Distribusi Air Waduk Jatigede Tidak Adil

Distribusi Air Waduk Jatigede Tidak Adil

Ancaman kekeringan yang selama ini akrab menimpa para petani, sepertinya akan mendapat solusi, setelah keberadaan Waduk Jatigede Sumedang. Namun ternyata, adanya waduk terbesar kedua se-Asia itu, tidak berdampak signifikan terhadap para petani Kabupaten Cirebon. ======= DINAS Ketahanan Pangan Kabupaten Cirebon menilai, keberadaan Waduk Jatigede Sumedang tidak menguntungkan wilayah Kabupaten Cirebon. Pasalnya, dari 11 pintu pengairan, Kabupaten Cirebon hanya diberi dua pintu. Sementara sembilan pintu pengairan lainnya, masuk ke area pertanian di wilayah Kabupaten Indramayu. “Bayangkan saja, luas area pertanian kita 46 ribu haktare. Jumlah tersebut belum menghitung area perkebunan. Sementara, porsi air dari Waduk Jatidege yang digadang-dagang memberikan dampak positif bagi petani di Kabupaten Cirebon menjadi pupus,” ujar Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Cirebon, Muhidin MM saat berdiskusi dengan kru Redaksi Radar Cirebon, kemarin (3/8). Pada acara Diskusi Radar Cirebon itu, Muhidin sekaligus membawa jajarannya, yakni Kabid Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tuti Khodijah, Kabid Distribusi dan Penyaluran Pangan Toni, serta Kabid Konsumsi dan Keamanan Pangan Witono. Masih menurut Muhidin, ketika Waduk Jatigede hanya memberikan dua pintu air untuk Kabupaten Cirebon, hanya beberapa kecamatan saja yang terairi. Seperti Kecamatan Kaliwedi, Susukan, Panguragan. Sedangkan untuk wilayah utara Kabupaten Cirebon, Suranenggala, Gunungjati, Kapetakan masih rawan kekeringan. Dengan hanya dua pintu air yang diperuntukkan untuk Kabupaten Cirebon, lanjutnya, memang terkesan ada ketidakadilan pembagian air Jatigede. “Okelah lahan pertanian Indramayu lebih luas dari Kabupaten Cirebon. Tapi Kabupaten Cirebon juga memiliki lahan pertanian yang sangat luas, dan tidak cukup hanya dua pintu. Idealnya, Kabupaten Cirebon memperoleh empat pintu air, sisanya silakan buat Indramayu,” tuturnya Karena hanya dua pintu air, maka sangat tidak cukup untuk mengairi persawahan yang ada di Kabupaten Cirebon. Bagaimana air mau sampai ke Kabupaten Cirebon, apalagi cuaca panas seperti saat ini, air dalam perjalanan saja sudah terkena matahari sehingga berkurang. Belum lagi di perjalanan, air tersebut juga banyak yang menyedot, sehingga sampai di Kabupaten Cirebon sangat sedikit. “Air dari Waduk Jatigede dalam perjalanan menuju area pertanian di Kabupaten Cirebon akan cepat habis. Karena hanya bisa mengairi di wilayah barat saja. Jadi, keberadaan Waduk Jatigede belum berdampak siginifikan bagi Kabupaten Cirebon,” jelasnya. Pada kesempatan itu, Muhidin juga membeberkan ada sekitar enam desa yang termasuk desa rawan pangan di Kabupaten Cirebon. Yakni Ciuyah, Ambit, Gunungsari di Kecamatan Waled. Kemudian Desa Melakasari Kecamatan Gebang, Desa Cipinang Kecamatan Beber dan Kertasari Kecamatan Weru. Meski demikian, untuk secara makro kondisi pangan di Kabupaten Cirebon terhitung aman di tahun 2018. Kenapa aman? “Jika jumlah penduduk Kabupaten Cirebon sekitar 2.100.000 orang dikali 300 gram kali 12 bulan. Nah kita hitung, lahan pertanian kita 46 ribu hectare. Kalau rata-rata 6 ton kali 46 ribu hektare kali dua musim 276 ribu ton, dikalikan dua musim, jadi 550 ribu ton gabah kering panen. Dari 520 ribu ton, sekarang kalau penduduk kita 2.100.000 kali 3 gram berarti 6.300.000 gram atau 63 ton perbulan dikalikan 12 bulan, berarti pangan kita aman. Kita mengalami neraca 101 ton,” bebernya. Namun menurut Muhidin, musim kemarau tahun 2018 ini akan berdampak kepada pangan di tahun 2019. Karena tahun 2018 ini, sudah dikalkulasikan dengan hasil panen yang ada. Yang menjadi permasalahan utama pertanian di Kabupaten Cirebon, sambungnya, masalah kekeringan. “Sekarang kita lihat dari Panguragan, Bedulan hingga Suranenggala sudah banyak sawah yang mengalami kekeringan. Padahal daerah tersebut merupakan daerah sentra penghasil beras, seperti Gegesik dan Kaliwedi,” ujarnya. (sam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: