Mau Nagih? BKD Minta PT Rivomas Bayar Denda Dulu

Mau Nagih? BKD Minta PT Rivomas Bayar Denda Dulu

CIREBON–Tagihan dibalas tagihan. Permintaan PT Rivomas Pentasurya agar Pemerintah Kota Cirebon melunasi sisa pembayaran Gedung Sekretariat Daerah (Setda), dinilai tidak tepat. Pasalnya mereka juga masih menunggak pembayaran denda keterlambatan pekerjaan senilai Rp11 miliar. Bahkan, pembayaran denda sudah jatuh tempo akhir Juli. Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Cirebon H Sukirman SE MM mengungkapkan,  Bendaharawan Daerah sampai saat ini belum menerima pembayaran denda tersebut. Nilai Rp11 miliar itu bukan perhitungan pemkot. Dasarnya dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Kalau mau dilunasi, bayar dulu dendanya,” ujar Maman Kirman –sapaan akrabnya- Rabu (22/8). Selain sangkut paut denda, kontraktor juga belum bisa menerima pembayaran hingga 100 persen, karena faktor administrasi. Seperti diketahui, hingga kemarin provisional hand over (PHO/serah terima hasil pekerjaan) juga belum dilakukan. PHO ini jadi syarat mutlak, meski sejauh ini pekerjaan yang dilakukan di lokasi proyek diklaim sebagai bentuk pemeliharaan. Maman merinci, anggaran yang sudah digelontorkan pemkot ke kontraktor sekitar Rp52 miliar dari nilai pagu anggaran Rp86.751.533.000. Atau baru 61 persen pembayaran. Nilai ini berbeda dengan klaim dari kontraktor. Meski nilai pagu Rp86 miliar, tapi PT Rivomas Pentasurya merasa pekerjaan yang dilakukannya mencapai Rp94 miliar. Nilainya bisa bengkak karena ada tambahan-tambahan pekerjaan yang tidak masuk dalam dokumen kontrak. Namun tidak diketahui, bagaimana mekanisme pembayaran dari total pekerjaan yang selisihnya sampai Rp8 miliar itu. Dari informasi yang dihimpun Radar Cirebon, keterlambatan pembayaran denda merupakan temuan BPK. Ini juga yang melandasi Kejaksaan Agung (Kejagung) maupun Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon melakukan penyelidikan. Tim Kejakgung dibantu Kejari juga masih melakukan pendalaman atas beberapa sangkaan pada megaproyek gedung pemerintah setinggi delapan lantai itu. Kembali ke pembayaran denda, Maman menyebutkan, saat ini sudah jatuh tempo. Batas waktunya 60 hari kerja. Dihitung dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang diterima pemkot, tanggal 30 Mei. Jadi batasnya adalah 31 Juli. “Kami ini hanya menerima pembayaran denda. Kalau sudah bayar, silakan tunjukan bukti surat tanda setorannya. Itu nanti masuk ke pendapatan lain-lain,\" tuturnya. Soal denda ini tidak bisa dianggap sepele. Apalagi alau kontraktor berharap mendapat bayaran 100 persen, baru setelah itu bayar denda. Mekanisme seperti itu tidak bisa diterima. Kemudian kalau kontraktor tidak membayar, bakal jadi temuan BPK di tahun selanjutnya. Maman menegaskan, BKD akan melaporkan PT Rivomas Pentasurya ke Inspektorat karena denda yang belum dibayar. Tagihan kontraktor dan pagu proyek Gedung Setda, berselisih hingga Rp8 miliar. Bagaimana bisa ada selisih sebesar itu? Manajer Proyek PT Rivomas Pentasurya, Karyanto mengungkapkan, dalam pelaksanaan pembangunan ada beberapa tambahan pekerjaan. Ia mencontohkan pengadaan aluminum composite panel (ACP)/aluminium pelapis dinding gedung. Dalam perencanaan, kebutuhan materialnya tidak sesuai dengan kebutuhan. Bahkan tidak sampai 50 persennya. Kekurangan material ini pada akhirnya membuat kontraktor ”nombok” dengan uang sendiri. Kemudian ada beberapa tambahan pekerjaan lain, yang nilainya bermacam-macam. “ACP-nya itu cuma setengahnya. Apa kita mau bangun setengahnya saja? Kan nggak bisa gitu. Kita tetap bangun full,” ujar Karyanto. Bagaimana pembayaran tambahan pekerjaan ini? Apakah proyek berbeda? Karyanto tidak bersedia menjawabnya. Ia meminta difokuskan kepada pembayaran sesuai pagu atau Rp86 miliar. Menurut klaim kontraktor, kekurangan pembayaran masih Rp35 miliar. Lantas, kenapa PHO belum juga dilakukan kalau pekerjaan sudah selesai? Karyanto justru bertanya balik. Ia mempertanyakan dasar Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (DPUPR), tak kunjung menerima serah terima proyek. Menurut versi kontraktor, gedung itu sudah 100 persen selesai. Karyanto balik bertanya; “Apa ada ketakutan atau ada yang kurang pas dengan hasil pembangunan?” Ia menjamin, kalau masalah pembangunan, PT Rivomas Pentasurya siap bertanggung jawab. Tetapi ia juga meminta agar tidak digantung seperti sekarang ini. Sebab, pembiayaan proyek itu juga melibatkan perbankan. Yang bunganya menggunakan rate komersial. Yang menjadi tanggung jawab kontraktor untuk dibayar. “Tinggal bilang kurang apa. Katanya tangga dengan dinding kurang rapat, kita sudah perbaiki. Masalah plafon juga sudah diperbaiki. Apa lagi?” tanya dia. Karyanto menyayangkan persoalan PHO Gedung Setda berlarut-larut. Sebab, mestinya proses ini tuntas sebelum mantan kepala DPUPR, Ir Budi Raharjo MBA pensiun. Budi saat itu menjabat Pengguna Anggaran (PA)  yang juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Masalahnya sekarang tambah runyam, karena Pelaksana Tugas (Plt) Kepala DPUPR Ir Yoyon Indrayana MT mengajukan pengunduran diri. Ia merasa tidak berkompeten merangkap jabatan Asisten Daerah Ekonomi Pembangunan (Ekbang) dengan plt kepala DPUPR. (gus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: