Kasus Gedung Sekda, Kontraktor Merasa Jadi Kambing Hitam

Kasus Gedung Sekda, Kontraktor Merasa Jadi Kambing Hitam

CIREBON–Ibarat serangan balik, PT Rivomas Pentasurya membeber sejumlah fakta yang kerap diabaikan selama ini. Termasuk soal inspeksi yang dilakukan Tim Kejaksaan Agung (Kejagung) ke Gedung Sekretariat Daerah (Setda). Pelaksana Tugas Manejer Proyek (MP) Taryanto menegaskan, beberapa kabar yang sempat jadi bahan pemberitaan tidak sepenuhnya benar. Misalnya pergantian project manager. Padahal dalam posisi sesungguhnya, tidak terjadi. “Pak Tajudin itu sekarang difokuskan menangani PHO (Provision Hand Over/serah terima proyek,” ujar Taryanto, kepada Radar Cirebon. PHO ini, kata dia, mestinya dilakukan sejak 21 Juli. Sebab pekerjaan sebetulnya sudah selesai. Adapun pekerjaan yang berlangsung saat ini, lebih pada proses pemeliharaan. Kemudian memperhatikan masukan-masukan yang disampaikan dalam inspeksi. Contohnya adalah kedatangan Kejakgung dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon yang memeriksa gedung setda. Dari hasil kunjungan itu, ada beberapa catatan yang diberikan. Diantaranya adalah perbaikan yang relatif mudah untuk diselesaikan. “Ini kita kerjakan sesuai catatan kejagung,” tuturnya. Disebutkan dia, ditundanya PHO oleh Petugas Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) dan tim teknis Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (DPUPR), telah menimbulkan persepsi bahwa ada yang salah dengan gedung setda. Kemudian selalu pihak kontraktor dikambinghitamkan. Padahal ia berani menjamin bahwa Gedung Setda tidak bermasalah. Justru yang bermasalah adalah orang bermain di belakang proyek ini. “Jangan mengalihkan isu kemasalah repair kecil-kecil. Sudah ini PHO saja, bayarkan sisanya,” tukasnya. Diakui Taryanto, proyek seharusnya selesai 25 Desember 2017. Tapi ada beberapa bagian yang belum tergarap, sehingga ada addendum selama 50 hari yakni sampai 15 Februari 2018. Keterlambatan ini tidak sepenuhnya kesalahan kontraktor. Sebab, sejak awal proyek itu memang salah dalam perencanaannya. Ini yang menjadi landasan kontraktor meminta addendum. Gara-gara masalah ini pula, kontraktor harus menutupi pembiayaan dengan meminjam dari bank dengan bunga komersial. Atas rentetan persoalan ini, Taryanto meminta DPUPR untuk mencairkan sisa pembayaran senilai Rp35 miliar. Ia juga mempertanyakan posisi uang tersebut. Apakah masih ada di kas daerah? Atau ada di posisi lain. “Kami juga perlu kejelasan. Ke mana larinya uang itu?\" tanya dia. Ia mendorong PHO segera dilakukan. Kemudian pemerintah kota membayar kontraktor meski pencairannya mungkin tidak sampai seluruhnya. Tapi minimal ada uang masuk ke kas perusahaan. Seperti diketahui, belakangan ini permasalahan di internal PT Rivomas Pentasurya, mencuat juga ke publik. Perselisihan  kontraktor proyek gedung setda, merambat sampai ke tingkat mandor pekerja. Minggu (19/8) Project Manager (PM) Tajudin membuat laporan dugaan pencurian yang dilakukan oleh salah seorang mandor bernama Alim. Namun berkas pelaporan ini belum dapat ditelusuri. Berulangkali Satuan Reserse dan Kriminal Polsek Utara Barat gagal dikonfirmasi. Namun, menurut pengakuan Alim, dirinya diperiksa oleh unit Reskrim Polsek Utbar terkait tuduhan mencuri mobil Inova milik Tajudin beberapa waktu lalu. Padahal, sebelumnya antara dia dan Tajudin sudah ada kesepakatan lisan. Bilamana pembayaran pekerjaan yang tertunggak dari November 2017 sampai Februari 2018 belum dibayarkan, sebagai jaminannya adalah mobil milik Tajudin. \"Nilainya Rp86 jutaan, dari bulan April dia selalu menjanjikan untuk ditransfer. Tapi sampai saat ini dia selalu ingkar,\" ujar Alim. Alim beralasan, susah menghubungi Tajudin, sehingga sekali waktu bertemu dia langsung meminta jaminan. Tujuannya agar ada itikad baik dari Tajudin untuk segera melunasi tunggakan pembayaran pekerjaan. Bukannya pembayaran yang dirinya terima, malah beberapa hari lalu dia didatangi Tajudin dengan membawa banyak orang. Mengintimidasi dirinya untuk menyerahkan mobil jaminan. Tentu saja Alim menolaknya, hingga akhirnya Tajudin melaporkan Alim ke polisi dengan tuduhan pencurian mobil. \"Saya merasa takut mas, saya ini hanya bekerja menurut perintah dari manager proyek. Dengan kasus ini mohon kepada semua pihak bisa membantu,\" ucapnya. Disebutkannya, mandor proyek yang bekerja sekarang berjumlah sekitar tujuh orang. Alim sendiri membawa 14 pekerja, sedangkan dulu pada awal pembangunan bisa sampai membawa 130 pekerja. \"Ada mandor Nana dengan 35 orang pekerja, Salim 27, Liam 25, Warna 150 dan mandor lainnya yang belum saya kenal,\" tukasnya. (gus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: