PKL Bima Menjamur, Satpol PPMenunggu Perintah

PKL Bima Menjamur, Satpol PPMenunggu Perintah

CIREBON-Kembali menjamurnya pedagang kaki lima di komplek Stadion Bima, dikeluhkan pedagang yang sudah pindah ke selter. Seperti dugaan semula, lapak kosong yang ditinggalkan mereka, kini ditempati pedagang lain. Mendapati kenyataan ini, pedagang Selter Bima menagih janji pemerintah atas pengawasan dan penindakan terhadap PKL liar yang menjamur di Bima. Sayangnya, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sejauh ini belum berani bertindak. Alasannya, menunggu instruksi dari dinas terkait. \"Kami masih Nunggu arahan harus gimana. Satpol PP kan tugasnya penindakan,” ujar Kepala Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum Satpol PP Yuki Maulana Hidayat, kepada Radar Cirebon. Mantan lurah Sukapura itu mengungkapkan alasan lain, mengapa Satpol PP tak kunjung bertindak. Pertama, anggota tersita perhatiannya untuk pemilihan kepala daerah (pilkada). Kedua, karena Dinas Perdagangan Koperasi Usaha Kecil Menengah (Disdagkop-UKM) tak memberi arahan menindak. Alasan ketiga, belum adanya upaya penataan lanjutan dari dinas terkait. Ketika penertiban dilakukan tanpa tindak lanjut, PKL bakal terus berdatangan. Upaya penertiban yang dilakukan pun akan sia-sia. “Mubazir nantinya,” ucap dia. Sampai saat ini, Yuki mengungkapkan, anggotanya masih konsentrasi di pilkada. Ia menyarankan Disdagkop-UKM untuk ikut aktif dalam pengawasan. Caranya, memberikan teguran kepada pedagang. Bila tidak mempan, barulah Satpol PP yang turun tangan. “Boleh kok bikin teguran,” katanya. Ia pun mengusulkan agar ada pemanfaatan lahan untuk kawasan tersebur. Apakah nantinya setelah dibersihkan akan dibuatkan ruang terbuka hijau (RTH), wadah kreatif komunitas atau bentuk apapun yang dapat meminimalisasi pedagang datang lagi. Di lain pihak, pedagang di Selter Bima menginginkan pemerintah kota tegas. Setidaknya menepati janji dengan melakukan patroli rutin dan penindakan kepada pedagang liar di luar selter. Permintaan ini sekadar menuntut janji yang jadi ”iming-iming” supaya mereka pindah ke selter. Termasuk membongkar secara swadaya lapak semi permanen. Sedikitnya 70 pedagang yang mengikuti arahan ini dan menempati selter. Rata-rata mengeluhkan minimnya pembeli karena kalah saing dengan pedagang leseharan yang membuka lapak dekat dengan keramaian. Mami (57), salah seorang pedagang menggungkapkan, sejak pindah pendapatannya berkurang. Kalau dihitung-hitung bisa sampai 80 persen. Padahal saat berjualan di lapak lesehan, ia tak punya tanggungan baik listrik maupun kebersihan “Pendapatan turun, sekarang malah harus bayar ini itu. Ya listrik, kebersihan,” keluhnya. Kondisi ini membuatnya membuka cabang ke tempat lesehan. Kalau tidak begitu, ia bakal terus-terusan gigit jari melihat pedagang liar yang ramai pembeli. Sementara di selter pengunjungnya bisa dihitung dengan jari. Sesama pedagang di selter juga banyak yang kembali membuka lapak lesehan. Hal itu sudah jadi konsekuensi logis, ketika berjualan menggunakan lesehan jauh lebih menguntungkan. Pengunjungnya juga lebih banyak. \"Lama-lama yang dagang di sini (selter) kan mikir juga. Kenapa ngga balik lagi? Nggak ada penertiban ini. Daripada di selter malah bengong nonton mereka yang ramai ya,\" paparnya. Imas (41) juga juga berharap agar pedagang lesehan bisa ditindak petugas yang berwenang, sesuai yang dijanjikan. Belum lagi di tiap Minggu, jalur menuju Selter Bima dipakai untuk latihan komunitas motor. Otomatis bising knalpot motor cukup mengganggu. Belum lagi jalan menuju selter juga ditutup. \"Ya kami sih bisanya ngeluh aja. Semoga dibenahi. Ya pemerintah juga tolong jangan Cuma janji,” pintanya. (myg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: