Warga Protes Pelayanan Badan Pertanahan Nasional

Warga Protes Pelayanan Badan Pertanahan Nasional

CIREBON-Komentar miring tertuju kepada pelayanan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Cirebon. Selain karena lambatnya proses pelayanan, juga soal biaya yang tidak transparan. Salah seorang warga yang namanya enggan disebutkan menyampaikan, tanggal 3 Agustus 2018 lalu, dirinya ke kantor BPN untuk menanyakan biaya dan proses splitsing, termasuk persyaratan. Pada 13 Agustus, dirinya membawa berkas lengkap ke loket pelayanan. Namun, ternyata persyaratan masih ada yang kurang. “Tanggal 27 Agustus saya disuruh hubungi juru ukur. Tapi saat dikontak, nomor juru ukurnya tidak response. Saya kembali lagi ke kantor pelayanan, tapi kata petugasnya juru ukur sedang sibuk semua. Sampai sekarang, proses tidak berjalan sama sekali,” jelasnya. Anehnya, kata dia, loket pelayanan tidak mau terima berkas sebelum diukur juru ukur. Padahal setahu dirinya, dulu di loket pelayanan selalu antre yang membuat sertifikat, namun sekarang malah kosong. “Mungkin semua orang gak ada yang mau urus sendiri, karena udah malas. Dipingpong sana sini,” bebernya. Saat dikonfirmasi terkait masalah di atas, Staf Urusan Umum Kepegawaian BPN Kabupaten Cirebon Hendrik Prediana mengakui petugas ukur BPN saat ini terbatas. Jumlahnya hanya 6 orang berstatus PNS. Tiga orang lainnya sebagai asisten surveyor (pembantu petugas ukur) non PNS. Atas dasar itu, kata Hendrik, proses pengukuran tanah yang diajukan oleh pemohon lambat. Sebab, tidak sedikit pemohon yang mengajukan ukur bidang tanah. Apalagi, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Seperti, harus ada letter C dari desa, rincian desa, saksi tetangga, dan saksi desa, serta surat pernyataan pemohon dari BPN. \"Ini harus dipenuhi semua. Kalau salah satunya tidak ada, harus nunggu lagi. Dan bisa memakan waktu cukup lama. Apalagi petugas ukur hanya 4 orang,\" jelasnya. Menurut dia, minimnya petugas ukur karena banyak yang pensiun. Idealnya, kebutuhan petugas ukur di Kabupaten Cirebon sebanyak 30 orang. Sedangkan untuk pegawai di BPN sendiri 200 orang lebih. \"Ini kan petugas ukur kita minim, hanya 4 orang. Jadi kurang maksimal atau agak lambat. SDM di BPN hanya ada 53 pegawai,\" paparnya. Hendrik mengaku, pihaknya sudah sering mengajukan tambahan petugas ukur dan pegawai di lingkungan BPN ke provinsi dan pusat untuk memenuhi kebutuhan di BPN Kabupaten Cirebon. Tapi, hingga kini belum direspons oleh pusat. Sebab, BPN itu adalah lembaga vertikal. \"Kita akui banyak pemohon yang mengeluh karena petugas ukur kita terbatas. Sehingga proses ukur tanah di lapangan memakan waktu yang cukup lama. Kalau tidak ada petugas ukurnya, ya saksi tetangga maupun saksi desa yang susah dihadirkan. Bahkan, kami tidak bisa memastikan jadwal atau waktu untuk ukur tanah di lapangan,\" katanya. Dia menjelaskan, tugas petugas ukur itu bukan untuk mengukur luas. Tapi, sesuai batas ukur. Sebab, hitungan petugas ukur dengan petugas desa itu berbeda. Contohnya, hitungan dari desa 100 meter. Namun setelah diukur oleh petugas ukur BPN bisa berkurang 5-10 meter. \"Setelah proses semuanya telah dilakukan oleh BPN melalui petugas ukur, langsung dibuatkan sketsa di bidang penggambaran. Setelah itu, kita langsung mengeluarkan peta bidang hasil ukur tanah bersamaan dengan keluarnya nomor induk bidang,\" paparnya. Disinggung seperti apa hitungan pembayaran ukur tanah oleh BPN, Hendrik menyampaikan, pembayaran ada dua. Bisa dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan pembayaran untuk petugas ukur di lapangan. Ada rumus tersendiri untuk biaya ukur tanah di lapangan yang sudah diatur dalam PP 128 tahun 2015. \"Kalau untuk PNBP itu mengacu pada PP 128 tahun 2015 tentang PNBP di Kementerian ATR. Begitupun untuk petugas ukur ada aturannya. Tapi, saya lupa. Yang jelas ada. Pemberian untuk petugas ukur sendiri dilihat dari jarak, karena wilayahnya berbeda-beda. Tentu, dengan kesepakatan bersama antara petugas ukur dan pemohon,\" katanya. (sam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: