Capres-Cawapres Boleh Hadir di Ponpes dan Kampus

Capres-Cawapres Boleh Hadir di Ponpes dan Kampus

JAKARTA-Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus bekerja ekstra keras mengamati kegiatan para peserta Pilpres 2019 selama kampanye. Tujuannya agar calon tidak melewati batas aturan yang tertulis pada UU dan PKPU. Selesainya masa pendaftaran dan memasuki masa kampanye, para pasangan calon terus melakukan safari politik ke beberapa tempat. Salah satunya ke sejumlah pondok pesantren (ponpes) dalam rangka sowan. Juga sekolah-sekolah. Anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan  para kandidat capres dan cawapres harus berhati-hati dalam berbicara atau berpidato di depan publik. Penggunaaan diksi saat mengisi acara di lembaga pendidikan dan rumah ibadah harus diperhatikan dan jangan sampai melanggar. Menurutnya, ada kata ‘ganti’ dan ‘lanjutkan’ yang dalam penggunaannya untuk dihindari. Supaya tidak mengarah pada bentuk pelanggaran kampanye. Bagja juga mengatakan Bawaslu tidak akan melarang capres atau cawapres untuk hadir dan berkunjung ke tempat-tempat ibadah atau sekolah. “Mereka datang ke kampus untuk hadir sebagai pembicara atau memberikan kuliah umum boleh-boleh saja. Kalau ada capres atau cawapres yang juga hadir di pesantren untuk silaturahim kepada kiai, juga boleh,” ujar Bagja saat ditemui di kantor Bawaslu kemarin. Bawaslu juga memperbolehkan capres atau cawapres yang diusung oleh koalisi parpol oposisi untuk mengkritisi pemerintah. Namun, dia mengingatkan agar kata-kata yang diucapkan tak mengarah pada kampanye. “Baiknya dipahami oleh siapapun. Pak Jokowi dan Pak Ma\'ruf Amin ketika sedang mengisi kuliah umum dan memaparkan keberhasilan pemerintah, tidak boleh menyebut \'maka lanjutkanlah\'. Itu sudah merupakan diksi kampanye. Jadi baiknya tak diucapkan,\" ungkap Bagja. Untuk capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, sambung Bagja, mengucapkan kata \'ganti\' merupakan bentuk kampanye. “Pemilihan diksi juga saat berbicara di tempat ibadah, madrasah, sekolah maupun kampus, sebaiknya tidak mengarah kepada citra diri, visi dan misi. Kalau mereka mengucapkan \'maka marilah memilih presiden terbaik\', itu masih oke,” terangnya. Terkait sarana pendidikan untuk diberlakukannya kampanye, Bagja tegas melarang. Itu tidak boleh dilakukan. Hal itu sudah diatur dalam undang-undang bahwa tidak diperbolehkan. Bagja mengakui jika siswa sekolah, madrasah, dan mahasiswa memang memiliki hak pilih dalam Pemilu 2019. Tapi bukan berarti peserta pemilu harus berkampanye di sekolah atau dilakukan dari satu kelas ke kelas yang lain. Dia mengungkapkan masih ada sarana kampanye lain. Seperti media sosial, rapat terbatas, dan sebagainya. “Teman-teman pelajar bisa diundang di situ, atau pendidikan politik sekarang relatif lebih maju. Sebaiknya manfaatkan yang ada. Seperti media sosial, laman resmi peserta pemilu, spanduk, alat peraga kampanye, dan sebagainya,\" jelasnya. Terpisah, Mendagri Tjahjo Kumolo menegaskan dalam berkampanye, yang dijadikan pedoman adalah aturan teknis yang dibuat KPU. Aturan KPU yang mesti ditaati baik oleh calon presiden, calon wakil presiden maupun tim sukses masing-masing pasangan calon. Tjahjo mengatakan itu menanggapi polemik boleh tidaknya berkampanye di pesantren, sekolah, atau di kampus perguruan tinggi. Ia sendiri sebagai pribadi berpendapat, kalau untuk sosialisasi tentang pemahaman yang terkait dengan pemilihan umum, tidak masalah mengungkapkan itu di lingkungan dunia pendidikan. Karena bagaimana pun, banyak santri, siswa sekolah, dan mahasiswa yang sudah punya hak pilih. Tentunya mereka harus diberi pemahaman yang utuh terutama untuk mendorong partisipasi di pemilihan nanti. “Nggak ada masalah. Sekolah-sekolah, pondok pesantren kan punya hak pilih. Saya kira sosialisasi pemilu tidak ada masalah,” ujar Tjahjo. Tapi kalau kemudian KPU misalnya melarang capres dan cawapres berkampanye di lingkungan pendidikan seperti pesantren, sekolah dan perguruan tinggi, tentu harus dihormati. Bagaimana pun, KPU adalah lembaga yang diberi mandat oleh UU menyelenggarakan pemilihan. Termasuk mengatur teknis tahapan kampanye yang dituangkan dalam peraturan KPU. “Pemerintah pun enggak bisa intervensi. Semua harus taat, harus tunduk sebagaimana yang diatur oleh KPU. Semua pihak wajib menghormati dan mentaati larangan yang diatur KPU dan Bawaslu dalam teknis pelaksanaan kampanye pemilu,” jelas Tjahjo. Tjahjo juga sempat ditanya soal deklarasi kepala daerah yang mendukung capres tertentu. Menjawab itu, Tjahjo mengatakan, kepala daerah mendukung capres tertentu tidak ada masalah. Tapi harus tetap taat aturan. Dan jangan sampai melibatkan Aparatur Sipil Negara (ASN). Karena bagaimana pun, menurut aturan, ASN harus netral. Itu yang harus dijaga. \"Kalau kepala daerah deklarasi (mendukung capres)  boleh- boleh saja. Tapi jangan mengajak ASN,” pungkasnya. (ZEN/HRM/FIN)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: