Sisa DAK Belum Dibayar, Pemkot Cirebon Garap Lagi Trotoar Jalan Wahidin

Sisa DAK Belum Dibayar, Pemkot Cirebon Garap Lagi Trotoar Jalan Wahidin

CIREBON - Yanto, salah seorang mandor borong DAK Kota Cirebon Rp 96 miliar masih geleng-geleng kepala. Permasalahan sisa pembayaraan pekerjaan drainase dan trotoarisasi hingga kini masih belum selesai. Namun di depan matanya, dia mendapati sudah ada lagi pekerjaan perbaikan trotoar di Jalan Dr Wahidin. Tepat di depan Kantor Pengadilan Negeri (PN) Kota Cirebon, tempat perkara gugatan perdatanya itu disidangkan. \"Sama kita saja belum selesai urusannya, malah kerjaan sudah mulai lagi. Persis depan pengadilan lagi,\" ujar Yanto kepada Radar Cirebon, kemarin. Sidang perdata dengan tuntutan sisa pembayaran DAK sendiri, harus diundur. Pasalnya, saat sidang itu, Pemkot Cirebon yang dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang hanya mengambil surat jawaban saja atas replik yang disampaikan oleh penggugat. Meski intervensi dari subkontraktor dan mandor borong sudah ditolak oleh majelis hakim. Namun Yanto mengaku akan terus mengawal perkara ini sampai selesai. Sampai ada putusan dibayarkannya sisa pembayaran DAK. Tiga gugatan yang dilayangkan oleh kontraktor DAK Rp 96 miliar, yakni PT Mustika Mirah Makmur, PT Sarana Multi Infrastruktur dan PT Ratu Karya masih terus berlanjut di PN Cirebon. \"Para pekerja berencana akan coba sharing dengan kuasa hukum dari pihak PT,\" ujarnya. Adanya penolakan intervensi cukup mengecewakan para mandor borong atau subkontraktor. Menurut Yanto, adanya intervensi sendiri dimaksudkan agar bisa ikut mengawal kasus tersebut, meskipun tidak ada sangkut pautnya dengan pemerintah. Karena mandor borong atau subkontraktor ini hanya memiliki surat perintah kerja dari pihak PT. Kuasa hukum kontraktor, Berty Samuel Mantiri mengatakan, adanya intervensi dari subkontraktor belum semuanya diputuskan. Meski dari dua gugatan, intervensi seluruhnya ditolak oleh majelis hakim. Namun tak menutup kemungkinan intervensi ini juga bakal ditolak lagi. Berty sendiri sebenarnya berharap intervensi itu bisa diterima, untuk ikut bersama penggugat mengajukan tuntutan ke Pemkot Cirebon sebagai tergugat. Pekerjaan fisik berupa pembangunan jalan, jembatan dan trotoarisasi yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 96 miliar memang membuat para subkontrator sebagai mandor borong menderita. Diketahui para mandor borong ini mengerjakan pekerjaan itu dengan modal sendiri, sampai harus berutang. Karena sudah mendapatkan kesepakatan pembayaran per termin dalam surat perintah kerja (SPK). Sehingga para subkontraktor itu berani menyelesaikan pekerjaan. Terkait hal ini, Berty mengatakan pihaknya akan membahas kembali. Termasuk sistem pekerjaan yang dilakukan oleh para subkontraktor dengan cara borong pekerjaan. Menurutnya, subkontraktor tidak usah khawatir tidak dibayar. Pihaknya sendiri menjelaskan ke subkon, agar mengikuti saja sidang untuk mengawal sampai perkara ini ada putusan. \"Pihak subkon mau ke pengadilan demo, saya rasa percuma. Kalau mendemo pembayaran ke pemda. Tapi karena tidak ada hubungan dengan pemda. Kecuali, ini kan harus melalui perusahaan. Maka Lebih baik mengawal sidang sampai selesai ada putusan,\" jelasnya. Sebelumnya, Kabag Hukum dan HAM Setda Kota Cirebon, Chandra Bima Permana enggan menanggapi lebih jauh terkait adanya penolakan intervensi dari subkontraktor tersebut. Hal ini karena sudah masuk dalam meteri putusan hakim. \"Itu kan sudah masuk materi putusan, dan kita tidak mengetahui itu,\" ucapnya. Dia juga tak mengetahui pekerjaan DAK Rp 96 miliar itu, juga ternyata banyak subkontraktor yang terlibat di dalamnya. Penolakan itu, memang berdasar karena pemkot dalam hal ini tidak ada ikatan dengan para subkontraktor atau mandor borong tersebut. Sebab dalam proyek DAK ini, ada tiga pemenang lelang yang melaksanakan proyek itu. \"Ya kami tidak mengetahui kenapa bisa ada subkon, karena saya kan tidak ada di dalamnya,\" kilahnya. (jml)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: