Polemik Tiga Perdiyan BPJS Kesehatan, Kemenkes Minta Ditunda

Polemik Tiga Perdiyan BPJS Kesehatan, Kemenkes Minta Ditunda

JAKARTA–Polemik Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdiryan) BPJS Kesehatan terus bergulir. Sabtu (28/7), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) melakukan rapat pleno. Hasilnya meminta Perdiyan nomo 2, 3, dan 5 tahun 2018 dicabut. Sementara itu Kementerian Kesehatan minta agar peraturan itu ditunda hingga ada kajian yang mendalam. Menteri Kesehatan Nila Moeloek pada saat sarasehan dengan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Jumat lalu (27/7) menyatakan bahwa Perdiyan BPJS Kesehatan nomor 2, 3, dan 5 ditunda. Sabtu (28/7) hal itu dibenarkan oleh Usman Sumantri, Kepala Badan PPSDM Kesehatan. ”Saya datang dan mendengar  Bu Menteri bicara untuk menunda dan mengevaluasi,” katanya. Evaluasi yang dimaksudkan tidak hanya memperhatikan kebijakan untuk menutup defisit, namun dilakukan kajian secara medis. Selain itu, menurut Usman, BPJS Kesehatan dinilai melangkaih banyak pihak dalam mengeluarkan aturan tersebut. ”Peraturan direktur itu tidak tepat. Kalau terkait dengan manfaat itu harus menggunakan Perpres atau minimal Permenkes,” ungkap Usman. Di sisi lain, Ketua Umum PB IDI Prof dr Ilham Oetama Marsis SpOG(K) memberikan apresiasi kepada keputusan Menteri Kesehatan. Apalagi dalam mengkaji peraturan, Nila menyarankan untuk melibatkan organisasi profesi seperti IDI dan Stake holder terkait. ”PB IDI tetap akan mendukung program JKN untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia dengan memberikan pelayanan yang sesuai standar,” kata Marsis. Sementara itu Ketua DJSN Sigit Priohutomo menegaskan bahwa sikap lembaganya adalah meminta Perdiyan nomor 2, 3, dan 5 tahun 2018 untuk dicabut. Dia tidak mentoleransi lagi untuk melakukan tindakan yang berupa penundaan. ”Penyusunan dan penetapan ketiga peraturan direktur tersebut tidak didahului dengan kajian yang dikonsultasikan DJSN dan para pemangku kepentingan,” katanya saat ditemui Jawa Pos (Radar Cirebon Group). Dia menilai bahwa BPJS Kesehatan telah melangkahi Presiden. Alasannya manfaat jaminan kesehatan nasional diatur dalam Perpres. ”Peraturan tersebut dikeluarkan tidak mengikuti tata cara penyusunan peraturan perundang-undangan,” katanya. Menurut Sigit, besok DJSN akan memberikan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk memperbaiki kebijakan dan tata kelola pelaksanaan JKN. Dia tidak memungkiri bahwa salah satu penyebab BPJS Kesehatan mengeluarkan kebijakan itu untuk menutupi kebocoran pembiayaan. Sebenarnya ada tiga cara yang dapat ditempuh dalam menutup defisit. Pertama meningkatkan iuran, kedua mengurangi pelayanan, dan suntikan dana dari pemerintah. Perdiyan nomo 2, 3, dan 5 tahun 2018 dianggap sebagai langka efisiensi yang tepat oleh BPJS Kesehatan.  ”Kami akan membuat surat rekomendasi kepada presiden untuk memperbaiki kebijakan dan tata kelola pelaksanaan JKN,” kata Sigit. Menanggapi hal itu, Kepala Humas BPJS Kesehatan Nopi Hidayat menegaskan bahwa BPJS Kesehatan mengapresiasi dan menampung semua aspirasi. Dia mengatakan bahwa Perdiyan nomor 2, 3, dan 5 tahun 2018 ini tetap berjalan. ”Akan ditingkatkan ke peraturan badan melalui mekanisme dan ketentuan yang ada. Perlu kami tekankan bahwa dengan diimplementasikan 3 peraturan ini, bukan dalam artian ada pembatasan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta JKN-KIS. Penjaminan pembiayaan BPJS Kesehatan akan disesuaikan dengan kemampuan keuangan BPJS Kesehatan saat ini,” tuturnya. (lyn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: