Kesepakatan Divestasi Saham Freeport Belum Mengikat
JAKARTA- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memastikan transaksi jual beli 51 persen saham divestasi PT Freeport Indonesia (PTFI) bakal selesai pada September 2018. Proses pembayaran divestasi senilai USD 3,85 miliar atau sekitar Rp 55,44 triliun (kurs Rp 14.400 per USD ) tersebut paling lambat harus diselesaikan dalam kurun waktu 60 hari setelah kesepakatan diteken. Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurna mengatakan, dalam head of agreement (HoA) yang baru saja ditandatangani oleh Freeport McMoran (FCX) dengan PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) tersebut mencakup tiga kesepakatan. Yakni, sales and purchase agreement, exchange agreement, dan shareholders agreement. Ketiga hal ini akan akan dijadikan satu transaksi yang harus diselesaikan secara bersamaan. “Maksudnya, transaksi dengan Rio Tinto, Indocooper dijadikan satu dengan angka yang sudah di-lock. Transaksi sudah disepakati dan tidak bisa keluar dari kesepakatan tersebut,\" terang Fajar, kemarin (13/7). Selain itu, Inalum juga masih harus menyelesaikan pembentukan joint venture (JV) atau perusahaan patungan dengan Pemprov Papua dan Pemkab Mimika. Dengan demikian, PTFI akan terdiri dari konsorsium Indonesia dan FCX. “Namanya SPV yang akan menguasai 51 persen saham Freeport, termasuk Indocooper,\" imbuh Fajar. Adanya HoA ini juga membuat Inalum bisa mengambil dana pinjaman dari sindikasi 11 perbankan untuk membayar transaksi. Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana mengatakan, masyarakat Indonesia jangan terlalu berlebihan dalam euforia HoA Freeport McMoran. Sebab, HoA tersebut lemah dalam perspektif hukum. HoA bukanlah perjanjian jual beli saham. HoA merupakan perjanjian payung sehingga mengatur hal-hal prinsip saja. “HoA akan ditindak-lanjuti dengan sejumlah perjanjian,” ujarnya. Perjanjian yang harus dilakukan untuk benar-benar pemerintah memiliki 51 persen adalah perjanjian jual beli participating rights antara Rio Rinto dengan pemerintah yang nantinya dikonversi menjadi saham sebesar 40 persen di PTFI. Lalu perjanjian jual beli saham antara pemerintah dengan Freeport McMoran sejumlah 5,4 persen. “Perjanjian-perjanjian di atas harus benar-benar dicermati karena bagi lawyer ada adagium the devil is on the detail (setannya ada di masalah detail). Kerap bagi negosiator Indonesia mereka akan cukup puas dengan hal-hal yang umum saja,” urainya. Selain itu, perlu diperhatikan pula pengaturan kembali keputusan di RUPS. “Apakah ada ketentuan untuk sahnya kehadiran dan pengambilan keputusan harus dilakukan minimal 51 persen + 1, bahkan lebih. Bila demikian, meski pemerintah mayoritas, pengendalian perusahaan masih ada di tangan Freeport McMoran,” paparnya. Dia juga mempertanyakan bila pemerintah tidak meningkatkan modal apakah saham pemerintah sebesar 51 persen akan turun lantaran terdelusi. “Tentu masih banyak hal-hal detail yang akan menjadi pembahasan antara pemerintah dengan berbagai pihak. Karenanya menyatakan pemerintah menang tentu merupakan suatu pernyataan yang prematur,” urainya. Sementara itu, dalam kutipan resmi dari Rio Tinto menyatakan bahwa kesepakatan antara Rio Tinto, Inalum, dan FCX tentang kepemilikan tambang Grasberg tidak bersifat mengikat. HoA tersebut merupakan hal mendasar untuk dapat membeli hak partisipasi Rio Tinto di PTFI senilai USD 3,5 miliar. Semua pihak berkomitmen untuk menyepakati dan menandatangani kesepakatan yang mengikat sebelum akhir semester kedua 2018. Transaksi itu juga untuk membeli saham tambahan di Grasberg, serta menjadi persyaratan tambahan terkait kepemilikan dan operasional Grasberg di masa mendatang. Meski demikian, Rio Tinto menyatakan, meski persyaratan tetap disepakati, tidak ada kepastian bahwa transaksi akan selesai. Setiap perjanjian akhir akan tunduk pada persetujuan oleh regulator dan otoritas pemerintah yang diperlukan. Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan bahwa perpanjangan izin usaha pertambangan khusus operasi produksi (IUPK-OP) 2x10 tahun PTFI dapat diberikan setelah Kementerian ESDM mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). “Satu catatan penting untuk mendapatkan perpanjangan 2x10 tahun itu persyaratannya harus sudah ada rekomendasi tertulis dari Menteri LHK karena itu disyaratkan di UU Minerba (Mineral dan Batubara),” urai Jonan. (vir/agm)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: