800 Ha Tanaman Padi di Indramayu Mati Kering, Kerugian Ditaksir Rp 4 Miliar

800 Ha Tanaman Padi di Indramayu Mati Kering, Kerugian Ditaksir Rp 4 Miliar

INDRAMAYU – Lengkap sudah penderitaan para petani di wilayah pantura Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu. Sudah keluar modal besar untuk biaya tanam padi, kerja ekstra keras mencari sumber air alternatif, tapi hasil panen yang diharapkan malah tidak kesampaian. Itu setelah padi yang mereka tanam lebih dulu mati sebelum dituai. Gara-garanya klasik, tidak kebagian jatah air. Lebih dari sebulan lamanya hingga akhirnya terjadi gagal panen. “Tepatnya 35 hari, sawah petani kami sama sekali tidak dapat gelontoran air,” ucap Ketua KTNA Kecamatan Kandanghaur, Waryono Batak kepada Radar, Senin (16/7). Dia mencatat, sudah seluas 800 hektare tanaman padi yang mengalami puso. Sebarannya berada di Desa Karangmulya (300 ha), Desa Karanganyar (280 ha), Desa Wirapanjunan (150 ha) dan Desa Wirakanan sekitar 70 ha. Rata-rata umur tanaman padi antara 50 sampai 70 hari setelah tanam (hst). Jika dikalkulasikan modal yang dikeluarkan sebesar Rp 5 juta untuk setiap hektarnya, maka kerugian petani di 4 desa itu ditaksir mencapai Rp 4 miliar. “Itu belum termasuk biaya pompanisasi dan bikin sumur pantek yang keluar malah air asin,” ketusnya. Waryono Batak kembali menuding ketidakberesen kinerja para stakeholder pertanian terutama yang berurusan dengan pembagian air. Mereka dinilai tidak sungguh-sungguh mengamankan jadwal gilir air meskipun kondisi tanaman padi diwilayah Kandanghaur sudah krisis terancam mati. “Kenapa saya ngomong begitu, karena ini sudah terjadi hampir setiap musim tanam. Rendeng kurang air, kemarau apalagi. Padahal mereka kan tahu kondisi di lapangan kayak apa. Petani kami sudah teriak-teriak sejak lama,” tegasnya. Karena itu pihaknya meminta kepada dinas-dinas terkait yang berkepentingan dengan urusan pertanian dan pengairan untuk mengganti pegawainya yang kinerjanya dinilai tidak becus. Apalagi selama ini petani di wilayahnya sudah mengalami krisis kepercayaan kepada pemerintah. “Sudah dianggap tidak ada, petani kami sudah antipati,” tandasnya. (kho)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: