Mengapa Orang Mengaku “Miskin” Demi Anaknya Sekolah Favorit?

Mengapa Orang Mengaku “Miskin” Demi Anaknya Sekolah Favorit?

Peraturan baru Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mewajibkan SMA/SMK Negeri menerima setidaknya 20% siswa dari keluarga tak mampu yang membuat lonjakan jumlah siswa yang mengaku miskin. Namun peraturan yang niatnya baik itu ternodai dengan banyaknya orang yang menjadi berpura-pura miskin demi mendapatkan slot di SMA/SMK negeri tujuan. Seorang warga Semarang, Jawa Tengah, Nining Wijayanti pun mengeluhkan bagaimana anaknya menjadi tersingkir akibat tindakan orang tua lain. \"Anak kami, sebenarnya kalau dilihat dari nilainya sih lumayan baiklah untuk bisa masuk negeri. Rata-ratanya di atas delapan. Untuk negeri di atas rata-rata, saya kira juga bisa masuk,\" papar Nining. \"Setelah kami pantau ternyata banyak sekali mereka menggunakan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) untuk anaknya sedangkan dia mungkin bukan dari keluarga yang tidak mampu tapi dia pakai SKTM bisa masuk sedangkan nilainya sendiri rendah. Jadi persaingannya tak bagus.\" Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pasal 19 mewajibkan SMA/SMK Negeri untuk menerima setidaknya 20% peserta didik tak mampu dari jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima dalam zonasi yang sama. Para pengamat pendidikan sebenarnya melihat kewajiban itu baik karena mendorong adanya kesetaraan pendidikan bagi semua siswa. Selain itu, praktisi pendidikan Itje Chodidjah juga mengapresiasi kebijakan itu dengan alasan akan membantu siswa menjadi lebih heterogen. \"Kalau siswa itu hanya dikelompokkan dengan anak-anak yang sama-sama mampunya, mereka tidak belajar, di luar sana mereka akan bergaul dengan macam-macam orang. Dengan heterogenitas, sebenarnya secara tidak langsung, anak membiasakan diri,\" papar Itje. Peraturan itu akhirnya membuat banyak orang yang tiba-tiba mengaku menjadi \"miskin\", agar dengan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) mereka dapat masuk ke kuota 20% tersebut. Hal ini terbukti dengan adanya lonjakan jumlah pelamar sekolah yang menggunakan SKTM. Sebuah media nasional misalnya melaporkan lonjakan di SMAN 2 Ungaran, dari 13 orang yang menggunakan SKTM tahun lalu menjadi 80 orang tahun ini. Dan buktinya, hingga Rabu (11/07) Dinas Pendidikan Jawa Tengah menemukan dari hampir 150.000 dokumen SKTM yang dilampirkan, hampir 80.000 tak valid. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy meminta sekolah dan dinas pendidikan setempat untuk \"lebih cermat, melakukan verifikasi semua SKTM yang masuk di sekolah dan supaya diambil tindakan-tindakan tegas jika ada pelanggaran di lapangan.\" Meski begitu, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMA 9 Semarang Rumisih mengatakan tak bisa jika hanya pihak sekolah yang bekerja sendiri memverifikasi SKTM yang sebenarnya dikeluarkan oleh RT/RW. \"Saran dari kami untuk pemerintah ada batasan untuk nilai-nilai minimal untuk SKTM, yang pertama. Yang kedua, RT/RW ini hendaknya lebih bijaksana, tahu betul warganya siapa yang mau diberi SKTM. Jadi tidak semua orang diberi SKTM. Saya mikir kok SKTM seperti ini, diobral cuma-cuma,\" tutur Rumisih. Betapapun, praktisi pendidikan Itje Chodidjah menilai ada masalah yang lebih besar dari sekedar nihilnya verifikasi SKTM. Menurutnya, alasan mengapa siswa dan orang tua bisa sampai mengelabui sistem penerimaan adalah karena mereka ingin masuk ke sekolah favorit. \"Tetapi tidak begitu halnya ketika sekolah itu sekolah biasa-biasa saja. Tidak ada yang akan membuat keterangan palsu untuk sekolah yang tidak dianggap favorit,\" ujar Itje. Untuk itu, Itje meminta agar pemerintah memastikan semua sekolah memiliki standar yang sama, dan tidak akan ada \"pengkastaan\" sekolah yang favorit dan biasa dan jelek. \"Pemerintah harus memberikan perhatian terhadap peningkatan kualitas guru, melengkapi seluruh sekolah di Nusantara ini dengan standar minimum yang diharapkan melalui delapan standar yang sudah ditetapkan.\" (bbc/wb)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: