Skandal Korupsi sang Hakim Pakai Kode Pohon dan Ratu Kecantikan

Skandal Korupsi sang Hakim Pakai Kode Pohon dan Ratu Kecantikan

JAKARTA - Bertambah lagi aparatur peradilan yang menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun ini. Itu setelah komisi antirasuah menetapkan Hakim Adhoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Medan Merry Purba dan panitera pengganti Elpandi sebagai tersangka, kemarin (29/8). Keduanya diduga menerima suap total SGD 280 ribu atau setara Rp 3,01 miliar. Sebelum mereka, pada Maret lalu KPK juga menetapkan seorang hakim dan panitera pengganti sebagai tersangka korupsi. Yakni, hakim PN Tangerang Wahyu Widya Nurfitri dan panitera pengganti Tuti Atika. Itu berarti, di tahun ini sudah dua hakim dan dua panitera pengganti yang mendekam di rumah tahanan negara (rutan) cabang KPK. Di PN Tangerang, KPK membongkar indikasi suap untuk putusan perkara perdata. Sedangkan di PN Medan, hakim adhoc dan panitera pengganti diduga menerima sogok terkait putusan perkara korupsi. Suap sebesar SGD 280 ribu itu diberikan bertahap. Pertama SGD 150 ribu. Dan sisanya SGD 130 ribu (di berita sebelumnya SGD 13 ribu) diamankan saat operasi tangkap tangan (OTT). Ketua KPK Agus Rahardjo menjelaskan, dalam OTT itu sejatinya juga diamankan pula Ketua PN Medan Marsudin Nainggolan, Wakil Ketua PN Wahyu Prasetyo Wibowo, hakim Sontan Merauke Sinaga dan panitera pengganti Oloan Sirait. Namun, keempat aparatur itu dilepas karena tidak cukup bukti. “Sampai 1x24 jam itu, kami belum menemukan alat bukti yang cukup kuat,” ujarnya. Agus mengungkapkan, Merry dan Elpandi diduga kuat menerima suap dari Tamin Sukardi, pengusaha kondang di Medan yang menjadi terdakwa. Uang itu diduga untuk mempengaruhi putusan kasus tipikor 33/pid.sus/TPK/2018/PN.Mdn yang disidangkan Merry sebagai hakim adhoc dan dua hakim lain, yakni Wahyu Prasetyo Prabowo (ketua majelis hakim) dan Sontan (hakim anggota). “Hakim MP (Merry Purba, Red) menyatakan dissenting opinion dalam vonis tersebut (Tamin Sukardi),” ungkap Agus di gedung KPK. Uang untuk Merry diberikan melalui orang kepercayaan Tamin, Hadi Setiawan yang kini masih berkeliaran bebas meski sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. “KPK mengingatkan HS (Hadi) segera menyerahkan diri,” tegas Agus. Yang menarik, dalam suap di lingkungan peradilan tersebut, ada penggunaan sandi dan kode yang diduga digunakan kedua belah pihak untuk mengaburkan transaksi korupsi. Sementara ini, kode yang teridentifikasi adalah “pohon” yang artinya uang dan “ratu kecantikan” sebagai kata ganti nama hakim. Kode dan sandi lain masih terus dipelajari hingga kemarin. KPK menjerat hakim adhoc dan panitera dengan pasal 12 huruf c atau pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: