Angka Pernikahan Dini di Indramayu Tinggi, 12 Tahun Minta Nikah

Angka Pernikahan Dini di Indramayu Tinggi, 12 Tahun Minta Nikah

Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974, batas usia perkawinan untuk calon pengantin perempuan minimal 16 tahun, dan laki-laki minimal 19 tahun. Namun kenyataannya, banyak anak (terutama perempuan) di Kabupaten Indramayu yang sudah menikah sebelum usianya menginjak 16 tahun. Mengapa? =========== KANTOR Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Indramayu setiap hari dipenuhi pengunjung. Selain ingin mengajukan gugatan cerai, ternyata banyak juga yang ingin megajukan dispensasi kawin bagi anak-anak di bawah umur. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan. Karena mereka tentunya belum siap dari sisi fisik, psikologi maupun ekonomi untuk masuk ke jenjang pernikahan. Alasan mereka yang mengajukan dispensasi pun bermacam-macam. Ada yang beralasan anak gadis mereka sudah hamil sebelum nikah. Ada juga yang malu, karena anak gadisnya sudah sering tidur bareng dengan pacarnya layaknya suami istri. “Yang memprihatinkan, jumlah yang mengajukan dispensasi kawin cukup banyak. Bahkan ada yang masih berusia 12 tahun tapi minta dispensasi kawin,” ungkap Engkung Kurniati Imron, hakim di Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu, Jumat (29/6). Data dari Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu, sepanjang tahun 2017 lalu terdapat 302 perkara dispensasi kawin yang dikabulkan majelis hakim. Tertinggi terjadi pada bulan Mei yang mencapai 60 perkara, dan terendah terjadi pada Desember yang mencapai 14 perkara. Sedangkan di bulan-bulan lainnya, rata-rata berkisar 26 perkara setiap bulannya. Sementara pada 2016, perkara dispensasi kawin yang diputus majelis hakim lebih banyak lagi, yaitu ada 350 kasus. Kasus tertinggi terjadi pada September dengan 47 kasus dan terendah pada Februari dengan 16 kasus. Untuk di bulan-bulan lainnya, rata-rata ada di kisaran 29 perkara per bulannya. Sedangkan perkara dispensasi kawin yang diputus pada 2018, hingga kini masih dilakukan penghitungan. Engkung Kurniati mengaku sangat prihatin dengan kondisi tersebut. Apalagi, tak sedikit dari pasangan  di bawah umur yang mengajukan dispensasi kawin itu telah melakukan hubungan badan layaknya suami istri. Bahkan ada juga yang sudah hamil terlebih dulu. “Ini tentu sangat memprihatinkan. Ini akibat pengawasan orangtua yang kurang, sehingga banyak yang terjerumus pergaulan bebas,” tuturnya. Menyikapi kondiai tersebut, Engkung Kurniati mengakui kalau sebagai majelis hakim mengalami dilema. Di satu sisi tidak setuju adanya pernikahan di bawah umum. Namun jika pengajuan dispensasi kawin itu tidak dikabulkan, dikhawatirkan anak-anak itu akan terus melakukan perzinahan. Dilema semakin besar ketika anak perempuannya sudah dalam kondisi hamil. Karena jika tidak dinikahkan secara resmi, maka bayi yang dilahirkannya tidak memiliki perlindungan dari segi hukum. “Jadi kami terpaksa mengabulkan dispensasi kawin, untuk kondisi yang sudah mendesak seperti tersebut di atas,” ujarnya. Ia menambahkan, selain karena pengawasan orang tua yang kurang, pernikahan dini juga terjadi karena kurangnya pendidikan. Dari data yang ada, anak-anak yang mengajukan dispensasi kawin itu rata-rata merupakan anak putus sekolah. “Mereka rata-rata putus sekolah, sementara tingkat pendidikan orang tua juga sangat rendah,” ujarnya. Ia juga berharap kepada pemerintah, khususnya Pemkab Indramayu agar bisa melakukan upaya nyata hingga tingkat desa untuk mengatasi masalah tersebut. Upaya yang dilakukan juga harus kongkret dan dibarengi dengan pengawasan yang serius. Di tempat terpisah, anggota DPRD Indramayu, Dalam SH KN, juga mengaku prihatin dengan kondisi tersebut. Menurutnya, kondisi itu terjadi akibat  masalah yang kompleks. Di antaranya adalah tingkat pendidikan yang memang masih rendah. Selain itu, juga belum berjalannya dengan baik Peraturan Daerah (Perda) Wajib Belajar Madsarah Diniyah di Kabupaten Indramayu. “Perda Wajib Belajar Madrasah Diniyah harus benar-benar ditegakkan. Selain akan membentengi siswa melaui pendidikan keagamaan, juga akan menambah kegiatan siswa, sehingga mereka tidak ada kesempatan untuk bermain-main yang tidak ada manfaatnya. Selain itu, pengawasan orang tua juga memegang peranan penting,” ujarnya. (Utoyo Prie Achdi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: