Jadi, Grage Itu Apanya Crebon?
Tidak semua warga Cirebon paham dan tahu apa itu Grage? Apalagi, saya yang baru dua tahun, ber-E-KTP Cirebon. Saya baru kenal Grage saat berkunjung ke pusat perbelanjaan di Kota Cirebon, yang bernama Grage Mall. \"Pertama kali saya menginjakkan kaki di Cirebon. Grage saya pikir bahasa Inggris,\" kata Khairul Anwar, kawan saya, Redaktur Pelaksana Koran Radar Cirebon, asli Lombok. \"Orang luar Cirebon yang berkunjung ke Cirebon menyebut Grage dengan sebutan grass,\" imbuh Mas Oded, yang kesehariannya meliput desk kriminal untuk radarcirebon.com. Suatu hari saya berkumpul bersama almarhumah ibu mertua, mimi (ibu) semasa masih hidup. Adik kandung saya, yang baru tiba dari Yogyakarta, hendak berpamitan pergi jalan-jalan ke Grage Mall kepada mimi. “Mi, mau ke Grage, dulu, ya,” kata adik kandung saya. “Lah, iki ning Grage,” kata Mimi. (\"Lah, ini di Cirebon\") Mimi tak tahu kalau yang dimaksud Grage adalah Grage Mall. Dan adik kandung saya belum tahu kalau Grage adalah Cirebon. Bagi generasi muda Cirebon, dan warga pendatang umumnya, Grage identik dengan Grage Mall. Tapi, bagi kalangan sepuh, Grage adalah nama lain Kota Cirebon. Jadi, Grage Itu Apanya Cirebon? Ini hanyalah penggalan cerita turun temurun yang saya dengar dari para orang tua. Cirebon hanyalah berupa dukuh yang bernama Lemah Wungkuk. Penduduk dukuh adalah beberapa petani kebun dan nelayan penangkap udang. Udang di sungai dan muara sekitar dukuh ini, sangat berlimpah. Melimpahnya udang, dijadikan upeti bagi Kerajaan Pajajaran. Bahkan sering kali, para rakriyan mantri dari daerah Palimanan yang diutus datang untuk menjemput upeti tersebut. Udang upeti ini, tidaklah berbentuk udang mentah, tapi sudah diolah agar lebih awet. Itulah yang kemudian dikenal dengan petis dan terasi. Pendiri dukuh ini adalah Pangeran Cakra Buana alias Cakra Bumi, yang tidak lain adalah anak tertua Siliwangi, Raja Pajajaran. Menurut kisah, dalam sekian lama pengembaraan spiritual bersama adik perempuannya, Rara Santang, akhirnya bermukim di daerah ini. Kenapa dinamakan Lemah Wungkuk? Ada banyak versi dan satu sama lain susah untuk ditelusuri lagi kebenarannya. Tebakan terbaik adalah, Lemah berarti tanah atau daerah, sedangkan Wungkuk berarti bungkuk atau membungkuk seperti udang, artinya daerah udang atau negeri yang membungkuk (menghormat). Dukuh ini berkembang pesat dengan sangat cepat. Banyak pendatang yang kemudian bermukim di dukuh ini. Pedagang dari berbagai daerah pun datang untuk membeli udang, petis dan terasi. Waktu berlalu, dan dukuh itu telah berkembang menjadi kota. Cakra Buana tetap sebagai Kuwu (sekarang setingkat lurah atau kepala desa) di Lemah Wungkuk, sekaligus sebagai Kuwu kehormatan di tiap kampung atau desa. Nama kotanya diambil dari nama petis (Cai Rebon atau air udang), dan para pedagang dari luar daerah menyebutnya terasi (Gerage). Penamaan Gerage karena para pedagang, yang antri hendak membeli terasi, tak sabar menunggu proses pembuatannya. Mereka berteriak “Geura, oge!”, “Geura, ge!”, “Geura! Age!”. Dari situlah asal muasal nama Grage. Sebagai kuwu sesepuh (bahkan untuk seluruh kampung di Cirebon), Pangeran Cakra Buana sering disebut sebagai Kuwu Grage atau Kuwu Cirebon. Sebagai pembuka wilayah, beliau dikenal sebagai Mbah Kuwu Sangkan. Sementara, berdasarkan kitab Purwaka Caruban Nagari nama ‘Cirebon’ berasal dari kata syarumban yang berarti pusat dari percampuran penduduk. Selanjutnya disebut Caruban, Carbon, Cerbon, Crebon, Kemudian Cirebon. Pada saat itu, penduduk setempat menyebut Crebon dengan sebutan Negara Gede, dan diucapkan menjadi Garage lalu Grage. Penulis: D. Arief Setiawan, wartawan tinggal di Cirebon
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: