Gawat! Guru Se-Ciayumajakuning Ancam Mogok Mengajar

Gawat! Guru Se-Ciayumajakuning Ancam Mogok Mengajar

CIREBON-Para guru honorer kecewa. Rekrutmen CPNS 2018 tidak bisa mengakodomasi mereka dengan alasan pembatasan usia. Guru honorer yang sudah belasan tahun mengabdi, kalau saat ini usia di atas 35 tahun, tak bisa mengikuti seleksi CPNS. Karena itu, para guru honorer itu melakukan aksi mogok mengajar. Yang sudah melakukannya kemarin adalah para tenaga honorer di Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu. Dimulai sejak kemarin dan akan berlangsung satu minggu. Sementara dari Kabupaten Cirebon, rencana aksi ini masih dimatangkan. Tak tanggung-tanggung, aksi dari para guru honorer di Kabupaten Cirebon diperkirakan bisa diikuti sedikitnya 6.667 guru honorer. Dan bisa dilakukan selama sebulan. Para guru honorer ini tergabung dalam Forum Honorer Pendidik dan Tenaga Kependidikan (FHPTK) Kabupaten Cirebon. Ketua FHPTK Kabupaten Cirebon Soleh Abdul Gofur membenarkan pihaknya dan seluruh guru honorer akan melaksanakan aksi mogok mengajar. Aksi itu sebagai bentuk protes dan kekecewaan guru honorer K-2 yang tak bisa mengikuti seleksi CPNS karena terbentur usia. ”Pilihannya antara besok (hari ini, red) atau minggu depan kita mulai. Tapi pilihan terbanyak kemungkinan pekan depan. Pasalnya kita juga harus koordinasi dengan pihak terkait,” ujarnya kepada Radar Cirebon. Soleh mengatakan, aksi mogok mengajar tersebut tidak ada kaitannya dengan Pemkab Cirebon. “Kami tegaskan aksi mogok mengajar tidak ada kaitannya dengan Pak Bupati atau Pemkab Cirebon. Karena kami tuntutannya kepada pemerintah pusat, yaitu Presiden atau Menteri PAN-RB. Pak Bupati di sini sudah peduli dengan guru honorer,” katanya. Soleh menambahkan, kesepakatan aksi mogok mengajar murni dari para guru honorer. Soleh memastikan seluruh guru honorer yang ada di Kabupaten Cirebon sekitar 6.677. Angka itulah yang akan mengikuti aksi mogok mengajar. “Bisa dibayangkan seluruh guru honorer yang ada di Kabupaten Cirebon ini akan melaksanakan aksi mogok mengajar, tentu pendidikan di Kabupaten Cirebon akan lumpuh,” ungkapnya. Terpisah, Ketua PGRI Kabupaten Cirebon Edin Suhaedin mengatakan aksi doa bersama yang dilakukan pihaknya pagi kemarin untuk memuliakan guru berjalan sukses. “Meskipun waktunya sangat singkat karena bertepatan dengan jam masuk sekolah, namun tidak mengurangi rasa khidmat. Aksi doa bersama untuk memuliakan para guru,” ucap Endin. Aksi doa bersama juga disertai dengan berbagai kegiatan para siswa. Bahkan ada siswa membawa kertas dengan tulisan memohon kepada Presiden agar menjadikan para guru honorer menjads PNS. “Ada teatrikal, ada juga yang membaca puisi serta kegiatan lain. Para siswa juga sangat antusias mengikuti doa bersama ini. Kita ingin beritahu kepada para siswa, para guru honorer ini jasanya sangat besar. Sedangkan penghasilan mereka sangat minim. Jadi layak untuk kami gelar aksi ini sebagai bentuk solidaritas,” tuturnya. Dari aksi tersebut pihaknya melakukan dokumentasi dan akan dikirimkan ke PGRI Jawa Barat dan PGRI Pusat sebagai bentuk keprihatinan para guru dan siswa di daerah. Masih kata Endin, bukan hanya guru honorer K-2 saja yang tidak bisa mengikuti seleksi CPNS, namun guru honorer lainnya pun terancam tak bisa mengikuti seleksi CPNS karena keterbatasan usia. “Sekarang jumlah guru honorer bukan K-2 di kabupaten Cirebon itu ada 6.677. Dari 6.677 itu yang berusia di atas 35 tahun itu ada sekitar 2.400 guru. Sehingga mereka ini tak bisa ikuti seleksi CPNS. Kami di PGRI juga mendengar akan ada aksi mogok mengajar pada pekan depan. Kami sangat memahami aksi itu. Kami tidak bisa menahan-nahan karena memang itu aspirasi dan keinginan dari para guru honorer sebagai wujud solidaritas,” pungkas Endin. Terpisah, Ketua Forum Honorer Indonesia (FHI) Kecamatan Tukdana Eko Yunianto SPd mengatakan aksi mogok mengajar dilakukan 106 pegawai honorer yang masuk kategori dua (K-2). “Ini bentuk rasa kekecewaan honorer akan peraturan perekrutan CPNS. Aturannya tak melihat nasib K-2,” terang Eko, kemarin. Ia menjelaskan, pembatasan usia bagi honorer dalam perekrutan CPNS, menghambat masa depan mereka. “Usianya dibatasi maksimal 35 tahun. Banyak tenaga honorer yang sudah mengabdi selama lebih dari 10 tahun, namun tak bisa mengikuti tes CPNS dikarenakan faktor usia ini,” katanya. Sementara salah satu guru honorer di Tukdana, Mukmin SPd, menatakan aksi mogok kerja dilakukan honorer dengan melaksakan istighosah bersama di Masjid Desa Tukdana. Dalam aksi itu, setidaknya ada tiga poin yang disampaikan. Yakni menolak penerimaan CPNS tahun 2018 karena menggunakan syarat maksimal 35 tahun, menuntut kesejahteraan honorer, dan adanya sertifikasi bagi guru honorer di sekolah negeri. “Selama ini, honorer di sekolah negeri hanya mendapat honor kerja setiap bulan saja, tak mendapat tunjangan apa-apa. Padahal beban kerja sama saja. Mending kalau di sekolah swasta, ada sertifikasi, di sekolah negeri tak ada sertifikasi bagi guru honorer. Maka kami honorer ingin pemerintah lebih memperhatikan kesejahteraan kami. Salah satunya adalah mengkaji ulang perekrutan CPNS,” tuturnya. Sementara di Majalengka, para tenaga honorer K-2 juga menyikapi penerimaan CPNS. Forum Honorer Kategori 2 (FHK2) Majalengka juga berencana untuk terjun aksi ke jalan meluapkan keprihatinan dan kekecewaan mereka dengan peraturan Menteri PAN-RB yang membatasi usia honorer dalam perekrutan CPNS. Meski demikian, sebelum aksi, pengurus FHK2 terlebih dahulu akan berkonsultasi dengan stakeholder terkait, termasuk ke DPRD. Misalnya kemarin, para pengurus FHK2 ke DPRD Majalengka. Mereka diterima langsung di ruang kerja Ketua DPRD Drs H Edy Anas Djunaedi MM, didampingi Wakil Ketua DPRD Drs M Jubaedi. Humas FHK2 Adang, menuturkan, pihaknya kecewa dan keberatan karena tidak terakomodirnya kepentingan para honorer K-2. Sebab yang bisa mengikuti seleksi CPNS usia maksimalnya 35 tahun. Serta tidak ada klausul pengangkatan otomatis K-2 yang telah mengabdi belasan tahun di berbagai bidang kerja pemerintah, terutama di bidang pendidikan dasar. Mengenai rencana aksi, ia mengatakan bukan berarti menyalahkan langsung pemerintah daerah. Adang mengatakan mereka paham jika pembatasan usia bagi honorer untuk ikut seleksi CPNS sudah diatur langsung pemerintah pusat. Justru mereka ingin mengadu kepada pemerintah daerah sebagai orang tua HK-2, agar bisa ikut menyampaikan aspirasi dan keinginan mereka kepada pemerintah pusat. “Kalaupun kami berencana aksi, jangan khawatir. Bukan berarti kami menyalahkan dan menjelekkan pemerintah daerah. Justru kami mau ngadu ke orang tua kami, agar ikut merasakan penderitaan para HK2 selama ini yang berjumlah 1.322 orang. Ditambah lagi aturan perekrutan CPNS yang mengecewakan,” ujarnya. Ketua DPRD Majalengka Drs H Edy Anas Djunaedi MM mengapresiasi aspirasi yang disampaikan oleh sejumlah pengurus FHK2. Pihaknya akan menampung aspirasi ini untuk ditindaklanjuti sesuai dengan tupoksi dan wewenang DPRD Kabupaten Majalengka. Wakil Bupati Majalengka Dr H Karna Sobahi MMPd menyebutkan, pemerintah daerah cukup memahami perasaan yang saat ini dialami oleh para HK2. Namun pihaknya menawarkan ruang diskusi ketimbang harus melakukan aksi turun ke jalan yang akan dilakukan oleh para pegawai HK2 tersebut. “Bukan bermaksud menghalangi niatan HK2 untuk menyuarakan aspirasinya. Akan lebih efektif jika aspirasi itu disampaikan langsung ke pihak yang membuat kebijakan. Pada intinya pemkab sepaham dengan HK2,” ungkapnya. (den/oni/azs)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: