Harga Garam Murah, Petani Pilih Jual Musim Hujan Nanti

Harga Garam Murah, Petani Pilih Jual Musim Hujan Nanti

CIREBON-Para petani penggarap lahan garam di Kabupaten Cirebon saat ini lebih memilih menggudangkan garam hasil panennya, ketimbang langsung menjualnya ke tengkulak. Alasannya, harga garam lokal setiap harinya turun hingga hingga mencapai Rp600 sampai Rp700/kg. Suteni, salah satu petani garam asal Desa Waruduwur saat ditemui Radar Cirebon  mengatakan, saat ini produksi garam cukup tinggi, terbantu dengan panas matahari yang sudah stabil. “Ini sudah masuk puncak. Kita panen bisa dua hari sampai tiga hari sekali. Produksi melimpah, sehingga harga cenderung turun. Sudah setengah bulan harga bertahan di angka Rp700, dua hari terakhir sudah ada yang Rp600,” ujarnya kepada Radar Cirebon. Diakuinya, ketimbang harus menjualnya langsung ke tengkulak, Suteni memilih menyimpannya untuk dijual nanti pada saat musim hujan datang. Pasalnya, saat itu harga garam paling murah biasanya sampai dengan Rp2.000/kg. “Musim hujan itu datang paling tidak bulan 11 dan bulan 12. Saat itu, harga garam biasanya jadi mahal. Petani sudah tidak bisa produksi lagi. Lebih baik garam yang ada digudangkan,” imbuhnya. Suteni sendiri saat ini mengaku tidak memiliki gudang khusus. Garam hasil panennya ia kumpulkan di lahan kosong dan hanya ditutup terpal saja. Hal tersebut ia lakukan karena meskipun sudah menggarap lahan garam selama puluhan tahun, namun tidak memiliki gudang penyimpanan khusus. “Biasanya juga cuma pakai terpal. Ditutup, lumayan aman dari hujan. Begitu harga naik langsung kita jual. Untungnya lumayan, ketimbang kita jual saat ini, lebih baik nanti saat musim hujan jualnya,” ungkapnya. Petani garam lainnya, Tawa saat ditemui Radar mengatakan, jika harga garam sudah turun sejak sebulan terakhir. Namun ia heran, harga garam di tingkat petani turun namun di pasar tradisional masih begitu tinggi. “Harga di pasar tradisional masih Rp2.000, tapi di petani garam sudah di bawah Rp1000. Selisihnya 100 persen lebih. Sebenarnya sebagian petani sudah mengantisipasi dengan menggudangkan garam hasil panen, tapi ada juga petani penggarap terpaksa menjual garamnya karena hanya sebagai penggarap, bukan pemilik lahan. Sehingga hasil penjualannya langsung dibagi dua,” pungkasnya. (dri)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: