Kekeringan di Argasunya, Warga Manfaatkan Air dari TPA Kopi Luhur

Kekeringan di Argasunya, Warga Manfaatkan Air dari TPA Kopi Luhur

CIREBON-Kekeringan menyebabkan warga di Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, terpaksa memanfaatkan air di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kopi Luhur. Di kawasan itu, ada tangki yang sebetulnya dipakai untuk mendistribusikan air untuk keperluan TPA. Namun sejak kemarau, warga turut memanfaatkan fasilitas ini. Pelaksana Teknis TPA Kopiluhur, Sudiro mengatakan, air di TPA Kopi Luhur berasal dari mata air di dekat TPA. Meski lokasinya dekat tumpukan sampah, namun dari hasil pengujian dinyatakan bersih dan dapat dipakai untuk kebutuhan rumah tangga. Melihat sumber air yang bisa dimanfaatkan, warga kemudian mengirim pengajuan surat atas persetujuan RT/RW setempat. Meski bukan dalam topoksinya, hal tersebut terpaksa dilakukan melihat kekeringan yang ada di beberapa RW. “Sebetulnya ini baru terjadi. Baru tahun ini. Tahun kemarin nggak ada,” tuturnya. Dalam sehari, dua sampai tiga tangki air dikirimkan ke pemukiman warga. Padahal air ini semestinya digunakan untuk pemenuhan TPA Kopi Luhur. Terutama pengolahan sampah dan perawatan tanaman. Sejumlah wilayah di sekitar Kopi Luhur pun masuk dalam daftar pengiriman tangki air bersih dari TPA. Termasuk Kampung Cadasngampar. Masalahnya, pengiriman air ini terkendala dengan pengisian tangki. Untuk sekali pengisian air, perlu waktu dua sampai tiga jam sampai tangki air tersebut penuh. Walau begitu, warga tetap bersabar. Bagaimana dengan bantuan air dari pemerintah? Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum Tirta Giri Nata, juga kerap mengirim pasokan air ke Argasunya. Hanya saja, kebutuhan warga atas air bersih memang sangat tinggi. Sehingga sumber air yang ada, semuanya dimanfaatkan. Di tempat terpisah, Kepala Seksi Pemerintahan Kelurahan Aargasunya, Muhammad Sopian mengaku, sudah mengirim pengajuan air bersih kepada PAM Tirta Giri Nata. Saat ini RW 08, 09 dan 10 yang mendapatkan prioritas pengiriman. Namun, distribusi air ini hanya efektif berjalan di RW 08 dan RW 09. Di dua permukiman ini sudah terdapat fasilitas tendon air. Sementara di RW 10 Kopi Luhur tidak ada fasilitas penampungan sama sekali. Sehingga pendistribusian air bersih di sana langsung kepada warga. Tidak hanya itu, mobil pengiriman air dari PAM Tirta Giri Nata juga kesulitan masuk ke RW 10. Kawasan ini cukup sulit dijangkau untuk mobil tangki air. Padahal pengiriman di kawasan ini perlu dilakukan secara berkesinambungan. Dari pengiriman terakhir sebanyak 4 ribu liter, hanya bertahan untuk tiga hari saja. Seperti diketahui, Kota Cirebon ditetapkan dalam Status Siaga Darurat Bencana Kekeringan. Bahkan Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat M Iriawan sudah membuat surat tertulis nomor 365/127/BPBD tentang status siaga darurat bencana kekeringan. Ditandatangani 1 Agustus. Kepala Kantor Penanggulangan Bencana Daerah (KPBD) Kota Cirebon, Agung Sedijono mengaku sudah menerima surat itu. “Udah, dari gubernur kami terima sekitar dua minggu kemarin,” kata Agung. Karena sudah ada surat dari gubernur, untuk tingkat daerah KPBD berusaha melakukan tindaklanjuti. Tindak lanjut. Salah satunya membuat SK turunan dan dikeluarkan oleh walikota. “Surat sudah ada di bagian hukum masih dikoreksi,” kata Agung. Berdasarkan data KPBD, wilayah selatan memang paling parah mengalami kekeringan. Seluruhnya berada di Kelurahan Argasunya. Yakni, RW 04 Surapandan, RT 05 dengan kebutuhan air sekitar 12.900 liter per hari. RW 07 Sumur Wuni, RT 01 dengan kebutuhan air sekitar 9 ribu liter per hari. RW 08 Kopi Luhur, RT 05 kebutuhan air sekitar 42 ribu liter per hari. RW 09 Cibogo, RT 02 kebutuhan air sekitar 12 ribu liter per hari. RW 09 Cibogo, RT 03 kebutuhan air sekitar 3 ribu liter per hari. (myg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: