Begini Cerita Operator setelah Command Center 112 Beroperasi

Begini Cerita Operator setelah Command Center 112 Beroperasi

CIREBON-Kota Cirebon baru saja meluncurkan layanan 112-nya. Mirip-mirip 911 di Amerika. Saluran ini bisa dihubungi masyarakat ketika kondisi genting melanda. Tapi juga tak luput dari tangan-tangan jahil. Operator 112 command center ini siaga 24 jam. Mereka yang menerima berbagai telepon masuk. Isinya beragam aduan. Masyarakat tak peru khawatir teleponnya tak diangkat. Semua panggilan bakal dilayani operator sesuai dengan SOP yang berlaku. Hampir dua bulan Isti (22), Yulianti (23) dan Dede Adi Pratama (19) menjalani profesi barunya. Mereka lulus dari berbagai tahapan seleksi yang rumit. Ketiganya adalah bagian dari tim call center yang jumlahnya 12 orang. Lolos dari saringan dari sekitar 600 pelamar. Isti, Yulianto dan Dede baru kerja penuh dalam sepekan belakangan. Di rentang waktu itu pula, Yuliyanti banyak menerima macam-macam panggilan. Bukan sekedar laporan kondisi genting. Sebagian besar panggilan masuk ialah prank call atau telepon iseng. Yuliyanti bercerita, di jam-jam kerja sejak pagi sampai sore paling rawan panggilan masuk iseng. Hampir 90 persen telepon masuk dari orang iseng. Yang disasar sang operator wanita. Mulai dari dapat telepon berkata kasar, menjurus pelecehan seksual, sampai sekadar gombal. Kesal? Sudah pasti. Namun Yuliyanti harus tetap menanggapinya sesuai dengan SOP yang ada. Diangkat telepon tersebut. Bila dirasa isi panggilannya tidak berguna, langsung diberi edukasi. \"Banyak telefon yang masuk yang ngerjain. Prank call gitu. Tapi yang parah itu pernah dapat telefon marah-marah,” ucap Yuliyanto saat ditemui wartawan. Sebagai operator, menghadapi penelepon macam ini dituntu sabar. Sambil mengingat kembali, SOP yang harus diterapkan. “Intinya kita beri edukasi. Supaya tidak mengulangi perbuatannya,” katanya. Kenyataannya, penelepon iseng ini memang  bebal. Langsung tutup telepon. Kondisi ini tentu memprihatinkan. Mengingat sambungan telepon ini harusnya untuk layanan kegawatdaruratan. Baik faktor kesehatan, kerawanan, sampai bencana. Kejadian serupa dialami Isti (22). Yang paling sering diterimanya panggilan-panggilan iseng disertai dengan celotehan cat calling. Lagi-lagi yang disasar operator wanitanya. Namun sebagai pelayan masyarakat, menghadapi yang semacam ini juga harus mengedepankan profesionalisme. Ia menyayangkan, penelepon iseng itu rata-rata remaja. Mereka tidak memahami kalau sambungan telepon mereka mengganggu panggilan lain yang memang dalam kondisi genting. Sebut saja seperti kebakaran, kecelakaan atau lainnya. \"Prank call itu rata-rata di jam kantor. Kalau sudah malam sih aman,” tuturnya. Lain dengan Dede Adi Pratama (19). Ada pengalaman yang tak terlupakan saat dihubungi masyarakat. Dikira layanan ini serupa dengan call center provider telepon selular. Penelepon menanyakan bagaimana cara registrasi kartu SIM. Meski bukan dalam bidangnya, namun tetap diladeninya dengan sabar. \"Mungkin untuk jadi operator ini harus punya rasa sabar yang ekstra,” selorohnya, sembari tersenyum kecil. Untuk jadi operator call center, memang SOP-nya harus sabar. Tidak cepat emosi. Kemudian mengedepankan edukasi. Siang itu Radar Cirebon memasuki ruang command center di lantai II Balaikota Cirebon. Ada enam operator yang tengah bertugas. Shift malam pun jumlahnya demikian. Total ada 12 operator yang bertugas bergantian siang dan malam. Jam kerjanya dimulai pukul 07.00 hingga 14.00. Malamnya dimulai pukul 21.00 hingga 07.00 pagi. Dalam sehari, bisa sampai 500 panggilan. Rekor sejauh ini 700 panggilan. Yang sangat disayangkan, dari jumlah itu mayoritas iseng. Meski begitu, bekerja sebagai operator saluran layanan masyarakat ini seru juga. Apalagi ketika bisa memberikan solusi kepada masyarakat. Contohnya membantu seorang ibu yang hendak melahirkan di tengah perjalanan. Melalui saluran telepon, ia meneruskan panggilan ke rumah sakit terdekat. Untuk mendapatkan pelayanan. Hal semacam ini adalah kepuasan tersendiri. Apalagi ketika mengetahui bayi dan ibu melahirkan itu selamat. “Bisa membantu masyarakat meski hanya lewat saluran telepon, itu kebanggan buat kami,\" tukasny. Pemerintah Kota Cirebon mulai melakukan digitalisasi dalam melayani masyarakat dalam bentuk smart city. Ini menjawab tantangan zaman sekarang yang serba canggih dan dituntut kecepatan dalam pelayanan. Layanan nomor tunggal kedaruratan 112 sudah terbukti cepat tanggap. Sosilisasi layanan ini diharapkan semakin masif, sehingga masyarakat mengetahui dan tinggal memencet satu nomor jika ada kondisi kedaruratan. Hal tersebut diungkapkan Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informasi Bidang Hukum, Prof Dr Drs Henri Subiakto SH MA usai peresmian Ruang Command Center Kota Cirebon di Balaikota Cirebon serta layanan kedaruratan 112. Terbukti layanan ini sangat cepat tanggap. Saya sangat apresiasi,” ungkap Subiakto. Pemanfaatan digital atau bisa dikatakan dengan Smart City sudah dilakukan dengan baik di Kota Cirebon. Ini terbukti dengan adanya command center dan sejumlah aplikasi pembantu lainnya yang sudah diluncurkan. Kota Cirebon sendiri termasuk kota ke 23 di Indonesia dan ke 5 di Jwa Barat yang menerapkan Smart City termasuk Command Center-nya. Selanjutnya Pemerintah Kota Cirebon juga diminta untuk bisa mencegah tindakan orang iseng dalam pemanfaatan layanan kedaruratan Cirebon 112. Karena nantinya akan mengakibatkan dampak yang kurang baik bagi sistem operasional tersebut. Sementara itu Pj Wali Kota Cirebon Dr H Dedi Taufik MSi, Command Center dan layanan kedaruratan 112 adalah upaya pemerintah menyatukan pelayanan menjadi satu nomor. Cukup tekan 112. Sehingga masyarakat tidak perlu repot-repot mengingat banyaknya nomor untuk hal-hal kedaruratan. Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Statisik (DKIS), Iing Daiman, SIP MSi menyembutkan, pembangunan Command Center menghabiskan anggaran sebesar Rp2 miliar. Diharapkan layanan ini bisa dimanfaatkan masyarakat dengan baik. Tentunya, bukan untuk iseng-iseng telepon operator. (myg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: