Target Indeks Perilaku Anti Korupsi 2019 Tercapai?

Target Indeks Perilaku Anti Korupsi 2019 Tercapai?

PEMBERANTASAN korupsi menjadi salah satu fokus utama pemerintah indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah baik berupa pencegahan maupun pemberantasan.  Pemerintah saat ini sedang gencar-gencarnya memberantas kasus korupsi di tanah air. Hal ini dikarenakan korupsi berdampak pada hampir semua dimensi kehidupan masyarakat. Belum lama ini berselang 5 bulan setelah wakil Bupati Cirebon periode 2014-2019 tertangkap pada 30 April 2018 pada kasus korupsi bantuan sosial (bansos) tahun 2009-2012 dan kini giliran Bupati Cirebon berada di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia diamankan petugas lembaga antirasuah setelah dilakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Rabu 24 Oktober 2018. Data KPK menyebutkan Bupati Cirebon ini merupakan kepala daerah ke-19 yang diproses menjadi tersangka melalui operasi tangkap tangan selama 2018 dan sudah memproses 100 orang kepala daerah dalam kasus korupsi selama berdirinya sejak 2002 berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002. Efektif tidaknya tindakan yang dilakukan oleh KPK maupun pemerintah terkait tindak pidana korupsi sejalan dengan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) yang dihasilkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (StranasPPK) Presiden Republik Indonesia menugaskan BPS untuk melaksanakan Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) yang menghasilkan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK)guna mendukung strategi ke 5 yaitu meningkatkan upaya pendidikan dan budaya anti korupsi. Survei Perilaku Anti Korupsi yang dilaksanakan setiap tahunnya sejak tahun 2012 kecuali tahun 2016 di 170 kabupaten/kota di 33 provinsi dengan jumlah seluruh sampel 10.000 rumah tangga. Untuk tahun 2018, SPAK dilaksanakan di 34 provinsi dengan jumlah sampel sebesar 9.919 rumah tangga. Survei ini bertujuan untuk mengukur tingkat permisif (serba membolehkan/mengijinkan) masyarakat terhadap korupsi. survei ini hanya mengukur perilaku masyarakat dalam tindakan korupsi skala kecil (petty corruption) dan tidak mencakup korupsi skala besar (grand corruption).Adapun data yang dikumpulkan mencakup pendapat terhadap kebiasaan di masyarakat dan pengalaman berhubungan dengan layanan publik dalam hal perilaku penyuapan (bribery), pemerasan (extortion), dan nepotisme (nepotism). Menurut data BPS Perkembangan indeks perilaku anti korupsi di Indonesia dari tahun 2012 - 2018 cenderung menurun, kenaikan yang signifikan terjadi pada tahun 2017 sebesar 3,71 pada skala 0-5 dan hampir mendekati target IPAK di Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional (RPJMN)  2019 yaitu 4.00. Namun ahirnya turun lagi dan menjauh di tahun 2018 sebesar 3.66. Jika nilai indeks semakin mendekati angka 5 menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin anti korupsi, sebaliknya jika nilai indeks yang semakin mendekati angka 0 menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin permisif terhadap korupsi. Indeks Perilaku Anti Korupsi disusun berdasarkan dua dimensi, yaitu persepsi dan pengalaman. Unsur persepsi yang berupa pendapat atau penilaian terhadap kebiasaan perilaku koruptif di masyarakat. Unsur pengalaman mencakup pelayanan masyarakat ketika berhubungan dengan 10 layanan publik dan pengalaman lainnya antara lain pengurus RT/RW, kelurahan/ kecamatan, kepolisian, perusahaan listrik Negara (PLN), layanan kesehatan, sekolah negeri, pengadilan, Kantor Urusan Agama (KUA), kependudukan dan catatan sipil (DukCapil) dan Badan Pertahanan Nasional (BPN). Pada tahun 2018, nilai indeks persepsi sebesar 3,86, meningkat sebesar 0,05 poin dibandingkan indeks persepsi tahun 2017 (3,81). Sebaliknya, indeks pengalaman tahun 2018 (3,57) turun sebesar 0,03 poin dibanding indeks pengalaman tahun 2017 (3,60).Salah satu perilaku korupsi paling tinggi ditoleransi adalah menerima pegawai di instansinya baik swasta ataupun negeri untuk menjaga hubungan dengan keluarga atau teman dekat sebesar 30,39%, responden menganggap wajar akan fenomena tersebut. Tidak jauh dari angka tersebut yaitu 30,33% sikap toleransi ini juga terjadi pada praktik administrasi KTP/KK. Sikap maklum terhadap korupsi yang cukup tinggi juga terjadi pada praktik administrasi SIM/STNK sebesar 24,52%. Tidak hanya proses administrasi, toleransi korupsi juga terjadi pada praktik penerimaan siswa di sekolah yaitu sebesar 27,99%. Indeks Perilaku Anti Korupsi Indonesia menurun tahun ini. Pembekalan menjadi kunci penting agar masyarakat tak lagi permisif terhadap korupsi.Dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar roadshow dengan membawa bus ke sejumlah kota di Indonesia dalam program “Jelajah Bus Antikorupsi”. Bus tersebut bertugas mengkampanyekan berbagai pengetahuan antikorupsi yang dilengkapi dengan teknologi sosialisasi. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyebut kehadiran bus tersebut bisa memberikan pemahaman ke masyarakat tentang antikorupsi. Berbagai perilaku yang mengarah ke korupsi pun dihadirkan sebagai gambaran bagi masyarakat untuk menghindari tendensi korupsi. Jadi kita tunggu Indeks Perilaku Anti Korupsi yang akan di rilis BPS tahun 2019 berdasarkan Survei Perilaku Anti Korupsi. Akankah angka indeks nya menyentuh angka 4.00 sesuai  taget RPJMN ataukah semakin terpuruk. (*)  *Ditulis Hartono Budi Darmawan SE. Penulis adalah Statistisi Pertama BPS Kabupaten Cirebon

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: