Petani Tuding Pemerintah Tidak Adil soal Pembagian Air

Petani Tuding Pemerintah Tidak Adil soal Pembagian Air

INDRAMAYU – Ancaman kekeringan jadi kenyataan. Gara-gara tak dapat pasokan air, puluhan hektare tanaman padi di wilayah pantura Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, mengalami puso. Tak hanya petani padi, petani semangka juga terancam menderita gagal panen. Ketua Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Kecamatan Kandanghaur, Waryono Batak menyebut, sedikitnya 50 hektare tanaman padi umur 60 hari setelah tanam di Desa Karangmulya mati kering. Ratusan hektare lainnya tinggal menunggu waktu saja untuk menyusul. “Yang gagal panen baru sekitar 50 hektare, itu di Blok Sekar Petak. Di blok lain tinggal tunggu giliran,” ungkap dia kepada Radar, Minggu (8/7). Gagal panen terjadi, ungkap dia, lantaran tidak mendapatkan pasokan air. Utamanya dari saluran irigasi Bendung Rentang Jati Gede maupun Cipanas Sumur Watu yang dalam sebulan terakhir mengalami kekeringan. Padahal sejak sebulan lalu pula, petani sudah meminta perhatian serius dari stakeholder terkait. Agar pasokan air untuk areal persawahan di wilayah Kandanghaur diprioritaskan. Jadwal gilir giring air mestinya dipatuhi dan diamankan demi menyelamatkan tanaman padi yang terancam puso. Namun nyatanya, kejadian seperti awal tahun lalu kembali terjadi. Karena itu dia menuding, pemerintah kurang bijak dalam pembagian air alias tidak adil. Kinerja mantri pengairan, jajaran UPTD, PUPR, Dinas Pertanian disebutnya tidak maksimal. “Mereka tahu situasi di lapangan, tapi pas jadwal giliran air kita tidak pernah kebagian. Makanya saya tuh kadang malas ikut rapat-rapat. Jadwal sudah dibuat, tapi praktiknya air tidak pernah sampai,” tegas dia. Dengan kondisi seperti ini, sambung Waryono Batak gagal panen dipastikan meluas. Bahkan meskipun gelontoran air dipaksakan datang tidak akan membuahkan hasil. Sebab, imbas tak mendapat air terlalu lama, pertumbuhan tanaman padi tidak akan normal. Menghadapi musibah ini, petani hanya bisa pasrah. Upaya untuk melakukan tanam ulangpun dirasa percuma lantaran biaya operasionalnya terbilang tinggi. Salah seorang petani, Abah Acong membenarkannya. Pasrah bukan berarti petani hanya berdiam diri. Memasuki musim kemarau, dia dan petani lainnya berupaya membuat sumur pantek sebagai alternatif mendapatkan sumber air. Tapi apa nyana, belakangan air yang keluar dari dalam tanah justru berasa asin. Selain tanaman padi, kebun semangka miliknya juga tak bisa berproduksi dengan baik. “Buahnya kecil-kecil, hasil panen anjlok. Normalnya 25 ton per haktare, sekarang paling dapat 2 ton,” keluh dia. (kho)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: