Si Bos Swissindo Ditangkap di Griya Caraka, Dibawa ke Mabes Polri

Si Bos Swissindo Ditangkap di Griya Caraka, Dibawa ke Mabes Polri

CIREBON-Agustus ke Agustus. Ya, pada Agustus 2017, United Nation (UN) Swissindo bikin heboh dengan kabar pelunasan utang. Langsung mengemuka di sejumlah daerah di Indonesia. Termasuk Cirebon. Warga beramai-ramai ke bank yang disebutkan Swissindo. Ternyata gigit jari. Kini Agustus 2018. Swissindo mengemuka lagi. Si bos atau pendiri bernama Sugihartono Notonegoro dibawa ke Mabes Polri. Ia digelandang dari kantor pusat sekaligus rumahnya yang berada di kompleks perumahan Griya Caraka, Kedawung, Kamis (2/8). Ketua RW 08 Griya Caraka, Yadi Supriyadi, mengakui aksi penangkapan atas pria yang akrab dipanggil Sino itu. Ia dihubungi polisi untuk menyaksikan penjemputan paksa sekaligus penggeledahan. “Saya dalam perjalanan, ada petugas yang menelepon. Katanya ada tamu dari Mabes Polri,” terang Yadi. Penjemputan paksa sekaligus penggeledahan itu dimulai sekitar pukul 08.00 WIB. Prosesnya berlangsung sekitar dua jam. Yadi menjelaskan, semua sela dan ruangan di rumah itu digeledah. Petugas membawa sejumlah berkas, pecahan uang, dan kepingan yang mirip dengan emas. Tak hanya Sino, beberapa orang juga ikut dibawa ke Polres Cirebon Kota. “Di Mapolres Cirebon Kota kita diperiksa lama Mas. Tadi aja (kemarin, red) baru selesai sampai pukul 17.30. Setelah pemeriksaan, Pak Sino itu dibawa ke Mabes Polri. Katanya yang nangani langsung Mabes Polri,” jelas Yadi. Kapolsek Kedawung Kompol Tutu Mulyana juga mengakui ada penangkapan itu. “Tapi tugas kami untuk melakukan pengawalan. Kalau lebih dalamnya terkait kasusnya, kurang paham. Karena itu bukan ranah kita,” ucap Tutu Mulyana. Data yang dihimpun Radar, penangkapan itu merupakan tindak lanjut dari laporan dugaan penipuan yang diterima kepolisian. Pengurus Swissindo dilaporkan ke Bareskrim Februari 2018. Ditangkapnya bos Swissindo tentu mengingatkan publik Cirebon saat Swissindo heboh Agustus 2017. Ketika itu, warga beramai-ramai ke Bank Mandiri untuk mengklaim pencairan. Masing-masing dijanjikan mendapatkan uang sekitar Rp15 juta. Ternyata tak ada realisasi. Pihak Bank Mandiri menegaskan tidak ada kerja sama dengan Swissindo. Ketika itu, untuk menenangkan sekaligus meyakinkan warga, Bank Mandiri sampai harus memasang spanduk-spanduk di lokasi-lokasi strategis sebagai penegasan tak ada kaitan dengan Swissindo. Masih di Agustus 2017 itu, koran ini mewawancarai beberapa petinggi Swissindo di kantor mereka di Griya Caraka. Salah satunya World Prime Minister Swissindo, Hananto. Saat itu Hananto mengatakan kejadian pada hari Jumat 18 Agustus 2017 itu bukan untuk pencairan, tapi proses registrasi untuk mendapatkan rekening tabungan. Di lapangan, kata Hananto, banyak isu yang dihembuskan bahwa yang terjadi pada 18 Agustus 2017 itu merupakan pencairan. Padahal, kata ia, tahapan pembuatan rekening itulah yang nantinya akan dipakai untuk proses pembayaran dana misteri sebesar 6,1 triliun USD yang disebut merupakan hak bagi setiap warga negara Indonesia. Masih kata Hananto, dana misteri sebesar 6,1 triliun USD itu disebut berada di enam bank. Dana tersebut bisa dibilang masih misteri. Hal itu, disebut Swissindo karena dana itu selama ini ditutupi oleh pemerintah dan bank. \"Di enam bank itu kalau ditotalkan nilainya 6,1 triliun USD. Saya lebih suka menyebutnya ini dana global,\" kata Hananto. Sebagai pembuktian bahwa dana tersebut ada, dia mengeluarkan secarik kertas hasil audit dari World Bank yang menyebutkan dana tersebut ada di enam bank. Menurut Hananto, dana ini tidak masuk ke rekening aktif, akan tetapi masuknya ke deposit box. “Karena kalau masuknya ke rekening aktif, bank harus membayar bunga. Mana mampu membayar bunga dengan dana yang disimpan itu dengan jumlah yang banyak,\" katanya. Dananya itu diyakini masih tersimpan, karena ada tanda terimanya yang diwakili oleh pejabat Bank Indonesia. Dia menyebut saat SBY menjadi Presiden ikut mendantangani bersama menteri keuangan, disaksikan oleh perwakilan di PBB di Jakarta. Hananto mengatakan dana ini tak ada kaitannya dengan APBN. Ini merupakan dana global yang peruntukannya untuk seluruh manusia. Enam rekening yang ada di Indonesia ini merupakan bagian dari 884 rekening yang ada di berbagai bank, termasuk internasional. Dana global yang menjadi misteri itu disebutkan berasal dari zaman kerajaan dulu yang dikelola oleh Presiden Soekarno. Selama ini keberadaan dana tersebut menjadi ajang penipuan dan marak di Indonesia. \"Kenapa bisa marak itu, karena memang dananya ada. Tapi kenapa gak pernah bisa berhasil, karena hanya satu yang memiliki wewenang yang namanya M1. Karena selama ini tidak pernah buka ke masyarakat, kita sekarang ini baru buka, transparan,\" ujarnya. Swissindo sendiri beberapa kali mencoba membuka dana tersebut namun belum berhasil. Alasanya berbenturan dengan isu penipuan dan pembohongan. Menurutnya, dana ini awalnya dibuat utuk program jaminan hidup manusia atau human obligation. Ini bagian program Swissindo untuk menata ulang keuangan dunia. Sebab bukan hanya masyarakat yang dapat, pemerintah juga mendapatkan bagian. \"Karena dananya itu sudah ada, Swissindo hadir itu untuk mengungkap itu. Seluruh dunia tahu sudah. Ini bukan impian di siang bolong, ini nyata,\" kata dia. Berkaitan dengan masalah voucher M1 yang disebut memungut biaya, UN Swissindo menyebut hal ini sudah pasti dilakukan oknum. Sebab Swissindo sendiri tidak pernah melakukan pungutan atas pembagian voucher M1. Vocher itu sendiri dikeluarkan bagi setiap warga yang sudah memiliki E-KTP. Voucher M1 itu pula yang menjadi surat kuasa untuk mendapatkan pembayaran program pembebasan hutang dengan nilai 1200 USD atau sekitar Rp15,6 juta. Dikatakan Hananto, sejauh ini voucher M1 ini sebenarnya bisa didapatkan melalui website secara gratis. Namun karena banyak warga yang tak tahu, akhirnya dibentuk kepengurusan relawan yang tujuannya untuk membantu warga yang tidak bisa cetak. Karena kepengurusan ini berbentuk relawan, Swissindo tak memberi gaji. \"Tidak pernah memungut biaya. Kalau ada pungutan, itu ulah oknum,\" jelasnya. (cep/RC)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: