Dibalik Pertemuan Jokowi-Babinsa di Hanggar KFX/IFX PT Dirgantara Indonesia
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan segenap Bintara Pembina Desa (Babinsa) untuk mengantisipasi perubahan yang sangat cepat sekali, yang hitungannya bisa hari, minggu, atau bulan, yang akan mengubah bidang ekonomi, sosial, politik, dan semuanya. Jokowi, seperti ditulis situsweb Sekretaris Kabinet, memberikan contoh isu yang menyebutkan dirinya PKI yang berkembang di bawah. Padahal, menurut Presiden, logikanya Babinsa bisa menjelaskan PKI dibubarkan tahun 1965, sementara dirinya lahir tahun 1961. Maka, kata Presiden Joko Widodo, pada kesempatan menghadiri apel Babinsa se-Indonesia, di Bandung, Jawa Barat, Selasa (17/7) umurnya baru 4 tahun saat itu, dan tidak ada namanya PKI balita. “Logikanya itu saja. Tarik lagi ke isu yang lain, orang tuanya, kakek-neneknya. Ini yang namanya politik tapi bisa meresahkan masyarakat. ,” tutur Presiden. Arahan ini diberikan Jokowi lantaran Babinsa merupakan badan yang berada di garis paling depan dalam menjaga keamanan, ketertiban dan kedaulatan Indonesia di masyarakat. Tak cuma mengarahkan Babinsa untuk mengklarifikasi isu bahwa dirinya PKI, Jokowi juga meminta sekitar 4.500 Babinsa yang hadir untuk meningkatkan kemampuan teritorial dan komunikasi sosial hingga mampu mengantisipasi ancaman keamanan dan menangkal penyebaran paham radikal dan terorisme di masyarakat. Permintaan Jokowi kepada Babinsa untuk mengklarifikasi isu PKI ini dinilai pengamat politik Firman Manan menilai hal itu tidak lepas dari persoalan politik. \"Karena tahun politik ya, bisa-bisa saja dikaitkan dengan kacamata politik. Kita bisa melihatnya sebagai upaya, misalnya, mendapatkan dukungan. Artinya, ini persoalan insentif elektoral. \"Tentu kalau TNI-nya sendirI tidak punya hak pilih sebetulnya, tetapi apakah ini berpengaruh terhadap keluarganya karena keluarganya kan punya hak pilih, statusnya sipil,\" paparnya. Soal arahan Jokowi agar Babinsa menyampaikan informasi kepada masyarakat bahwa dirinya tidak terkait dengan PKI, Firman menilai itu juga tidak lepas dari kepentingan jelang pemilihan presiden tahun depan. \"Intinya dalam setiap pemilihan itu kita mengenal dengan incumbency advantages, keuntungan yang dipunyai petahana. Salah satunya karena petahana punya kewenangan untuk mengambil kebijakan. Langsung tidak langsung memang ada kebijakan yang bisa menguntungkan dirinya dalam tahun pemilihan,\" ujarnya. Babinsa, tentara yang pangkatnya terentang dari kopral satu hingga sersan mayor, secara struktural berada di bawah komando rayon militer (korem). Merujuk Peraturan Kepala Staf TNI AD/19/IV/2008, babinsa bertugas mengumpulkan data geografi, demografi, dan kondisi sosial di wilayah kerjanya. Aturan itu juga mewajibkan babinsa melaporkan setiap perkembangan situasi sosial kepada komandan korem. Kajian akademis bertajuk Pergeseran Militer Politik ke Militer Profesional: Studi Tentang Keberadaan Komando Teritorial Era Reformasi, babinsa disebut merupakan kelanjutan fungsi teritorial TNI. Baca: Pergeseran Militer Politik ke Militer Profesional Studi Tentang Keberadaan Komando Teritorial Era Reformasi Peneliti dari Universitas Riau yang menyusun kajian itu, Hasanuddin dan Ary Nugraha, menyebut fungsi teritorial tentara pada era Orde Baru lekat dengan kepentingan politik dan modal. \"Hak rakyat untuk berekspresi dan mengemukakan pendapat dan mencegah partisipasi politik rakyat yang tidak sesuai dengan kepentingan rezim,\" tulis mereka soal target fungsi teritorial ABRI itu. Ketika Komando Teritorial ABRI dilikuidasi pasca-reformasi, kata Hasanuddin dan Ary, fungsi teritorial tersebut diserahkan ke babinsa. Merujuk UU 34/2004 tentang TNI, babinsa merupakan bagian dari pertahanan semesta yang melibatkan seluruh warga negara. Penelitian berjudul The Military and Democracy in Indonesia: Challenges, Politics, and Power, yang ditulis Angel Rabasa dan John Haseman, memotret kecenderungan politis babinsa pada rezim Orde Baru. Baca: The Military and Democracy in Indonesia Challenges Politics and Power \"Komandan Kodim dimanfaatkan untuk tugas politik di tingkat kabupaten, seperti komandan Koramil di kecamatan, dan babinsa di pedesaan,\" tuding mereka. Terhadap fenomena itu, Rabasa dan Haseman menyebut tak akan ada pejabat tinggi militer yang akan mengakui keterlibatan tentara dalam politik Orde Baru. Dalam pidato di Hanggar KFX/IFX PT Dirgantara Indonesia, Komplek Lanud Husein Sastranegara, Presiden Jokowi menegaskan ke seluruh anggota babinsa agar menjaga netralitas. \"Untuk memastikan proses demokrasi aman dan damai, TNI dan Polri harus bersikap netral sehingga dapat lebih mudah merangkul setiap elemen masyarakat dan menciptakan kerja sama dalam menjaga situasi agar tetap kondusif. Dengan netralitas masyarakat akan yakin bahwa TNI dan Polri benar-benar profesional menjalankan tugasnya,\" kata Jokowi. Jokowi juga mengingatkan, politik TNI adalah politik negara, bukan politik praktis. \"Politik negara itu kesetiaan pada negara, itu sudah digariskan dalam undang-undang. Negara itu siapa? Ya rakyat, wilayah NKRI dan pemerintah yang sah,\" tegas Jokowi. (wb)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: