Ki Warsad, Dalang Golek Cepak yang Masih Semangat Berkarya

Ki Warsad, Dalang Golek Cepak yang Masih Semangat Berkarya

Nama Ki Dalang Warsad (75) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indramayu. Meski sudah berusia senja, lelaki yang tinggal di Desa Gadingan RT 07 RW 02 Kecamatan Sliyeg, Kabupaten Indramayu, itu masih terus menggeluti dunia Wayang Golek Cepak. Dia juga terus berkarya di tengah kesenian yang satu ini mulai banyak dilupakan orang. Bagaimana kodisinya sekarang? UTOYO PRIE ACHDI, INDRAMAYU SAAT Radar Indramayu mengunjungi tempat tinggalnya di Sanggar Jaka Baru, Desa Gadingan, Ki Dalang Warsad tampak sedang menerima tamu sektar lima orang. Ditemani teh tubruk, Ki Dalang Warsad masih semangat bercerita. Gaya bicaranya masih terlihat tegas dan jelas. Sambil sesekali menghisap cerutunya, obrolannya telihat semakin asyik. Selepas kepergian para tamu, Ki Dalang Warsad langsung menerima wartawan Radar Indramayu. “Itu barusan tamu dari Brebes. Mereka mau nanggap wayang golek cepak,” kata Ki Warsad mengawali pembicaraan. Menggeluti wayang golek cepak ternyata sudah dimulai sejak usia 19-20 tahun. Artinya, sudah 50 tahun lebih bapak dari lima anak ini menjadi dalang wayang golek cepak. Saat anak-anak seusianya sedang bebas belajar dan bermain, ia justru sudah asyik dengan dunianya. “Saya kan orang bodoh dan tidak sekolah, jadi waktu itu ikut-ikutan jadi dalang wayang,” ungkapnya dalam bahasa Indramayu. Suka duka pun dia alami selama menjadi dalang. Mulai dari masa kejayaan hingga suram seperti sekarang ini. Masa-masa kejayaan wayang golek cepak terjadi pada tahun 1960-1980 an. Saat itu dalam satu tahun bisa mendapatkan tanggapan hingga 135 kali. Namun menjelang tahun 1990-an, jumlah tanggapan semakin menurun dan paling tinggi dalam setahun hanya mendapatkan 100 tanggapan. Bahkan sekitar tahun 1994 jumlah tanggapan hanya mencapai 40 kali setahun. “Sekarang kondisinya semakin memprihatinkan. Setahun paling banyak hanya 20 tanggapan. Tapi ini juga tetap kita syukuri,” ungkapnya. Ki Warsad mengungkapkan, semakin sedikitnya tanggapan disebabkan banyak hal. Di antaranya karena banyak orang hajatan yang lebih memilih untuk nanggap sandiwara atau organ tunggal. Bahkan tak sedikit yang merasa lebih hebat nanggap organ tunggal, yang menghadirkan artis terkenal. “Yang juga membuat prihatin, sejumlah acara adat di desa-desa seperti Mapag Sri dan yang lainnya sekarang lebih memilih untuk nanggap sandiwara,” ungkapnya. Ki Dalang Warsad ternyata juga pernah mengalami masa keemasan. Pada tahun 1994 ia sempat pentas di Jepang. Setelah itu juga mulai pentas di kota-kota besar seperti Bandung dan Jakarta. Sejak berangkat keluar negeri, nama Ki Dalang Warsad pun semakin terkenal di dunia internasional. Sejumlah turis asal Jerman dan Amerika pun sudah pernah singgah di sanggarnya yang teramat sederhana. Ki Dalang Warsad memang termasuk seniman yang kreatif. Saat ini, melalui Sanggar Jaka Baru, Ki Dalang Warsad telah membentuk komunitas perajin yang beranggotakan anak muda kreatif dan produktif. Komunitas ini membuat dan menjual berbagai produk seni seperti kerajinan , topeng, wayang golek cepak, ukiran kayu dan lukisan. Selain itu, Sanggar Jaka Baru juga menyediakan tenaga ahli beserta ruang simulasi untuk pertunjukan boneka, untuk memberikan pelatihan kepada masyarakat sekitar yang tertarik untuk bermain boneka kayu. Kinerja simulasi pementasan tidak hanya diminati masyarakat setempat, tapi juga masyarakat internasional seperti tahun 2016, Sanggar Jaka Baru telah berkolaborasi dengan Sanggar Sinar Surya Sanggar Gamelan Renteng dari Santa Barbara California (Amerika Serikat). Salah seorang pengurus sanggar seni Jaka Baru, Shadim mengatakan, kerajinan dari anak-anak muda di sanggar Jaka Baru saat ini juga sudah dijual secara online disamping ada yang datang langsung ke sanggarnya. Selain wayang golek cepak, di sanggar Jaka Baru juga terdapat sejumlah kesenian tradisional lainnya seperti Berokan, Kuda Lumping, Jangkungan dan masih banyak lagi. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: