Alhamdulillah, 7 Pengungsi Asal Cirebon korban Gempa dan Tsunami di Palu, Pulang

Alhamdulillah, 7 Pengungsi Asal Cirebon korban Gempa dan Tsunami di Palu, Pulang

CIREBON–Tujuh orang pengungsi korban gempa dan tsunami Palu asal Cirebon yang saat ini berada di Makassar rencananya jika tidak ada halangan akan dievakuasi menggunakan pesawat Hercules milik TNI AU Minggu (14/10) siang. Pesawat yang membawa rombongan keluarga korban asal Blok Kedungdawa Desa Setupatok Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon tersebut akan take off dari Makassar. Pesawat menuju Malang terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan ke Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Hal tersebut disampaikan PLH BPBD Kabupaten Cirebon H Eman Sulaeman saat dihubungi Radar Cirebon. Menurut H Eman, saat ini pihak BPBD sudah menjalin komunikasi dengan warga tujuh warga Cirebon yang saat ini ada di Sulawesi. Dan sudah mendapat kepastian jika rombongan tersebut akan pulang hari ini. “Ada tujuh orang yang masih di sana menunggu dievakuasi ke Cirebon. Kondisi salah satu korban luka pada kaki tepatnya dipaha. Remuk tertimpa runtuhan bangunan. Namanya Indra,” beber Eman. Pihak BPBD bersama sejumlah elemen lainnya seperti Muhammadiyah Disasster Managemen Center (MDMC), Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) NU dan beberapa elemen lainnya direncanakan akan menjemput rombongan tersebut di Bandara Halim Perdanakusuma. “Dari tujuh orang tersebut terdiri dari empat dewasa dan tiga anak-anak. Mudah-mudahan tidak ada kendala dalam proses pemulangannya,” imbuh Eman. Sementara itu, Eli kakak kandung Indra saat ditemui Radar Cirebon di rumahnya mengatakan, sejak dulu banyak warga Setupatok yang merantau ke Palu untuk berjualan cobek. Bahkan selain adiknya (Indra, red), kakaknya juga merantau ke Palu. Sekarang bersama adik bungsunya berada di Makassar menunggu proses pemulangan. “Kalau Indra itu berangkat terakhir ke Palu sekitar 10 hari sebelum bencana. Kemarin dia tiga bulan di sini. Kebetulan saya ada hajatan. Pulang sekitar setahun sekali. Dia sama istri dan satu anaknya. Sementara kakak saya sama istri dan dua anaknya. Alhamdulillah meskipun sempat khawatir tapi semuanya selamat,” terangnya. Rupanya tidak hanya keluarga Indra saja yang berada di Palu. Di Kecamatan Mundu setidaknya yang sampai saat ini diketahui ada sekitar 25 warga merantau dan bermukim di Palu. Dari 25 orang tersebut, dua orang di antaranya merupakan warga Desa Sinarancang Kecamatan Mundu yang merantau sudah lebih dari dua tahun. Mereka berjualan mainan anak di Palu. Beberapa di antaranya sudah pulang dan berada di Setupatok. Mereka pulang tidak berbarengan, namun secara bertahap dan rata-rata menggunakan pesawat. Rano (23) warga Blok Kedungdawa Desa Setupatok saat ditemui Radar Cirebon mengaku baru Sabtu (13/10) Subuh sampai di rumah. Ia baru saja tiba bersama istrinya yang merupakan asli Palu menggunakan pesawat Hercules dan turun di Halim Perdanakusuma. “Keluarga besar istri saya ada di Sigi. Sementara saya tinggal tak jauh dari jembatan kuning. Sekitar satu kilometer dari jembatan kuning. Tepatnya di Kampung Lere Kecamatan Palu Barat. Saya menikah Desember tahun lalu. Saya sekitar tujuh tahun di Palu jualan cobek atau orang sana biasa sebut peco-peco. Cobeknya bikin di sana, kan bahan-bahannya sama saja ada di sana,” paparnya. Saat gempa dan tsunami, Rano tengah mengendarai sepeda motor. Tiba-tiba merasakan goyangan seperti ada ban sepeda motornya yang kempes. Ia kemudian memberhentikan sepeda motornya dan kaget begitu melihat ke sekitar beberapa rumah langsung ambruk. Tiang listrik yang berada di dekatnya bergoyang-goyang. “Saya panik, motor langsung saya arahkan ke rumah karena istri ada di rumah. Saat itu jalan sudah pecah-pecah dan sebagian longsor. Hanya bisa dilewati satu motor saja. Pas sampai rumah istri tidak ada. Ternyata sudah ngungsi ke rumah paman di Silae. HP (handphone, red) saat itu tidak ada sinyal, baru normal itu sekitar 5 harian. Itu pun tidak ada listrik. Masih susah nyalahin HP. Tidak bisa berkabar langsung ke rumah,” jelasnya. Tujuh tahun berada di Palu membuat logat dan gaya bahasa Rano sudah seperti orang sana. Ia pun saat ini belum mengetahui kapan akan kembali lagi ke Palu karena ekonomi di sana saat ini masih lumpuh dan belum pulih. “Mungkin untuk sementara waktu kita kerja di Cirebon dulu sambil menunggu Palu kembali bangkit. Pasti ke sana lagi. Apalagi istri saya orang sana. Cuma mungkin tidak dalam waktu dekat ini,” imbuhnya. Rano lalu bercerita lagi. Setelah kejadian tersebut, Rano dan istrinya sesekali turun ke kota Palu untuk melihat kondisi kota pascabencana. Menurutnya, pemandangan yang ia lihat saat itu tidak akan pernah bisa dilupakan sampai kapanpun. “Sepanjang mata memandang itu hancur semua. Mayat banyak sekali. Terutama di depan rumah sakit dan di sepanjang pantai. Belum pernah lihat kondisi seperti itu selama hidup saya. Semuanya hancur. Saya juga sempat lihat ke Hotel Roa-Roa. Sama kondisinya hancur juga,” tambah Rano. Istri Rano, Sonia (18) menceritakan detik-detik sebelum terjadi gempa di Palu. Saat itu ia sudah merasakan gempa dari pukul 15.00 WIB. “Jadi sebelum ada gempa besar sewaktu Magrib itu, ada gempa-gempa kecil dulu dari jam tiga sore. Sering banget sampai beberapa kali. Sampai akhirnya gempa yang besar terjadi. Dan yang bikin panik itu posisinya langsung mati lampu. Kita langsung ke luar rumah cari selamat,” kenangnya. Diakui Sonia, selama tinggal di Kota Palu mengaku sering sekali merasakan gempa. Namun gempa yang terjadi beberapa waktu lalu tersebut adalah gempa terbesar yang pernah ia rasakan. “Mungkin rasanya seperti orang diayunan begitu. Kuat sekali getarannya. Saya di Palu memang sering merasakan gempa. Tapi ini yang paling besar. Keluarga saya masih di sana. Sebagain di Sigi dan sebagaian di Palu. Semuanya selamat,” sambung Sonia. Terpisah, Sadi orang tua Rano berkisah pihak keluarga sudah ketar-ketir dengan kondisi anaknya. Terlebih informasi yang ia terima dari berita kalau Palu diterjang tsunami dan gempa hebat sampai luluh lantak. “Saya coba kontak dari setelah bencana, tidak nyambung juga. Ke saudara yang lain sama. Keluarga sudah panik. Untungnya hari kelima ada kabar baik. Salah satu keluarga bisa dihubungi. Dan semua kondisi keluarga di sana dalam keadaan selamat. Hanya keponakan saja yang kondisinya sakit, karena kakinya kejatuhan runtuhan bangunan,” terang Sadi. Di tempat lain, Kuwu Desa Sinarancang Subandi kepada Radar Cirebon menuturkan, warganya yang saat kejadian berada di Palu sudah pulang dan dalam kondisi sehat. “Anaknya sehat, warga kita dua orang yakni Agus dan Ata. Mereka di sana jualan maninan anak, kayak topeng dan lain-lain. Kalau dari keterangannya sih sudah dua tahunan  di sana,”pungkas Subandi. (dri)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: