Kung Tang Hwee Koan, Serikat Buruh Pertama Indonesia, Rayakan May Day

Kung Tang Hwee Koan, Serikat Buruh Pertama Indonesia, Rayakan May Day

Satu Abad lalu, saat itu Indonesia bernama Hindia-Belanda, peringatan hari buruh sedunia pertama kali berlangsung di Surabaya, pada 1 Mei 1918. Aksi ini diorganisir oleh serikat buruh kaum Tionghoa, Kung Tang Hwee Koan.  Sneevliet bersama Bars waktu itu menghadiri perayaan hari buruh tersebut, dan menyampaikan beberapa pesan ISDV. Meski seruan aksi disebar luas, tetapi kendala bahasa menyebabkan sangat sedikit yang bergabung dalam aksi ini. Kebanyakan yang hadir adalah orang Tionghoa dan Eropa. Hampir tidak ada orang Indonesia. Pada 10 Mei 1918, Sneevliet menulis artikel dalam Het Vrije Woord berjudul \"Onze eerste 1 Mei-viering\" (Perayaan Satu Mei Pertama Kita). Artikel ini tentang kekecewaannya pada perayaan hari buruh yang digelar Kung Tang Hwee Koan, pada awal bulan Mei di Surabaya. Dia kecewa sebab yang hadir pada perayaan itu cuma orang-orang Belanda, padahal ajakan mengikuti perayaan itu telah dia publikasikan sebelumnya dalam suratkabar tersebut. Kung Tang Hwee Koan, sesungguhnya berkantor pusat di Shanghai, namun anggota buruhnya memiliki ratusan anggota di Kota Surabaya. Tahun 1919-1920, muncul keresahan buruh pabrik gula yang meluas di Jawa. Situasi itu yang mendorong lahirnya serikat buruh yang berafiliasi ke Sarekat Islam, Personeel Fabrieks Bond (PFB), yang memimpin pemogokan. Pimpinan PFB, Suryopranoto, mendapat julukan “Raja Mogok”. Tidak heran, pada peringatan Hari Buruh Sedunia tahun 1921, Sarekat Islam turut menyelenggarakan Rapat Umum (vergadering). Ketua SI, Tjokroaminoto, tampil di podium untuk menyampaikan pidato. Tahun 1923, peringatan Hari Buruh Sedunia bersamaan dengan keputusan aliansi gerakan buruh kiri, PVH (Persatuan Vakbond Hindia), untuk menyelenggarakan pemogokan umum. Isu yang diangkat adalah soal kenaikan upah dan tuntutan 8 jam kerja sehari. Pemogokan ini berlangsung berhari-hari. Hingga pada 8 Mei, pemerintah Belanda menangkap Ketua Partai Komunis Hindia, Semaun. Ia menyampaikan kepada sebuah rapat umum VSTP (serikat buruh kereta api) di Semarang untuk melancarkan pemogokan umum. Dalam selebaran pemogokan yang disebarkan VSTV, isu utama yang diangkat mencakup: jam kerja 8 jam, penundaan penghapusan bonus sampai janji kenaikan gaji dipenuhi, penanganan perselisihan ditangani oleh satu badan arbitrase independen, dan pelarangan PHK tanpa alasan. Tahun 1924, peringatan Hari Buruh berlangsung besar-besaran di Semarang. Gambar Lenin, Marx, Liebknecht, Rosa Luxemburg, Trotsky, Sun Yat Sen, Semaun dan Tan Malaka, muncul di tengah-tengah massa aksi. Pada tahun 1925 dan 1926, seiring dengan kuatnya isu pemberontakan kaum komunis pada peringatan hari Buruh Sedunia, pemerintah kolonial sudah menyiapkan langkah-langkah reaktif.  Pada saat itu, cerita mengenai rencana pemberontakan sudah menyebar dari mulut ke mulut, maka banyak pihak yang menduga peringatan Hari Buruh Internasional sebagai momen pecahnya pemberontakan. Menurut Ruth T McVey dalam bukunya Kemunculan Komunisme Indonesia, penguasa kolonial Belanda sangat mempercayai gosip itu dan sudah mempersiapkan langkah antisipasi, maka pemimpin PKI memutuskan untuk tidak menyelenggarakan peringatan 1 Mei demi mencegah penangkapan kader-kader yang tenaganya amat dibutuhkan. Untuk mencegah konfrontasi langsung sekaligus menghindari penangkapan kader-kader partai menjelang pelaksanaan Keputusan Prambanan, PKI memerintahkan cabang-cabangnya untuk tidak memperingati Hari Buruh Sedunia. Sejak pemberontakan yang gagal tahun 1926 dan 1927 di Jawa dan Sumatera, peringatan Hari Buruh Sedunia dilarang oleh pemerintah kolonial. Setelah Indonesia merdeka, peringatan Hari Buruh Sedunia kembali digelar. (wb)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: