Kota Cirebon Bukan Tempat Sampah?

Kota Cirebon Bukan Tempat Sampah?

Sampah merupakan sisa hasil aktivitas manusia yang berbentuk padat dan ketersediannya cukup melimpah di kota-kota besar, salah satunya di Kota Cirebon. Sampah jika tidak dikelola dengan baik akan menjadi masalah dan menimbulkan banyak resiko dan berbahaya bagi kesejahteraan masyarakat. Dikutip radarcirebon.com, dari 3R’s Critical Success Factor in Solid Waste Management System for Higher Educational Institutions, menurut UNDP sampah yang tidak terangkut akan menimbulkan penyumbatan saluran air, yang akan menyebabkan banjir, menciptakan kondisi yang tidak sehat, dan menganggu keindahan kota.  Lebih parah lagi jika masalah sampah tersebut berdampak pada masalah sosial. Baca: 3R’s Critical Success Factor in Solid Waste Management Terungkap bahwa batas-batas wilayah yang terpolusi oleh limbah atau sampah memengaruhi proses identifikasi sosial masyarakat yaitu wilayah tersebut akan diiidentifikasikan sebagai wilayah kumuh. Oleh karena itu perlu adanya pengelolaan sampah yang tepat untuk mengatasi hal tersebut. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan bahwa pengelolaan sampah harus dilakukan secara komprehensif dari hulu sampai hilir. Temuan radarcirebon.com, pengelolaan sampah di Kota Cirebon yang masih meggunakan pola kumpul – angkut – buang membuat keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah masih rendah. Adanya sistem retribusi pelayanan persampahan juga membuat masyarakat menjadi bergantung kepada pemerintah dan merasa tidak perlu ikut serta dalam pengelolaan sampah karena semua kegiatan pengelolaan sampah sudah mereka serahkan kepada pemerintah. Ditambah kurangnya sosialisasi dan motivasi yang membuat nilai-nilai lingkungan belum tertanam dengan kuat sehingga masyarakat kurang menghargai untuk menjaga lingkungan, termasuk untuk tidak membuang sampah sembarangan. Padahal keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah itu penting mengingat volume sampah yang selalu meningkat setiap harinya, sedangkan Pemerintah tidak memiliki cukup dana untuk menggunakan teknologi canggih dalam pengelolaan sampah. Di sisi lain, produksi sampah Kota Cirebon diakibatkan dari adanya kegiatan industri, perdagangan, taraf hidup dan gaya hidup masyarakat, rumah tangga dan sebagainya sehingga produksi sampah di kota Cirebon pada setiap harinya mencapai 600 m3, sedangkan yang dapat terangkut sebanyak 550 m3/hari dan sisanya dibakar, ditimbun sendiri dengan cara membuat lubang atau menggali tanah, dibuang secara sembarangan ditempat-tempat tertentu secara liar dan lain sebagainya (illegal dumping). Peta Rencana Kepadatan Penduduk Kota Cirebon Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta beberapa waktu lalu. Menurut dia, dengan melaksanakan pengelolaan sampah yang bagus di darat dan laut, maka secara tidak langsung Indonesia sudah melahirkan SDM yang bagus dan berkualitas. Itu artinya, generasi mendatang juga sudah terjamin kualitas SDM untuk melanjutkan tugas itu. “Kami melihat hal ini adalah hal yang sangat serius karena berkaitan dengan kualitas Sumber Daya Manusia. Bank Dunia punya program sangat bagus, Indonesia sudah menggelontorkan dana yang cukup banyak dan kita perlu peran Bank Dunia untuk mengawasi,” ujarnya. Langkah tersebut, harus bisa diadaptasi oleh Pemerintah yang ada di Kabupaten dan Kota, sehingga tercipta penghargaan dan sekaligus pemberian sanksi dalam pengelolaan sampah. Secara terpisah, Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim menjelaskan, keterlibatan Bank Dunia dalam penanganan masalah seperti sampah dan juga stunting, merupakan bagian dari program untuk mengurangi ketimpangan dan ketidaksetaraan di masyarakat. Program itu, berdampingan dengan program pengentasan kemiskinan yang sejak lama sudah dilaksanakan oleh Bank Dunia. Bank Dunia saat ini akan menjalankan proyek Dana Perwalian Kemaritiman Indonesia (Indonesia Oceans Multi Donor Trust Fund) yang memberikan dukungan strategis terhadap seluruh Agenda Kelautan Indonesia. Dukungan yang diberikan antara lain perbaikan terhadap perencanaan, koordinasi, kebijakan dan pendanaan strategi kelautan Indonesia. Dana itu juga untuk mendukung upaya pengurangan limbah plastik yang diwujudkan dalam Rencana Aksi Nasional Pengurangan Sampah Plastik, dan mendukung ketahanan daerah pesisir dan sumber daya laut. Adapun, dana perwalian tersebut merupakan dana hibah dari Norwegia dan Denmark, masing-masing berjumlah USD1.4 juta dan USD875 ribu. Bank Dunia juga saat ini sedang melaksanakan Proyek Pengelolaan Sampah Padat Bank Dunia (National Municipal Solid Waste Management Project). Program tersebut untuk memberikan dukungan kepada Kementerian Perumahan Rakyat dan Pekerjaan Umum, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang saat ini melaksanakan program pengelolaan sampah senilai USD1.2 miliar yang sebagian besar akan didanai oleh pemerintah pusat dan daerah. Lantas, sejauhmana kesiapan Kota Cirebon? \"Tidak Perkembangan Pertumbuhan Kota Cirebon memacu bertambahnya jumlah penduduk dan perkembangan sektor industri serta pembangunan fasilitas infrastruktur kota. Dampak dari perkembangan tersebut adalah semakin besarnya jumlah produksi sampah yang dihasilkan dan daya dukung lingkungan hidup yang semakin berkurang terhadap sampah tersebut. \"Tidak Volume sampah di Kota Cirebon perharinya di tiap Kecamatan antara tahun 2012 hingga tahun 2015 mengalami peningkatan tiap tahunnya. Namun, peningkatan volume sampah perhari tidak sebanding dengan TPA Kopiluhur Kota Cirebon. Mengingat, dikutip radarcirebon.com dari RCTV, Perluasan Lahan Tpa Kopi Luhur Butuh Biaya Besar diungkapkan rencana perluasan lahan tempat pembuangan akhir (TPA) Kopiluhur kota Cirebon masih terkendala pembukaan zona lima atau tempat penampungan baru membutuhkan anggaran yang cukup besar. \"Tidak Kota Cirebon Memiliki Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yaitu TPA Kopiluhur yang berlokasi di kecamatan Harjamukti yang setiap hari menerima paling sedikit 600 kubik sampah. Baik sampah rumah tangga maupun sampah pasar. Sehingga penumpukan sampah akan cepat terjadi. Ironinya, pengelolaan sampah di Kopiluhur hanya sebatas diratakan dengan beko dan kemudian ditimbun dengan tanah untuk meminimalkan perkembangan bibit penyakit. Namun cara ini masih dianggap kurang maksimal oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Cirebon, Karena cara seperti ini hanya bersifat sementara. Dengan luas lahan 9 hektar dan produksi sampah antara 600 kubik hingga 700 kubik per hari maka cara tersebut diperkirakan hanya akan bertahan lima tahun saja.***          

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: