KPU Batal Buka-bukaan

KPU Batal Buka-bukaan

DKPP Hanya Dengarkan Saksi Pelapor JAKARTA- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Cirebon, batal “buka-bukaan” dalam sidang kedua di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Agenda sidang yang sebelumnya akan menghadirkan saksi dari terlapor, dibatalkan dan hanya menghadirkan keterangan dari saksi pelapor dan saksi ahli. Dalam sidang tersebut, KPU kembali dicecar soal kebijakannya mengeluarkan tanda terima sementara saat pendaftaran calon wali kota. Anggota KPU, Dita Hudayani SH mengatakan, persidangan baru mendengarkan kesaksian dari pengadu saja, yakni dua orang saksi dan satu orang saksi ahli. “Saksi dari kami (KPU, red) belum sempat diminta keterangan karena waktunya habis, karena sudah menunggu jadwal  sidang selanjutnya. Jadi belum ada hasilnya,” ujar dia, kepada Radar, Selasa (22/1). Sebelumnya, sumber Radar di internal KPU mengungkapkan, komisioner KPU yang menjadi terlapor dalam perkara tersebut akan membuka semua bukti-bukti yang dimiliki untuk “menelanjangi” LSM Komunal. Termasuk, soal pengajuan proposal dari LSM Komunal ke KPU yang tidak disetujui. Sayangnya, karena keterbatasan waktu, majelis DKPP hanya mendengarkan keterangan saksi yang diusulkan dari Komunal, terdiri dari dari, H Budi Permadi (Koalisi Rakyat Menggugat), Budi Santoso (Koordinator Komunal wilayah III Cirebon) dan saksi ahli DR Sugianto, SH MH (Akademisi IAIN Syekh Nurjati). Saksi-saksi memberikan keterangan mengenai kronologi dikeluarkannya surat tanda penerimaan sementara terhadap pasangan Bakal Calon Wali kota, H Basirun-Drs Suryaman (BS). Budi Santoso mengungkapkan, kejanggalan berawal dari munculnya berita di media massa tentang dukungan parpol kepada dua pasangan balon, kejanggalan tersebut ditindaklanjuti melalui kajian focus group discussion yang juga mengundang Ketua KPU Kota Cirebon Didi Nursidi, Ketua Panwaslu Kota Cirebon H Wasikin, Pakar Hukum Cirebon DR Sugianto SH MH, dan mantan Ketua KPU Kota Cirebon H Darumakka. Tetapi, yang hadir saat itu, hanya Didi Nursidi dan Darumakka. Bahkan, keduanya sempat bersitegang dalam forum tersebut. Dalam forum diskusi itu, ketua KPU tidak dapat menjawab terkait kebijakannya mengeluarkan surat penerimaan sementara pasangan balon dan munculnya dukungan ganda parpol. Masih dalam kesaksian Budi, Komunal pascaforum diskusi 1 Desember 2012, mengajukan permohonan mendapatkan data terkait dengan dukungan parpol pada pasangan Ayi Nadjib-Azrul Zuniarto, serta regulasi yang telah dikeluarkan KPU Kota Cirebon. “Kami tidak mendapatkan jawaban, baik secara lisan maupun tulisan, sehingga Komunal mengirimkan surat keberatan kepada Komisi Informasi Kota Cirebon,” tegasnya. Sementara itu, H Budi Permadi, dalam kesaksiannya menyatakan, apa yang dilakukan oleh KPU Kota Cirebon dengan menerbitkan surat penerimaan sementara, telah membuat kegoncangan politik. “Jelas ini pelanggaran etika penyelenggara pilkada. KPU tidak profesional, tidak tegas dan tidak adil jika begitu,” kata mantan anggota DPRD Fraksi PDIP. Saksi Ahli, DR Sugianto SH MH dalam kesaksiannya mengungkapkan, dalam aturan hukum, belum pernah ditemukan peraturan tertulis mengenai pendaftaran sementara atau surat penerimaan sementara, baik itu dalam PKPU No 9/2012, maupun dalam perundangan yang lain. KPU, kata Sugianto, tidak tegas, sedangkan diskresi yang diambil oleh ketua KPU, sangat tidak beralasan. Sugianto menganggap, kondisi Kota Cirebon aman terkendali sehingga tidak patut ketua KPU mengeluarkan diskresi. Sementara itu, Hery Susanto selaku pelapor menyatakan, dengan telah ditetapkan pasangan Anyar sebagai cawalkot, KPUD melalui terlapor sudah mengabaikan peraturan perundang-undangan yang berlaku, di antaranya, membuat kebijakan pendaftaran ataupun tanda terima sementara kepada bacawalkot yang mendapatkan dukungan ganda dari gabungan parpol, hal ini merupakan bentuk tidak tegasnya KPU sebagai penyelenggara pilwalkot. KPU, telah membuat penafsiran hukum yang berlebihan, bahkan salah arah dalam tahapan pencalonan, sehingga menimbulkan masalah hukum, hal ini tidak menunjukkan tindakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu yang sesuai dengan yurisdiksinya. “Menerima dukungan ganda dari gabungan parpol untuk kedua pasangan calon yang berbeda. Menyatakan pendaftaran sementara, menerapkan tafsir hukum yang salah arah dan kebablasan dalam pelaksanaan teknis tahapan pilkada. Membatalkan pasangan yang satu namun meloloskan pasangan calon lainnya yang mendapatkan dukungan ganda dari gabungan parpol tertentu hingga disahkan sebagai pasangan calon pilkada, hal ini tidak menunjukkan tindakan dalam rangka penyelenggaraan pemilu dan menaati prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan,” bebernya. (abd)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: