Ditinggal Pedagang, Begini Nasib Pasar Rakyat Waled Sekarang

Ditinggal Pedagang, Begini Nasib Pasar Rakyat Waled Sekarang

CIREBON-Kondisi Pasar Rakyat Waled (PRW) kini semakin memprihatinkan. Pasar yang dibangun dengan anggaran tidak sedikit tersebut, kini telantar dan sudah sekitar lima bulan lebih ditinggal para pedagang. Tak hanya itu, pasar tersebut terlihat berantakan dan tak terurus. Kenyataan di atas, tentu saja mengundang keprihatinan sejumlah tokoh Cirebon Timur yang menyayangkan tidak maksimalnya pemanfaatan pasar rakyat, yang seharusnya membawa dampak positif bagi pengembangan ekonomi warga, terutama di Kecamatan Waled. Namun kini kondisinya malah terbengkalai. Padahal, pasar tersebut baru ditempati dan diresmikan pada awal 2018 lalu. “Siapa yang tidak kecewa, pasar ini ditinggal pedagang, sudah berbulan-bulan. Tentu ada yang salah, entah dari lokasi pasarnya, akses jalan ataupun dari faktor lainnya. Masa depan pasar ini masih suram,” ujar aktivis Cirebon Timur Adang Juhandi saat ditemui Radar Cirebon. Dikatakan Adang, sedari awal banyak pihak yang kurang setuju dengan lokasi pasar tersebut. Pasalnya, dari sisi geografis pasar tersebut kurang strategis dan kalah pamor ketimbang Pasar Ciledug ataupun Pasar Pabuaran. “Salah satu faktor yang menurut saya kurang adalah faktor penempatan atau lokasi pasar yang berada sangat jauh dari pusat keramaian. Selain itu juga, akses jalan yang ada pun sangat buruk. Maka pantas saja jika pasar ini tidak dilirik. Pembeli lebih banyak memilih berbelanja di Pasar Pabuaran dan Pasar Ciledug,” imbuhnya. Sementara itu, saat ditemui Radar Cirebon  beberapa waktu lalu, pengelola PRW Andi Supandi membenarkan jika pasar tersebut kini tidak beraktivitas lagi dalam beberapa bulan terakhir. Hal tersebut menurut Andi, dipicu salah satunya oleh akses penunjang jalan yang buruk, sehingga para pedagang dan pembeli malas datang ke pasar. “Sewaktu saya tanya itu alasan mereka (pedagang, red), katanya jalannya jelek. Tapi nanti akan saya ultimatum. Saya peringatkan jika mereka tidak berjualan kembali, maka harus membuat pernyataan untuk mengembalikan kios ke pengelola,” tuturnya. Di PRW tersebut, saat ini ada 13 kios utama, 37 kios tambahan dan 17 lapak pedagang lemprakan. Menurut Andi, jumlah tersebut sebenarnya kurang dan hampir seluruh kios dan lemprakan sudah di-booking dan disewa pedagang. “Pemilihan lokasi pasar ini kan berdasarkan hasil musyawarah di tingkat kecamatan, ada kriteria dan syaratnya. Salah satunya, jarak pasar tidak boleh lebih pendek dari 3 kilometer dengan pasar yang sudah ada. Pilihannya saat itu ada dua. Apakah di Desa Cikulak Kidul atau di Desa Gunungsari, akhirnya Gunungsari yang terpilih,” jelasnya. Pasar tersebut dibangun dengan anggaran dari Kementerian Koperasi dan UMKM dengan anggaran sekitar Rp800 juta. Sementara untuk proses finisihing-nya menggunakan anggaran dari APBD sekitar Rp300 juta. “Tapi untuk detail anggarannya kita kurang tahu, karena kita hanya penerima manfaat, dibangun mulai 2016, diselesaikan 2017,” paparnya. Menurut Andi, program yang ia terima tersebut merupakan program revitalisasi pasar rakyat. Padahal pada faktanya, pembangunan pasar dimulai dari nol alias pembangunan pasar baru. “Nah, di programnya revitalisasi pasar, tapi memang faktanya ini bangun baru. Saya tidak mengerti kenapa seperti itu. Tapi yang jelas, kita hanya sebagai penerima manfaat,” katanya. Ia pun menolak jika pasar tersebut gagal dalam perencanaan. Diakuinya, memang tidak mudah untuk merintis dan mulai mengenalkan pasar, terlebih sudah ada pasar lain yang letaknya lebih strategis. Andi pun yakin seiring berjalannya waktu, PRW tersebut akan berjaya dan menjadi ciri khas Kecamatan Waled. “Minta doanya saja, mudah-mudahan ke depan bisa sukses dan ramai. Saya melihat prospek ke depan pasar ini sangat cerah. Bahkan bisa menjadi geliat ekonomi baru di Waled,” tegasnya. (dri)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: