RUU Pemilu Ditolak, Terancam Molor

RUU Pemilu Ditolak, Terancam Molor

 KAIRO - Pengadilan tertinggi Mesir membuat keputusan penting. Kemarin (18/2) Al-Mahkamah al-Dusturiyah al-Ulya atau Mahkamah Kontitusional Agung (atau, setingkat Mahkamah Agung atau MA) menolak lima pasal dalam rancangan undang-undang (RUU) tentang pemilihan umum (pemilu). Selanjutnya, Mahkamah mengembalikannya ke parlemen untuk direvisi. Keputusan itu dikhawatirkan bakal menunda pemilu parlemen yang dijadwalkan April mendatang. \"Mahkamah memutuskan untuk mengembalikan RUU pemilu parlemen pada Majelis Shura setelah meneliti lima pasal dan menyatakannya tidak konstitusional,\" kata jubir mahkamah dalam pernyataan resmi. Tidak disebutkan pasal yang dibatalkan. Namun, mahkamah akan mengirimkan penjelasan rincinya kemudian. Sebelumnya, sumber kuat di kantor Presiden Muhammad Mursi mengungkapkan bahwa  jika mahkamah menyatakan ada yang salah, pengesahan RUU pemilu itu bisa tertunda. Akibatnya, jadwal pemilu juga terganggu. Tapi, dia lantas menyebut jadwal pemilu itu hanya mundur dalam hitungan minggu. \"Tidak sampai berbulan-bulan,\" jelasnya. Semula, Mursi diperkirakan mulai menyosialisasikan UU pemilu pada 25 Februari nanti. Lalu, dia dijadwalkan untuk menetapkan tanggal pemilu parlemen dua bulan berikutnya. Bahkan, ada kemungkinan pemilu akan berlangsung lebih dari satu tahap di sejumlah wilayah karena kurangnya jumlah tenaga pengawas. Mahkamah, yang sebagian beranggotakan para hakim dari era kekuasaan mantan Presiden Hosni Mubarak, beberapa kali mengintervensi proses transisi politik di Mesir. Salah satunya adalah membubarkan parlemen yang didominasi kubu Islam dan terbentuk setelah pemilu pertama pascarevolusi pada 2011. Komposisi hakim mahkamah berubah setelah amandemen atas konstitusi baru disetujui melalui referendum Desember tahun lalu. Mursi menuai kritik luas setelah pada Oktober tahun lalu merilis dekrit yang memberikan kewenangan besar kepada dirinya sendiri untuk mengesampingkan institusi peradilan. Setelah didemo luas dan besar-besaran, dia pun akhirnya mencabut dekrit tersebut beberapa pekan kemudian. Sementara itu, seorang penasihat Mursi dilaporkan telah mengundurkan diri sebagai bentuk aksi solidaritas terhadap rekannya yang dipecat karena tuduhan menyalahgunakan wewenang. Mundurnya Bassam Zarka, penasihat Mursi dari kelompok ultrakonservatif sekaligus anggota Partai Salafi Al-Nour, menjadi bukti ketidakharmonisan antara Ikhwanul Muslimin dan koalisinya menjelang pemilu. (RTR/cak/dwi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: