangkan pajak rokok telah diatur dalam UU 28/2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Bagi daerah yang menghasilkan cukai/terdapat pabrik rokok atau memiliki pertanian tembakau, diberikan DBHCHT yang nilainya sebesar 2 persen dari total penerimaan cukai nasional. Dana tersebut diserahkan kepada pemerintah provinsi untuk selanjutnya didistribusikan secara berimbang kepada masing-masing pemerintah daerah kabupaten/kota di bawahnya. Petunjuk pelaksanaan penggunaan DBHCHT tersebut selanjutnya diatur dengan peraturan Menteri Keuangan sebagaimana terakhir diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan 222/PMK.07/2017. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 222/PMK.07/2017 diatur 5 kegiatan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah dengan menggunakan DBHCHT, yaitu; Peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan cukai; dan pemberantasan barang kena cukai ilegal. Dalam melaksanakan kegiatan sosialisasi ketentuan cukai, pemerintah daerah harus berkoordinasi dengan bea dan cukai. Sedangkan untuk kegiatan pemberantasan rokok ilegal, pemerintah daerah selain harus berkoordinasi dengan bea dan cukaijuga harus bekerja bersama dalam pelaksanaannya. Sedangkan pajak rokok diberikan kepada pemerintah daerah diatur dalam UU 28/2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Pajak rokok dipungut bersamaan dengan pemungutan cukai, yang disetor langsung ke rekening kas umum daerah provinsi. Tarif pajak rokok adalah sebesar 10 persen dari cukai rokok. Penggunaan pajak rokok ini ditetapkan dalam UU 28/2009 ini adalah 50 persen untuk mendanai layanan kesehatan dan pemberantasan peredaran rokok ilegal (penjelasan Pasal 31 UU 28/2009). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan 47/PMK.07/2016, DBHCHT total untuk wilayah Ciayumajakuning tahun 2016 adalah sebesar Rp27,6 Miliar. Sedangkan pada tahun 2017 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.07/2017 adalah sebesar Rp28,6 miliar. Mencermati alokasi DBHCHT yang diberikan untuk pemerintah daerah di wilayah Ciayumajakuning pada dua tahun terakhir sebagaimana tersebut di atas, kemungkinan DBHCHT yang akan diterima oleh pemerintah daerah di wilayah Ciayumajakuning pada tahun 2018 akan meningkat dari tahun sebelumnya. Berbekal data tahun 2016-2017 serta asumsi kenaikan DBHCHT pada tahun 2018 tersebut, seyogyanya pemerintah daerah di wilayah Ciayumajakuning dapat melaksanakan operasi pemberantasan rokok ilegal, sosialisasi peraturan cukai dan kampanye anti rokok ilegal secara maksimal dengan menggunakan DBHCHT. Apalagi masih ada dana dari pajak rokok yang dapat digunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan dimaksud. SINERGI ANTAR INSTANSI UNTUK MEMPEROLAH HASIL MAKSIMAL Bentuk operasi pemberantasan rokok ilegalyang seyogyanya dapat dilaksanakan oleh masing-masing pemerintah daerah di wilayah Ciayumajakuning adalah berupa pengumpulan informasi. Hasil dari pengumpulan informasi ini selanjutnya segera disampaikan ke kantor Bea dan Cukai Cirebon untuk segera ditindaklanjuti dengan pengolahan informasi, perencanaan serta pelaksanaan kegiatan penegakan hukum oleh instansi Bea dan Cukai. Data yang dimiliki oleh penulis adalah bahwa sampai dengan akhir tahun 2017, pemerintah daerah di wilayah Ciayumajakuning yang telah melaksanakan operasi pemberantasan rokok ilegal menggunakan DBHCHT adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon, sejumlah satu kali pada tahun 2016 dan satu kali pada tahun 2017. Sedangkan kegiatan sosialisasi tentang ketentuan cukai oleh pemerintah daerah dapat dikatakan belum ada sama sekali. Untuk diketahui bersama, kegiatan sosialisasi cukai dan kampanye anti rokok  illegal ini sebenarnya dapatditujukan kepada para pelaku usaha rokok (pemilik kios/toko rokok), pihak Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar maupun masyarakat secara langsung. Sebagai penutup, penulis ingin mengingatkan bahwa baik operasi pemberantasan rokok ilegal maupun sosialisasi peraturan cukai/kampanye anti rokok ilegal ini dapat dilakukan oleh masing-masing pemerintah daerah di wilayah Ciayumajakuning dengan bersinergi bersamainstansi lain yang terkait. Dengan melakukan sinergi antar instansi tentunya jangkauan operasi dan kampanye anti rokok ilegal akan lebih luas dan masif. Bentuk sinergi ini mungkin dapat diawali dengan melakukan rapat koordinasi, yang ditindaklanjuti dengan menyusun MoU, membentuk Satgas Bersama/Posko Operasi bersama, dan mendayagunakan call centre yang terbentuk sebagai sarana komunikasi antar instansi terkait.Hasil yang diharapkan tentunya adalah lebih maksimal dan dapat menekan peredaran rokok ilegal di wilayah Ciayumajakuning serendah mungkin sebagaimana target yang diberikan oleh menteri keuangan. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 222/PMK.07/2017, kegiatan pemberantasan barang kena cukai ilegal ini (termasuk didalamnya rokok ilegal), wajib dilaksanakan minimal dua kali dalam satu tahun. Mari kita segera bersama-sama perangi rokok ilegal. Ingat, Ciayumajakuning adalah salah satu kantong peredaran rokok ilegal. (*) *Penulis adalah Kasubsi Penyuluhan dan Layanan Informasi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean C Cirebon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: