Status Pemanggilan Anas Disoal

Status Pemanggilan Anas Disoal

Dipanggil KPK sebagai Mantan Ketum Demokrat JAKARTA - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum memutuskan untuk memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kemarin (15/3), Anas datang sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Simulator SIM. Namun, tim kuasa hukum mempersoalkan pemanggilan tersebut. Pihak kuasa hukum Anas menilai pemeriksaan kali ini sarat dengan muatan politis. Sebab, dalam surat panggilan yang dilayangkan KPK, kalimat \"Mantan Ketua Umum Partai Demokrat\" disebutkan dalam kolom pekerjaan Anas. Pencantuman status tersebut membuat pihak kuasa hukum meradang. \"Apa urusannya pak Anas sebagai (mantan, red) Ketua Umum Partai Demokrat diperiksa dalam kasus ini?\" Tanya kuasa hukum Anas Firman Wijaya usai pemeriksaan kemarin. Menurut dia, jika Anas dipanggil sebagai mantan ketum Demokrat, artinya secara institusional partai Demokrat juga dibawa dalam kasus tersebut. Lain halnya jika alumnus FISIP Universitas Airlangga Surabaya itu dipanggil dalam kapasitasnya sebagai individu atau sebagai mantan anggota DPR RI. Jika dipanggil sebagai mantan anggota DPR, maka kapasitas Anas adalah pejabat negara. Namun, jika dipanggil sebagai mantan ketum Demokrat, artinya ada kepentingan partai yang dibawa saat Anas diperiksa. Firman menyatakan, pihaknya yakin ada persoalan lain dalam pemanggilan Anas sebagai saksi. \"Ya jelas persoalan politik,\" tegasnya. Saat ditanya lebih jauh persoalan politik apa yang dimaksud, Firman ogah menanggapi. Dia menyatakan tidak tahu dan menghormati KPK sebagai institusi penegak hukum. Anas sendiri tampak tenang menjalani pemeriksaan. Dia datang pukul 10.40 dengan senyum semringah. Kepada wartawan, dia mengatakan bakal dimintai keterangan soal kasus pengadaan Simulator SIM dengan tersangka Irjen Djoko Susilo. \"Saya tidak tahu kenapa saya dijadikan saksi dan saya tidak tahu info apa yang dibutuhkan dari saya,\" ujarnya. Tidak berselang lama, pukul 12.00, Irjen Djoko datang ke gedung KPK naik mobil tahanan. Mengenakan seragam tahanan KPK, mantan Kakorlantas Mabes Polri itu langsung masuk ke gedung tanpa menghiraukan pertanyaan yang diajukan wartawan di sekelilingnya. Djoko keluar pukul 14.00 dan kembali mengacuhkan wartawan. Dia langsung masuk ke mobil tahanan yang membawa dia kembali ke Rutan KPK. Setelah diperiksa penyidik sekitar empat jam dipotong jeda salat Jumat, pukul 15.00 Anas keluar dari gedung KPK. Dia menyatakan, sebagian besar pertanyaan yang diajukan penyidik dia jawab dengan dua kata. \"Tidak tahu,\" terangnya. Menurut anas, dia tidak tahu, tidak pernah melihat, mendengar, apalagi sampai mengalami proses pengadaan simulator tersebut. Beberapa pertanyaan yang diajukan penyidik, lanjut Anas, masih berkaitan dengan jabatannya kala itu sebagai Anggota DPR RI. Termasuk soal tugas-tugasnya sebagai anggota Komisi X dan hubungannya dengan sejumlah tokoh. Saat ditanya soal Djoko dan Teddy Rusmawan, Anas mengaku tidak mengenal mereka. \"Apa pernah saya ikut membahas anggaran Polri, tidak pernah. Apakah pernah berkomunikasi dengan menkeu Sri Mulyani terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak, juga tidak pernah,\" tuturnya. Anas pun mengaku bingung mengapa dia dijadikan saksi. Selain itu, dia juga menegaskan jika tidak dikonfrontir dengan Djoko Susilo. Soal pertemuan dia dengan Nazaruddin, Djoko Susilo, dan Saan Mustofa, Anas dengan tegas membantah. \"100 persen ini pertemuan tidak ada,\" tegasnya. Dia lalu menunjukkan sebuah surat kabar yang memajang ilustrasi dirinya bertemu dengan tiga tokoh tersebut di sebuah restoran kepiting. Menurut Anas, KPK sempat menanyakan berita yang muncul di koran tersebut kepadanya. \"Gambar ini adalah sadisme opini, kejahatan opini,\" ucapnya. Jika media membuat berita atau sketsa, menurut Anas seharusnya ada konfirmasi agar tidak terjadi fitnah. Dia menyatakan tidak tahu dari mana koran tersebut mendapatkan informasi yang akhirnya dibuatkan sketsa. Sementara itu, Juru Bicara KPK Johan Budi membantah tudingan kuasa hukum Anas soal status mantan ketua KPU tersebut di surat panggilan. \"KPK tidak berpolitik,\" terangnya. Menurut dia, kalimat dalam surat pangilan itu hanya menunjukkan predikat Anas saja. Pada kenyataannya, saat ini dia memang mantan ketum Partai Demokrat. Sedangkan, dalam konteks pemeriksaan, Anas diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Anggota DPR RI kala itu. \"Tidak ada kaitan dengan partai, itu hanya predikat pengganti,\" lanjutnya. Penyidik bisa saja mencantumkan dia sebagai mantan anggota DPR atau predikat lainnya. Johan mempersilakan jika kuasa hukum Anas menyoal predikat tersebut. Menurut dia, itu hak setiap saksi. Yang terpenting, penyidik memanggil dia sesuai dengan konteks kasus yang sedang disidik. \"Pak Anas sudah datang, memberikan keterangan, dan sudah di-BAP,\" katanya. Selain Anas, KPK juga memanggil beberapa saksi lain dalam kasus tersebut. Di antaranya, Brigjen Didik Purnomo, salah satu tersangka dalam kasus yang diduga merugikan Negara Rp100 miliar itu. Didik diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) daam proyek tersebut. Selain Didik, KPK juga menghadirkan AKBP Teddy Rusnawan. Dia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai ketua panitia lelang proyek simulator. Johan menambahkan, pihaknya tidak pernah mengatakan aset yang disita dari Djoko Susilo bernilai Rp100 miliar. \"Yang benar itu, hingga senin (11/3) kemarin aset yang disita KPK nilainya di bawah Rp100 miliar. Artinya, nilainya puluhan miliar rupiah,\" katanya. Salah satu tujuannya adalah memproteksi aset agar tidak sampai berpindah tangan kepada siapa pun. Penyitaan itu bukanlah perampasan. Melainkan menjaga agar tidak ada peralihan kepemilikan sampai ada keputusan hakim. Nanti tentu saja bisa dikembalikan berdasarkan keputusan hakim. (byu)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: