Selamatkan Anak-anak Syria

Selamatkan Anak-anak Syria

Dua Tahun Perang, Belum akan Mandek BEIRUT - Kemarin (15/3) genap dua tahun revolusi rakyat pecah di Syria. Tak ada kabar gembira dalam perlawanan rakyat yang sudah menjadi perang sipil itu. Nyawa-nyawa terus melayang. Anak-anak serasa kehilangan masa depan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) begitu mengkhawatirkan nasib pengungsi yang sudah mencapai satu juta jiwa itu. Terutama, mereka merisaukan anak-anak korban konflik yang juga kehilangan orang-orang tercinta. Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) Antonio Guterres menyerukan kepada dunia untuk berupaya mengakhiri konflik dan meningkatkan bantuan kemanusiaan. Dia menegaskan, langkah tersebut merupakan kewajiban moral dan sangat vital untuk melindungi perdamaian serta keamanan dunia. \"Saya yakin, jika konflik Syria terus berlanjut, ada dampak serius yang akan menimpa regional Timur Tengah. Selain itu, tidak akan ada jalan ke luar untuk menyelesaikan masalah tersebut dalam perspektif kemanusiaan, politis, dan keamanan,\" ujar Guterres. PBB menyatakan, lebih dari 1,1 juta pengungsi Syria tersebar di beberapa negara tetangga. Sebagian besar berada di Jordania, Iraq, Lebanon, dan Turki. Sementara itu, empat juta lainnya tinggal di kamp-kamp pengungsian di seluruh wilayah Syria. Guterres berada di Lebanon dalam rangkaian terakhir lawatannya ke Timur Tengah, termasuk ke Jordania dan Turki. \"Krisis Syria bukan sekadar krisis sederhana. Kita pun sedang menghadapi titik puncak krisis tersebut,\" terangnya kepada wartawan. Lantaran ada kekurangan pendanaan bagi para pengungsi yang mencapai USD 700 juta, Guteres menyerukan agar negara-negara di dunia membuka anggaran cadangan demi membantu para pengungsi serta sejumlah negara yang menjadi tempat pengungsian. \"Kekurangan dana itu tak mungkin ditutup dengan anggaran kemanusiaan yang kita miliki saat ini,\" paparnya. Organisasi kemanusiaan hanya menerima 30 persen di antara seluruh anggaran yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar pengungsi. Revolusi di Syria pecah menyusul terjadinya demonstrasi masif pada 15 Maret 2011 di Kota Daraa. Massa menentang Bashar al-Assad, diktator yang sudah berkuasa selama 11 tahun. Kekuasaan itu dia warisi dari sang ayah, Hafez al-Assad, yang berkuasa selama 30 tahun. Kemarahan rakyat memuncak lantaran polisi menangkap pemuda yang menggambar grafiti anti pemerintahan di sebuah tembok kota. Berbagai sumber merilis bahwa saat ini sudah lebih dari 70 ribu jiwa. Kelompok oposisi mengungkapkan, tak ada satu aktivis pun yang pernah berpikir bahwa revolusi itu sudah berubah menjadi pertumpahan darah dan pembantaian. \"Kalau revolusi ini bisa dimenangkan pada enam bulan pertama, semua akan jauh lebih mudah,\" kata Media Daghestany, aktivis oposisi di Kota Homs, ibu seorang anak. Sejumlah seremoni peringatan digelar di sejumlah negara. Di Amman, Jordania, anak-anak berkumpul di depan Citadel dalam sebuah acara yang diadakan organisasi perlindungan anak, Save the Children. Beberapa hari lalu, organisasi tersebut melansir laporan bahwa anak-anak menjadi kelompok yang paling menderita karena konflik Syria. Mereka direkrut menjadi milisi, informan, bahkan sering dijadikan tameng hidup oleh kedua pihak yang berseteru. Salah seorang peserta aksi, Laura Aghabi, menegaskan, anak-anak Syria tidak berhak mati atau terluka dalam konflik Syria. (cak/c5/dos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: