Terkait Pilwakot, Ketua KPU- Ketua Panwaslu Dapat Sanksi Peringatan Keras DKPP

Terkait Pilwakot, Ketua KPU- Ketua Panwaslu Dapat Sanksi Peringatan Keras DKPP

JAKARTA-Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan para penyelenggara Pilkada Kota Cirebon, yakni KPU Kota Cirebon dan Panwaslu Kota Cirebon (saat ini Bawaslu) telah melakukan pelanggaran etik. Sanksinya beragam. Yang mendapat peringatan keras adalah Ketua KPU Kota Cirebon Emirzal Hamdani, dan (mantan) Ketua Panwaslu Kota Cirebon Susilo Waluyo. Saat perkara diajukan ke DKPP oleh paslon Bamunas Setiawan Boediman-Effendi Edo, Susilo Waluyo masih menjabat ketua Panwaslu Kota Cirebon. Kini Susilo sudah lengser. Panwaslu pun sudah berubah menjadi Bawaslu, dengan ketuanya adalah mantan anggota Panwaslu Kota Cirebon Mohamad Joharudin. Tak hanya itu, DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan kepada kepada para anggota KPU Kota Cirebon. Yakni  Dita Hudayani, Iwan Setiawan, Sanusi, dan Moh Arief. \"\"Sanksi peringatan juga diberikan kepada teradu Wasikin selaku ketua Bawaslu Jabar. DKPP juga memutuskan bahwa Suhartoni, Ani, Budiman Siswanto, Jazuli Rahmat, Nurjaman selaku ketua PPS dan KPPS tak memenuhi syarat menjadi penyelenggara pemilu di masa yang akan datang. Kepada Radar Cirebon, Emirzal Hamdani mengakui pihaknya telah menerima keputusan dari DKPP berupa peringatan keras. Sebenarnya vonis itu masih ringan. Karena yang diminta oleh paslon Bamunas-Edo selaku pengadu adalah pemberhentian tidak hormat kepada para penyelenggara pilkada. Mulai KPU Kota Cirebon, Panwaslu, hingga Bawaslu Jabar. “Tadi (Rabu, red) hasilnya. Kami membaca tuntutan yang dilakukan oleh pengadu, majelis hakim DKPP mengabulkan sebagian. Kami KPU Kota Cirebon diputuskan. Saya ketua KPU mendapat sanksi peringatan keras dan empat anggota komisioner mendapat sanksi peringatan,” ungkap pria yang akrab disapa Emir itu. Emir mengakui mantan ketua Panwaslu Kota Cirebon Susilo Waluyo juga mendapat sanksi peringatan keras, sedangkan ketua Bawaslu Jawa Barat mendapat sanksi peringatan. Untuk dasar- dasar putusan itu, ia mengaku belum membaca secara utuh surat keputusan DKPP. \"Mungkin dilihat, kami kurang memaksimalkan komunikasi. Komunikasi antara KPU dan Panwas Kota Cirebon pada saat itu,” ujarnya. Atas keputusan majelis hakim DKPP, Emir mengatakan sudah menjadi risiko sebagai seorang penyelenggara pemilu. “Karena pada dasarnya kami hanya berusaha maksimalkan kinerja untuk menjaga suara rakyat,” tandasnya. Terpisah, kuasa hukum Bamunas-Edo, Radiansyam juga mengakui pihaknya sudah menerima surat keputusan DKPP. \"DKPP dalam suratnya menjelaskan bahwa telah terjadi pelanggaran keras yang dilakukan penyelenggara, dalam hal ini KPU,” jelasnya. Radiansyam menjelaskan, wewenang DKPP menilai dan memutuskan pelanggaran etik. “Artinya, jika memang ada penyelenggara yang telah melakukan pelanggaran etik, maka ada hal yang salah dalam penyelenggaraan pemilu itu sendiri. Dengan kondisi seperti ini, sudah seyogyanya keputusan DKPP menjadi pertimbangan bagi Mahkamah Konstitusi (MK). Walaupun memang MK memiliki kewenangan yang berbeda dengan kewenangan DKPP,” ucapnya. Sanksi peringatan keras yang diterima penyelenggara pemilu ini, kata Radiansyam, termasuk dalam keputusan terberat. Ia menjelaskan, ada tingakatan sanksi dalam keputusan DKPP dalam memutuskan suatu pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Yakni peringatan ringan, sedang, rehabilitasi, peringatan keras dan pemberhentian tugas. “Artinya levelnya ini sudah tinggi. DKPP menilai ada prosedur yang salah yang dilakukan oleh KPU,” ujarnya. Diungkapkan Radiansyam, ada hal lain dalam keputusan DKPP. Yakni, DKPP tak membatalkan hasil rekomendasi panwascam untuk pemungutan suara ulang (PSU) di 24 TPS. \"Artinya rekomendasi panwascam soal PSU, DKPP menerima dan masih berlaku. Maka seharusnya wajib menjalankan itu,” katanya. (abd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: