Memori Final 1994
2 AC Milan v Barcelona 0 MILAN – Perayaan 27 tahun Silvio Berlusconi mengakuisisi AC Milan berlangsung fantastis. Klub berjuluk Rossoneri itu membalikkan prediksi dengan mengalahkan Barcelona 2-0 (0-0) pada first leg babak 16 besar Liga Champions di San Siro kemarin dini hari WIB. Ya, 27 tahun lalu, tepatnya pada 20 Februari 1986, Berlusconi mengambil alih Milan yang sedang menuju kebangkrutan. Selama dikuasai mantan perdana menteri Italia itu, Milan telah memenangkan lima gelar Liga Champions. Biar begitu, Milan menghadapi Barca dengan status underdog. Kehilangan dua bintang utamanya Zlatan Ibrahimovic dan Thiago Silva pada awal musim, serta sejumlah penggawa veteran, membuat Milan tanpa bintang sebelum merekrut Mario Balotelli di tengah musim. Ternyata, status underdog hanya di atas kertas. Di lapangan Milan membuat Barca tidak berkutik. Barca memang menguasai pertandingan, tetapi hanya punya satu tembakan ke gawang. Bandingkan dengan Milan yang mencatat delapan peluang dan tiga tembakan ke gawang. Dari tiga tembakan ke gawang itu, dua di antaranya gagal dihalau kiper Barca Victor Valdes, yakni gol dari Kevin Prince Boateng pada menit ke-56 dan gol Sulley Ali Muntari pada menit ke-81. Kedua gelandang asal Ghana itu membuat Barca pulang dengan kepala tertunduk. Kemenangan itu juga mengingatkan Milan akan situasi pada final Liga Champions 1994. Mereka underdog dibandingkan Barca yang dilatih Johan Cruyff dengan total football-nya. Ternyata, di akhir laga, Milan unggul empat gol tanpa balas. ”Para pemain menunjukkan karakternya. Itu mengingatkan saya kepada kemenangan 4-0 atas Barcelona pada final Liga Champions 1994,” kata Marcel Desaily, mantan gelandang Milan, seperti dikutip Football Italia. Apa rahasia Milan bisa menghentikan rekor tak pernah menang selama sembilan tahun atas Barca? ”Kami bermain sebagai tim, mendengar apa kata pelatih, dan tidak membiarkan lawan menekan kami,” kata Muntari, seperti dikutip Goal. Menurut dia, persiapan yang dilakukan Milan dan taktik yang diterapkan Allegri sangat menentukan. ”Saya pantas mengatakan, yang terbaik dari pertandingan itu adalah pelatih,” pujinya. Allegri mengadopsi strategi parkir bus yang dipakai Inter Milan dan Chelsea ketika menghadapi Barca. Bedanya, dia tidak memaksakan timnya untuk melakukan serangan balik melulu melalui sayap, terkadang dengan umpan-umpan pendek yang dikendalikan Riccardo Montolivo. Bukan hanya itu, pemain terbaik dunia empat tahun beruntun Lionel Messi juga dibuat tak berkutik. ”Kami mampu mensterilisasi Messi dan kami harap dia tidak dalam kondisi 100 persen saat bertarung di Nou Camp nanti,” lanjut Montolivo. Bagi Barca, kekalahan itu membuat peluang mereka sulit. Mereka butuh menang lebih dari tiga gol untuk melaju ke perempat final. Masalahnya, sepanjang sejarah Liga Champions, hanya 18,6 persen tim yang bisa lolos ke babak berikutnya setelah kalah 0-2 di first leg. ”Membalikkan keadaan akan sulit, itu dua gol, tetapi kami tetap percaya diri. Kami bermain di stadion sendiri dan segalanya akan berbeda pada second leg,” kata Jordi Roura, asisten pelatih Barca, seperti dikutip Football Espana. Tetapi, peluang tetap ada meski jarang sekali tim Italia gagal melaju ke babak berikutnya di pentas Eropa setelah menang 2-0 di first leg kandang. Kebetulan, tim terakhir yang tersisih setelah unggul lebih dulu adalah Milan pada Piala UEFA 1995-1996. Ketika itu, Milan unggul 2-0 di kandang atas Ginrondins Bordeaux dan kemudian kalah 0-3 di tandang pada second leg. (ham)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: