Dewan Tolak Bahas Retribusi TPI
KEJAKSAN - Hampir seluruh fraksi di DPRD Kota Cirebon menolak membahas rancangan peraturan daerah mengenai retribusi tempat pelelangan ikan (TPI). Alasannya, naskah akademik yang diajukan Dinas Kelautan Perikanan Peternakan dan Perkebunan (DKP3), tidak berpedoman pada Peraturan Mentri Hukum dan Haksasi Manusia (Permenkumham) 1 tahun 2008 tentang pedoman penyusunan naskah akademik. Juru Bicara Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN), Dani Mardani SH MH, mengatakan, keberadaan perda mengenai retribusi TPI memang sangat diperlukan. Apalagi, retribusi TPI merupakan salah satu retribusi yang pengelolaannya diserahkan dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota. “Potensinya cukup lumayan. Saya yakin kalau dikelola pemkot, akan menjadi salah satu potensi PAD (pendapatan asli daerah),” ujar dia, saat ditemui di Griya Sawala, Selasa (21/9). Mengacu pada setoran terakhir dari retribusi TPI tahun 2009 dari pemprov ke pemkot, kata Dani, jumlahnya memang hanya Rp24 juta. Tapi, dana itu merupakan dana perimbangan. Dengan dikelola pemkot, maka diharapkan retribusi TPI bisa naik secara signifikan. Syaratnya, adalah dengan membebaskan nelayan dari tengkulak. Pemkot, mesti memperhatikan nasib nelayan yang masih pra sejahtera. Pelelangan ikan melalui TPI diharapkan dapat membebaskan nelayan dari tengkulak dan nelayan pun akan mendapatkan manfaat berupa tawaran harga yang lebih baik ketimbang menjualnya kepada tengkulak. Sayangnya, masih kata Dani, raperda yang sebetulnya akan bermanfaat baik itu tidak disertai dengan naskah akademik yang menunjang. Setidaknya ada beberapa kesalahan dalam naskah akademik tersebut seperti tidak adanya latar belakang, maksud dan tujuan pengajuan raperda. Yang miris, raperda itu tidak dibuat berpedoman pada permenkumham 1 tahun 2008 dan tidak dibuat secara sistematis. “Hasil kajian yang dilakukan hanya sebatas kondisi objektif nelayan saat ini,” katanya. Dani menyesalkan alasan dari DKP3 yang mengeluhkan persoalan anggaran yang tidak mendukung dalam penyusunan naskah akademik. Padahal, ujar dia, tidak adanya anggaran untuk penyusunan naskah akademik adalah kesalahan DKP3 sendiri. Sebab, tidak melakukan pengajuan dalam APBD untuk kegiatan tersebut. Malah yang menjadi prioritas adalah kegiatan belanja pegawai yang mencapai 75 persen dan anggaran untuk sosialiasi kesadaran hukum yang mencapai Rp74 juta. “Kami bukannya tidak mau membahas. Tapi, naskah akademiknya diperbaiki dulu. Tidak ada tengat waktu yang diberikan, kalau naskah akademiknya sudah diperbaiki baru kita mau bahas,” tegas pria berkacamata ini. Sekadar tahu, dalam rapat paripurna tersebut hanya Fraksi Gerakan Bintang Pembaruan yang menyetujui untuk membahas raperda retribusi TPI. Juru bicara Fraksi GBP, Eman Sulaeman, menyatakan maklum pada penyusunan naskah akademik yang dianggap belum memenuhi standar. “Kebijakan naskah akademik itu kan baru. Jadi wajar kalau masih ada kekurangan,” kata dia. Yang terpenting, menurut Eman, adalah esensi dari naskah akademik tersebut. Dan fraksi-nya memandang naskah akademik yang disusun DKP3 sudah bisa ditangkap esensinya sehingga bisa digunakan untuk melakukan pembahasan lebih lanjut oleh panitia khusus di DPRD. “Tinggal nanti kekurangannya kira bahas di pansus,” tuturnya. Walikota, Subardi SPd, menyatakan, pihaknya meminta DKP3 tidak patah arah dengan ditolaknya naskah akademik oleh DPRD. Menurut dia, naskah akademik itu masih bisa diperbaiki untuk kemudian diajukan kembali ke DPRD. “Pada dasarnya cukup bagus, cuma belum sempurna. DKP3 tidak perlu minder,” katanya, dihadapan sidang paripurna yang dihadiri 27 dari 30 anggota DPRD tersebut. Subardi mengatakan, naskah akademik tersebut akan disempurnakan dan kajian-kajiannya akan dilakukan sebaik mungkin. Setelah dianggap layak, naskah akademik tersebut akan kembali diajukan kepada DPRD. Sementara itu, aktivis Jaringan Masyarakat Sipil (Jams), Muhamad Rapi SE, mengkritik kinerja organisasi perangkat daerah (OPD) dalam mengusun naskah akademik. Menurutnya, penyusunan naskah akademik adalah sebuah keharusan dalam pengajuan raperda. Sayangnya, naskah akademik seringkali dianggap prioritas oleh OPD sehingga kajiannya tidak maksimal. “Kalau naskah akademiknya saja tidak optimal, bagaimana akan menjadi peraturan daerah yang baik?” ujar dia, dengan nada bertanya. Rapi berpendapat, naskah akademik tersebut mestinya dilakukan uji publik. Tujuannya adalah untuk mengetahui pandangan masyarakat pada raperda yang akan dibahas menjadi perda. Seperti diketahui, dalam sidang paripurna tersebut, selain mengajukan raperda retribusi TPI, pemkot juga mengajukan tiga raperda lainnya yaitu raperda sistem kesehatan daerah, raperda retribusi pemakaman dan raperda perubahan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) 2010. Selain itu, pemkot juga mengajukan persetujuan untuk pelepasan aset tanah di RW 3 Dukuhsemar. (yud)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: