Polisi Malaysia Tembak Remaja 13 Tahun
LAHAD DATU - Operasi Daulat militer dan polisi Malaysia kemarin menelan korban seorang anak remaja. Dia tewas ditembak oleh polisi Malaysia karena berada di semak-semak dekat hutan ladang sawit di kampung Sungai Bilis yang berdekatan dengan kampung Tanjung Batu dan Tanduo. \"Pasukan polis sedang mengikuti jejak penceroboh, tiba-tiba ada suara dari semak-semak, dan petugas langsung menembak ke arah suara,\" ujar Kepala Polisi Diraja Malaysia Inspektur Jendral Tan Sri Ismail Omar dalam pernyataannya yang disiarkan live oleh TV1 kemarin. Mulai kemarin, screening media lebih ketat. Jawa Pos (Radar Cirebon Group) yang selama seminggu ini bebas meliput ke lokasi Felda Sahabat dilarang masuk. Polisi CID (Criminal Investigation Division) yang selama ini membantu akses koran ini juga tiba-tiba menghindar dan tak bersedia mengangkat ponselnya. Belum jelas apakah pelarangan akses itu terkait pemuatan kritik koran ini pada operasi Daulat yang dimuat Minggu (09/03). Polisi Malaysia juga melarang dua wartawan televisi dan online dari Indonesia yang baru datang ke Lahad Datu. Praktis, hanya media asal Malaysia yang kini boleh berada di lokasi Felda, sekitar satu jam dari kota Lahad Datu. Dalam jumpa persnya, Tan Sri Ismail Omar menjelaskan tidak ada identitas di tubuh anak remaja yang diperkirakan berusia 13 tahun itu. \"Kami sedang mencari kepastian asal negaranya. Tidak ada senjata di sekitarnya,\" katanya. Selain remaja belia itu, polisi Malaysia juga menembak seorang laki-laki berusia sekitar 30 tahun. \"Identitasnya tidak bisa kami sebutkan karena mengganggu siasatan (strategi, red) operasi,\" katanya. Tan Sri mengulangi larangan bagi setiap penduduk untuk mendekat ke lokasi. Saat ini, polisi Malaysia sudah menangkap 85 orang yang diduga berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan invasi gerilyawan Sulu ke Sabah. Pimpinan polisi wilayah Sabah Datuk Hamza Taib menjelaskan, kontak tembak dengan gerilyawan Sulu berlangsung sejak Sabtu malam hingga Minggu pagi. \"Sejak Sabtu pukul delapan hingga tadi pagi (kemarin, red) pukul 04.00,\" katanya. Dua anggota Pasukan Gerak Am terluka dan dievakuasi menggunakan helikopter ke sebuah rumah sakit di Sandakan. \"Satu orang terluka di betis, satu lagi terluka di perut,\" katanya. Kemarin wartawan Malaysia yang meliput di sekitar Felda Sahabat dilaporkan juga berjumpa dengan gerilyawan Sulu. Mengutip informasi dari wartawan kantor berita Malaysia BERNAMA Mohd Hisham, mereka menemukan kampung kosong di kawasan Tanjung Labian. Saat hendak mendekat, mereka melihat ada seorang berpakaian hitam-hitam dan membawa senjata. Wartawan dari Bernama, The Star, dan News Strait Times, itu langsung cabut dan kembali ke arah media centre. Mereka mengaku mendengar empat kali letusan senjata. WARGA SULU JAGO MENYELUNDUP \"Jangan masuk Kampung Puyut sendirian, sangat berbahaya,\" ujar Izudin, warga Lahad Datu yang ditemui Jawa Pos di pusat kota, kemarin (10/03). Warga Malaysia yang minta dipanggil Bang Zudin ini adalah seorang yang cukup disegani di \"dunia hitam\" Lahad Datu. Yang dimaksud Kampung Puyut adalah sebuah kampung air (rumah-rumahnya berada di atas laut). Di kampung itu dihuni oleh warga keturunan suku Sulu dan Bajo laut. \"Mereka sedang sangat curiga dengan orang asing, apalagi wartawan,\" katanya. Dia lantas mengajak koran ini naik ke kereta (mobil) hitam miliknya. \"Saya antar berkeliling dulu,\" kata Zudin. Mobil dipacu ke jalan-jalan tikus di sekitar pasar rakyat Lahad Datu. \"Lihat, itu mereka yang terang-terangan menjual rokok itu. Mereka asal Sulu,\" katanya. Rokok yang dijual berasal dari Filipina dan Indonesia. Harganya jauh lebih murah dari pasaran. \"Karena masuknya memang tidak resmi,\" katanya. Zudin berhenti sejenak lalu meminta sebuah merek rokok dari Indonesia. Dia merogoh dompet dan mengeluarkan empat ringgit (sekitar Rp13.000,-) \"Oh, Anda tidak merokok ya,\" ujarnya saat Jawa Pos menolak uluran rokok yang cukup laris di Indonesia itu. Zudin menceritakan rokok-rokok itu masuk lewat Tanjung Batu dan Kampung Tanduo yang kini sedang menjadi ajang \"perang\". \"Itu sudah berlangsung lama sekali di sini, sudah biasa,\" katanya. Dua kampung itu juga terkenal sebagai jalur masuk illegal ke Lahad Datu. Jarak tempuhnya yang hanya 30 menit dari Tawi-tawi Filipina membuat gampang sekali dimasuki imigran asal Filipina Selatan. \"Dia masuk lalu bergabung dengan peladang sawit. Sampai kota, mereka akan melapor dulu ke Kampung Puyut,\" katanya. Jika apes dan tertangkap imigrasi, warga asal Filipina Selatan yang masuk illegal itu harus masuk ke karantina. \"Tapi di sekitar wilayah Lahad Datu ini tidak ada konsulat Filipina. Bisa terkatung-katung tiga sampai enam bulan. Baru bisa diurus, itupun kalau ada petugas yang datang dari Semenanjung (Kuala Lumpur, red),\" katanya. Selain rokok, jalur kampung Tanduo dan Tanjung Batu menjadi akses masuk buah dari Filipina. Misalnya mangga, semangka atau durian. \"Yang berjualan buah di depan pasar juga dari warga Sulu,\" katanya. Mereka juga terkenal menguasai dunia malam Lahad Datu. Termasuk menjaga lokasi karaoke dan tempat minum-minum. \"Tapi karena konflik ini, semua tutup dulu. Biasanya ada empat tempat yang buka hingga jam 3 pagi,\" katanya. (rdl)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: